OBJEK ILMU PENGETAHUAN DALAM
ALQURAN
(Jafar, S.Ag)
Pasal I
PENDAHULUAN
Risalah Islam yang muncul dikawasan agama-agama dan
budaya dunia sebagai satu revolusi ilmu
dan riset. Gerakan bagi penyelidikan yang bebas di semua bidang kehidupan. Kata
pertama yang diwahyukan kepada Rasulullah adalah “Iqra” (bacalah). Ekspresi perintah bahasa Arab yang terdiri dari
empat huruf itu, telah merubah wajah ilmu pengetahuan.
Allah dan RasulNya telah memerintahkan umat Islam
mencari ilmu dan menjelajah dunia, benua dan samudera, untuk menemukan isyarat
Tuhan dalam ciptaan-ciptaanNya. Setiap kosmos menjadi ruang baca, perpustakaan
raksasa dan laboratorium untuk pencarian alam, dimana tanda-tanda kebesaran
Allah ditemukan. Memberikan sumbangan yang berarti bagi ilmu pengetahuan dan
kebudayaan dunia. Dan sepanjang umat islam aktif dalam gelanggang iqra’, dia
akan tetap menjadi majikan bagi laut dan daratan, menjadi guru dunia serta
penemu gagasan-gagasan baru. Alquran memberikan motivasi yang tidak
tanggung-tanggung, bahwa Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman
dan ilmu ke tingkat yang tinggi (QS. 58 : 11).
Perintah Rasulullah untuk mencari ilmu dan
mengajarkannya pada yang lain, menekankan aspek sosial ilmu yang ditujukan
untuk membangkitkan tidak hanya perkembangan intelektual, akan tetapi juga
kemampuan pengembangan rohani, emosi dan jasmani manusia. Oleh karena itu ilmu
pengetahuan dalam Islam menghasilkan
amal, dan amal menjadi bagian yang penting. Salah seorang tabi’i telah ditanya:
“Siapakah orang yang berilmu itu?” Dia menjawab :”Orang yang mengamalkan apa
yang mereka ketahui”.[1]
Alquran
sebagai sumber ilmu pengetahuan, telah mengantarkan umat manusia kepada
kemajuan dalam segala aspek kehidupan. Ini dapat dibuktikan melalui perjalanan
sejarah umat manusia itu sendiri. Melalui makalah singkat ini penulis
menguraikan tentang : 1) Bagaimana pandangan Alquran terhadap ilmu pengetahuan;
dan 2) Apa saja objek ilmu pengetahuan yang terdapat didalam Alquran.
Pasal 2
Ilmu Pengetahuan Menurut Alquran.
Alquran menggunakan kata ‘ilm dalam berbagai bentuk dan artinya sebanyak 854 kali. Antara
lain sebagai “proses pencapaian pengetahuan dan objek pengetahuan” (QS 2 :
31-32). “Ilm sekaligus adalah atribut
Tuhan dan manusia serta malaikat dalam artian yang terbatas.[2] Pembicaraan
tentang ilmu mengantarkan kita kepada pembicaraan tentang sumber-sumber ilmu disamping
klasifikasi dan ragam disiplinnya.
Malik bin Nabi di dalam kitabnya Intaj Al-Mustasyriqin wa Atsaruhu fi
Al-Fikriy Al-Hadits, menulis: "Ilmu pengetahuan adalah sekumpulan
masalah serta sekumpulan metode yang dipergunakan menuju tercapainya masalah
tersebut."[3]
Menurut al-Farabi, sebagaimana di kutip oleh Majid
Fakhry dari Fushul al-Muntazi’ah,
bahwa ilmu adalah kepastian yang dicapai oleh jiwa tentang suatu objek, yang
mana kepastian tersebut diperoleh melalui penalaran logis yang berdasarkan
teori-teori atau konsep yang benar, pasti dan unggul.[4]
Dalam pandangan al-Farabi bahwa ilmu setidaknya
mengandung tiga prinsip, yaitu : pertama, subjek kajian atau premis yang
dijadikan dasar penalaran haruslah bersifat tetap dan universal. Kedua,
bertujuan untuk memahami hakikat objek. Ketiga, didahului atau dihasilkan dari
metode-metode tertentu yang diakui validitasnya.
