JAPAR, M.Ag
Shalat tarawih adalah merupakan shalat semuanya khusus dilaksanakan pada malam bulan Ramadhan. Dasar hukum bagi pelaksanaan shalat tarawih adalah sebagaimana yang terdapat di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari. Dalam hadis itu diterangkan bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam pada suatu malam Ramadan keluar mengerjakan shalat di masjid. Lalu beberapa orang laki-laki turut melaksanakan salat mengikuti shalatnya Rasulullah shalallahu wassalam. Kemudian hal tersebut diceritakan oleh para sahabat pada pagi harinya. Maka pada malam kedua bertambah banyak orang yang turut melaksanakan salat mengikuti Nabi shallallahu alaihi wasallam di masjid tersebut. Kejadian tersebut diceritakan mereka juga pada pagi-pagi hari. Maka pada malam yang ketiga semakin banyak orang yang ikut shalat. Pada malam keempat semakin banyak lagi orang menghadiri sehingga masjid itu tidak mau lagi. Akan tetapi nabi tidak keluar ke masjid pada malam itu hingga waktu subuh. Setelah selesai shalat subuh, Nabi Muhammad shallallahu wa sallam menerangkan kepada orang banyak bahwa ia mengetahui hal tersebut. Akan tetapi ia tidak keluar mengerjakan shalat bersama-sama dengan para sahabat karena takut shalat itu diwajibkan Allah kepada mereka, sedangkan mereka tidak sanggup mengerjakannya. Demikianlah kejadian tersebut hingga Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Ia tidak pernah keluar lagi melaksanakan shalat tersebut berjamaah dengan orang-orang banyak yang berada di masjid.
Setelah Nabi Muhammad shalallahu alaihi wassalam wafat, Abu bakar diangkat menjadi khalifah. Mengenai shalat tersebut berlaku pada zaman Nabi shallallahu alaihi wasallam ketika Abu Bakar tidak pernah mengerjakannya berjamaah dengan orang banyak di masjid. Kemudian Abu Bakar wafat, lalu Umar Bin Khattab diangkat menjadi khalifah. Mengenai hal itu berlaku pada zaman seperti zaman Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam dan Abu bakar juga. Umar Bin Khattab tidak pernah mengerjakannya berjamaah dengan orang banyak di masjid.
Dalam kitab al-Muwaththa' yang ditulis oleh Imam Malik disebutkan bahwa Rasulullah shalallahu wassalam wafat, hal itu seperti demikian juga. Kemudian hal itu seperti demikian juga pada masa Khalifah Abu bakar dan permulaan masa Khalifah Umar Bin Khattab.
Jumlah Rakaat Shalat Tarawih
Menurut penyelidikan para ahli hadis keterangan yang kuat dan tegas tidak dijumpai menyatakan jumlah rakaat salat yang dikerjakan nabi pada beberapa malam bulan Ramadan seperti yang diceritakan di hadits Aisyah di atas.
Di dalam kitab Nailul Authar yang ditulis oleh asy-Syaukani disebutkan: diriwayatkan oleh Muhammad bin Nashr dari jalan Atha' katanya : "Aku dapati mereka (para sahabat-sahabat nabi) pada bulan Ramadan salat dua puluh rakaat dan tiga rakaat witir".
Ibnu Abbas juga meriwayatkan sebuah hadits yang berbunyi: "Adalah Nabi shallallahu alaihi wa sallam shalat pada bulan Ramadhan dengan tidak berjamaah 20 rakaat dan witir. (Hadits riwayat Al Baihaqi).
Imam Syafi'i mengatakan: "Aku melihat mereka di Madinah mengerjakan dengan 39 rakaat, dan yang lebih kusukai 20 rakaat karena ia telah diriwayatkan dari Umar dan seperti demikian juga yang dikerjakan di Mekah dan mereka mengerjakan witir tiga rakaat" (lihat Al-Umm)
Sahabat-sahabat Nabi shallallahu alaihi wasallam telah mengerjakan shalat tarawih di Madinah, di masjid ibu kota negara Islam, dengan 20 rakaat. Tidak ada seorang sahabat nabi yang membantahnya, baik pada ketika itu maupun kemudiannya. Bahkan mereka turut pula melaksanakannya. Pada ketika itu Umar Bin Khattab sebagai khalifah masih hidup Utsman bin Affan dan Ali Bin Abi Thalib yang kemudian keduanya menjadi khalifah juga masih hidup. Ketiganya termasuk Khulafaur Rasyidin yang diperintahkan oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam berpegang kepada sunnahnya.
Dalam mazhab Imam Syafi'i, yang banyak dianut oleh masyarakat Indonesia, persoalan jumlah rakaat shalat tarawih sudah final, yaitu dua puluh rakaat. Maka tidak heran jika kita mendengar seruan untuk memulai shalat tarawih dibacakan oleh Bilal "shalatat tarawihi 'isyriina rakaatan jami'atan rahimakumullah" (Ayo melaksanakan shalat tarawih dua puluh rakaat secara berjamaah, semoga Allah merahmati kamu)
Shalat yang dilakukan oleh para sahabat pada malam bulan Ramadan itu disebut dengan salat tarawih. Hal ini dikarenakan orang-orang melakukan shalat tersebut biasanya beristirahat setelah melaksanakan 4 rakaat.
Tata Cara Pelaksanaan Shalat Tarawih
Pelaksanaan shalat tarawih itu adalah dilakukan pada bulan Ramadan. Waktunya adalah di antara salat isya dan salat fajar. Ia dilaksanakan sebelum melakukan salat witir.
Shalat tarawih dilaksanakan dua rakaat-dua rakaat. Maksudnya, setiap gerakan ditutup dengan salam. Cara ini sesuai dengan maksud hadis: "shalat malam itu dua rakaat dua rakaat".
Tidak ada perbedaan cara pelaksanaan shalat tarawih dengan shalat lainnya. Namun demikian, perlu diperhatikan niat shalat tersebut dengan baik. Maksudnya, niat salat tarawih mesti dengan ta'yin yakni adanya penegasan bahwa orang yang salat tersebut melaksanakan salat tarawih atau shalat qiyamu Ramadhan. Oleh sebab itu tidak sah salat tarawih dengan niat salat nawafil atau sunnah mutlak.
Lafadz Niat Shalat Tarawih
Lafaz niat shalat tarawih adalah sebagai berikut :
اصلي سنة التراويح ركعتين اماما / امامة/ مأموما / مأمومة لله تعالى
Artinya: "Sengaja aku shalat sunnah tarawih dua rakaat menjadi imam (laki-laki) / Imam (perempuan) / makmum (laki-laki) / makmum ( perempuan) karena Allah ta'ala".
Shalat Sunnah tarawih dilaksanakan secara berjamaah dan sah dilaksanakan secara sendirian.
Zikir-zikir yang dilaksanakan di sela-sela pelaksanaan shalat tarawih.
Tidak ada ketentuan yang pasti tentang bacaan atau dzikir-dzikir yang di ucapkan di sela-sela salat tarawih. Namun demikian perlu diperhatikan bahwa jika dzikir atau bacaan-bacaan yang dibaca hendaklah menuju kepada ketentuan zikir-zikir yang utama dibaca pada bulan Ramadan.
Koreksi Bacaan Bilal
Dalam pelaksanaan shalat tarawih, ada bacaan bacaan umum yang dibaca oleh Bilal yang kemudian juga diikuti oleh makmum. Namun dalam bacaan-bacaan tersebut ditemukan sejumlah kejanggalan, kekhilafan. Dalam hal ini, Prof. Dr. H. Ramli Abdul Wahid MA, dalam bukunya FIKIH RAMADHAN, telah mengumpulkan beberapa bacaan yang janggal sehingga harus dikoreksi, diantaranya :
Bilal sering membaca "ash-shalatut tarawih atsabakumullah" padahal yang benar adalah "shalatat tarawih asabakumullah" Sebab, lafal "shalat" tidak boleh dipakaikan alif-lam dalam kalimat ini karena ia sebagai mudhaf (disandarkan) kepada kata sesudahnya. Dalam pada itu seyogyanya "shalat" dibaca bukan dengan baris dhammah (depan), sebab maknanya tidak relevan dan tidak bisa dipahami maksudnya jika dilakukan demikian. Bacaan yang benar adalah dengan memberikan baris fathah (baris atas), yakni memposisikannya sebagai maf'ul bih (objek) dari kata "aqiimu" yang dibuang (mahzuf). Dengan demikian maka sempurnalah artinya, "dirikan kamulah shalat tarawih, semoga Allah memberikan pahala kepada kamu".
Setelah Bilal mengucapkan "shalatut tarawih …..dan seterusnya. Jama'ah menjawab "Shalatu lailahailallah muhammadur rasulullah". Sebaiknya di jawab dengan kalimah "la Haula wala quwwata illa Billah"
Kebanyakan Bilal membaca "Al-Khalifatul ula, al-Khalifatu saniatu, al-Khalifatus tsalitsatu dan al-Khlifatur rabi'atu". Seyogyanya yang terbaik adalah Al-Khalifatul awwalu, Al-Khalifatu tsani,, Al-Khalifatus tsalitsu, al-Khalifatur rabi'u, sebab khalifah yang empat itu berjenis kelamin laki-laki bukan perempuan. Kemudian "ta marbutoh" pada kata khalifah bukan menunjukkan jenis perempuan atau ta' ta'nits (perempuan) tetap lil mubalaghah (eksesif, pembobotan).
Tidak sedikit bilal yang latah dengan mengeraskan suara ketika takbir intiqal (perpindahan rukun) fi'li, padahal suara takbir Imam dapat didengar oleh seluruh jamaah baik karena masjidnya tidak terlalu besar atau karena sudah menggunakan pengeras suara. Bilal sunah mengeraskan suaranya menyambung suara takbir Imam apabila memang dibutuhkan ketika suara imam tidak kedengaran oleh seluruh makmum.
0 comments:
Posting Komentar