Al-Ghazali dalam bukunya al-Munqiz min ad-Dhalal menyebutkan bahwa Ilmu adalah sesuatuyang didalamnya
objek ilmu tersingkap secara jelas tanpa ada kemungkinan salah dan ragu.[5]
Al-Jurjani dalam bukunya at-Ta’rifat mendefenisikan bahwa ilmu adalah kepercayaan secara
pasti sesuai dengan kenyataan.[6]
Jujun S Suriasumantri dalam bukunya Filsafat Ilmu :
Sebuah Pengantar Populer mendefenisikan bahwa ilmu merupakan suatu cara
berfikir dalam menghasilkan sesuatu kesimpulan yang berupa pengetahuan yang
dapat diandalkan.[7]
Ahli keislaman berpendapat bahwa ilmu menurut
Alquran mencakup segala macam pengetahuan yang berguna bagi manusia dalam
kehidupannya, baik masa kini maupun masa depan, fisika atau metafisika.
Pemikir Islam abad ke 20, khususnya setelah Seminar
Internasional Pendidikan Islam di Mekah pada tahun 1977, mengklasifikasikan
ilmu menjadi dua kategori :
a)
Ilmu abadi (perennial knowledge) yang berlandaskan
wahyu ilahi yang tertera dalam Alquran dan Hadis serta segala yang dapat
diambil dari keduanya.
b)
Ilmu yang dicari
(acquired knowledge) termasuk sains kealaman
dan terapannya yang dapat berkembang secara kulitatif dan penggandaan, variasi
terbatas dan pengalihan antar budaya selama tidak bertentangan dengan Syari’ah
sebagai sumber nilai.[8]
Alquran mengajarkan sebuah kesadaran bahwa
pengetahuan merupakan sebuah karunia dari Allah, Sang Maha Pencipta, yang
menciptakan manusia dan alam semesta. Alquran memberikan peringatan bagi dua
golongan manusia. Yang pertama adalah
manusia yang menekuni ilmu pengetahuan dan tenggelam dalam metodologinya
(mereduksi hal yang ghaib), berakibat manusia menjauh, tak mengenal atau lupa
akan Pencipta alam semesta, dan bahkan menyisihkan atau meninggalkan agama.
Golongan lainnya adalah manusia yang malas menggunakan akalnya sehingga tak
sempat melihat makna penciptaan alam semesta yang besar dan megah ini
sehingga ciptaan Allah terabaikan dan
tak dapat menyentuh kehidupan dalam mencapai ketakwaan yang lebih tinggi.
Alquran sebagai kitab petunjuk, serta pemisah antara
yang hak dan batil, sekaligus memiliki
hubungan dengan ilmu pengetahuan. Hal ini diungkapkan oleh Imam al-Ghazali,
bahwa seluruh cabang ilmu pengetahuan yang terdahulu dan yang kemudian, yang
telah diketahui maupun yang belum, semuanya bersumber dari Alquran.
Perlu dipahami bahwa membahas hubungan antara
Alquran dan ilmu pengetahuan yang utama adalah melihat adakah jiwa ayat-ayatnya
menghalangi kemajuan ilmu pengetahuan atau sebaliknya, serta adakah satu ayat
Alquran yang bertentangan dengan hasil penemuan ilmiah yang telah mapan?[9]
Dalam pandangan Alquran tidak ada dikhotomi antara
sains dan agama. Agama dan sains tidak dibenturkan satu dengan lainnya, tapi
disinergikan melalui akal manusia. Hasil pemahaman melalui metodologi sains dan
ayat-ayat quraniyah bertujuan menjadikan manusia lebih takwa, dan lebih
dekat dengan Sang Pencipta, Pemelihara dan Penguasa pada hari akhir.
Pasal 3
Objek Ilmu Pengetahuan Dalam
Alquran
Alquran bukan buku pengetahuan. Ia bukan buku
tentang ilmu falak, fisika, kimia atau biologi. Namun demikian, ia mengandung
berbagai isyarat tentang semua ilmu diatas. Isyarat tersebut sengaja diletakkan
dalam Alquran untuk memperkenalkan kekuasaan Tuhan yang tak terhingga, berikut
tanda-tanda kebesaranNya. Sebagian isyarat-isyarat ilmiah itu sudah ada yang
ditangkap oleh manusia, namun sebagian isyarat lagi belum dapat diketahui
rahasia-rahasianya.[10]
Untuk menelusuri lebih jauh
isyarat-isyarat Alquran tentang tentang objek ilmu, kita dapat menelusuri
ayat-ayat Al Qur’an yang mengisyaratkan tentang hal tersebut, disertai
penjelasan para ulama tentang makna ayat
tersebut yang dapat kita telusuri dalam kitab-kitab tafsir, demikian
juga melalui kajian yang dilakukan para
ahli filsafat Islam.
Muhammad Quraish Shihab dalam
bukunya Membumikan Alquran menyatakan bahwa Alquran menyatakan bahwa objek ilmu
meliputi batas-batas alam materi (phisical world), karena itu dapat
dipahami mengapa Alquran disamping menganjurkan untuk mengadakan observasi dan
eksperimen, juga menganjurkan untuk menggunakan akal dan intuisi.[11]
Ilmu yang dimaksudkan dalam paragraf diatas hanya terbatas pada
pengertian yang sempit dan terbatas. Atau dengan kata lain dalam pengertian science yang meliputi pengungkapan sunatullah tentang
alam raya (hukum-hukum alam) dan perumusan hipotesis-hipotesis yang
memungkinkan seseoran dapat mempersaksikan peristiwa-peristiwa alamiyah dalam
kondisi tertentu.[12]
Dalam karyanya yang lain[13]
Muhammad Quraish Shihab menyatakan bahwa menurut pandangan
Al-Quran --seperti diisyaratkan oleh wahyu pertama-- ilmu terdiri
dari dua
macam. Pertama, ilmu
yang diperoleh tanpa upaya manusia, dinamai 'ilm ladunni, seperti diinformasikan antara lain oleh Al-Quran
surat Al-Kahfi (18): 65.
Kedua, ilmu yang diperoleh karena
usaha manusia, dinamai 'ilm kasbi. Ayat-ayat
'ilm kasbi jauh lebih banyak daripada yang
berbicara tentang 'ilm laduni.
Isyarat-isyarat Alquran tentang
berbagai ilmu pengetahuan dapat dilacak didalam Alquran. Misalnya teori tentang
expanding universe (kosmos yang mengembang),[14]
matahari adalah planet yang bercahaya sedangkan bulan adalah pantulan dari
cahaya matahari,[15]
pergerakan bumi mengelilingi matahari, gerakan lapisan-lapisan yang berasal
dari perut bumi,[16]
zat hijau daun (klorofil) yang berperanan dalam mengubah tenaga radiasi
matahari menjadi tenaga kimia melalui proses fotosintesis sehingga menghasilkan
energi,[17]
manusia diciptakan dari sebagian kecil sperma
pria dan yang setelah fertilisasi (pembuahan) berdempet didinding rahim.[18]
Klasifikasi tentang objek ilmu dalam
Al Qur’an dan Hadits berdasarkan penjelasan Imam An Nasafy[19]
tentang sumber atau sebab-sebab ilmu yaitu:
A.
Objek
Ilmu yang terjangkau dengan khabar shadiq
B.
Objek
Ilmu yang terjangkau melalui akal
C.
Objek
Ilmu yang terjangkau melalui indera
A. Ilmu yang Hanya Didapatkan Melalui Khabar
Shadiq
Beberapa objek ilmu yang hanya bisa
diperoleh melalui khabar shadiq antara lain adalah Allah. Allah tidak terjangkau oleh
indra (penglihatan), sebagimana firman Allah dalam surah Al An’am ayat 103 bahwa
Allah tidak dapat dijangkau oleh panca indera, tetapi kita diperintahkan untuk
mengilmui bahwa “Tidak ada Ilah kecuali Dia”
Ilmu harus ditetapkan dengan ikrar dan pengetahuan qalbu, dalam arti
mengetahui apa yang dituntut untuk diketahui. Hal ini akan sempurna dengan
mengamalkan konsekuensinya. Ilmu yang Allah perintahkan ini adalah Ilmu Tauhid
yang merupakan fardhu ‘ain bagi setiap manusia, tidak gugur (kewajiban itu)
dari seorang pun, bagaimana pun keadaannya. Bahkan, setiap manusia harus
mengilmuinya.
Hal-hal yang bersifat ghaib, berita
tentang masa lalu dan masa depan, pengetahuan tentang ruh, Al Qur’an, As
Sunnah, dan Ijma’ merupakan objek yang hanya
dapat di jangkau melalui khabar
shadiq.
B.
Objek yang terjangkau oleh Akal
Dalam
Alquran, banyak sekali ayat yang menunjukkan objek-objek ilmu yang perlu
dijangkau oleh akal manusia. Seperti berupa buah kurma dan anggur yang dapat diproduksi
menjadi minuman yang memabukkan dan rizki yang baik. Maka akal manusia berperan
untuk memikirkan tanda-tanda ini untuk memperoleh suatu ilmu. Ilmu yang
dimaksud antara lain berupa keyakinan akan kebesaran Allah, kesempurnaan takdir
dan rahmat-Nya. “Sungguh pada hal itu terdapat tanda bagi orang yang berakal
(berfikir) tentang kesempurnaan takdir Allah, dimana Dia mengeluarkan buah-buah
itu dari pohon yang serupa dengan kayu bakar, menjadi buah yang lezat, buah
yang baik, dan dari kesempurnaan rahmatnya, Dia berikan semua itu secara umum
kepada seluruh hamba-Nya, dan memudahkan bagi mereka. Sungguh Dia-lah yang Ilah
yang disembah semata-mata, dan Dialah satu-satunya yang berhak untuk itu”.[20]
Objek-objek
lain yang terjangkau oleh akal, namun tidak terjangkau oleh indera misalnya
adalah konsep-konsep yang bersifat abstrak dalam ilmu matematika, fisika, atau
kimia, atau bahkan ilmu sosial. Konsep ini didapatkan setelah melalui penelitian,
observasi, pemikiran yang secara intens melibatkan akal manusia di dalamnya.
C.
Objek yang terjangkau oleh Indera
Adapun
objek ilmu yang terjangkau oleh indera, maka dapat diketahui dengan mudah,
meliputi apa-apa yang dapat dilihat oleh mata, didengar oleh telinga, tercium
oleh penciuman, dirasakan oleh lidah, dan disentuh oleh indera peraba.
Pengetahuan
terkait dengan realitas yang terjangkau oleh indera ini ada juga yang bersifat dharury, dapat diketahui secara
langsung, tanpa perlu pemikiran, seperti ilmu bahwa suku cadang sepeda pasti
lebih kecil dari sepeda, dan seterusnya. Ada pula yang bersifat nazhary/iktisaby/istdidlaly, misalnya buah jeruk dengan bentuk dan
warna yang sama, ada yang rasanya manis, ada yang agak manis, atau masam, dan
sebagainya
Contoh realitas yang terjangkau oleh indera
yang disebutkan dalam Alquran antara lain:
a.
Bumi
yang gersang lalu diturunkan hujan menjadi subur dan bergerak (karena adanya
tumbuhan) Dan di antara tanda-tanda-Nya (ialah) bahwa kau Lihat bumi kering
dan gersang, Maka apabila Kami turunkan air di atasnya, niscaya ia bergerak dan
subur. Sesungguhnya Tuhan yang menghidupkannya, pastilah dapat menghidupkan
yang mati. Sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.[21]
b.
Ada tanda-tanda kebesaran Allah yang
terlihat di ufuk dan di dalam diri manusia.
Kami
akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala
wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al
Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa Sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi
atas segala sesuatu? [22]
Dalam
buku Wawasan Alquran karya Muhammad Quraish Shihab kita dapat menemukan
keterangan bahwa secara garis besar
objek ilmu dapat dibagi dalam dua
bagian pokok, yaitu alam materi dan alam
non-materi. Karena itu, sebagai
ilmuwan Muslim --khususnya kaum sufi
melalui ayat-ayat Al-Quran-- memperkenalkan ilmu yang mereka
sebut al-hadharat Al-Ilahiyah al-khams
(lima kehadiran Ilahi) untuk
menggambarkan hierarki keseluruhan realitas wujud. Kelima hal
tersebut adalah: (l) alam
nasut (alam materi), (2) alam
malakut (alam kejiwaan), (3) alam jabarut (alam ruh), (4) alam lahut (sifat-sifat Ilahiyah), dan
(5) alam hahut (Wujud Zat Ilahi). [23]
Demikian
luas objek ilmu pengetahuan yang dipaparkan Alquran. Hanya saja ilmu manusia
tidak cukup untuk mengungkapkannya. Pada abad ini, dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan tidak selalu mudah bagi ilmuwan bisa untuk mengerti apa yang ia
baca dalam Alquran. Ini berarti bahwa kandungan Alquran, orang zaman sekarang
harus memiliki ilmu ensiklopedi secara mutlak, yakni harus menguasa berbagai
disiplin ilmu pengetahuan.[24]
Fasal
4
Kesimpulan.
1. Alquran
merupakan kitab suci, bukan kitab ilmu pengetahuan, namun memberikan isyarat-isyarat tentang ilmu
pengetahuan.
2. Objek
ilmu dalam Alquran terdiri dari alam materi dan alam non materi.
3. Ilmu
pengetahuan dan sains membuka rahasia-rahasia yang terkandung didalam
idiom-idiom ilmu pengetahuan didalam Alquran.
4. Hubungan
antara Alquran dan ilmu pengetahuan adalah bahwa jiwa ayat-ayatnya tidak ada yang menghalangi
kemajuan ilmu pengetahuan atau sebaliknya.
5. Sejauh
ini tidak ada satu ayat Alquran yang
bertentangan dengan hasil penemuan ilmiah yang telah mapan.
DAFTAR
BACAAN
Al-Jindani, Abdul Majid, Beriman Secara Rasional : Memperkokoh Akidah
dengan Wahyu dan Nalar, al-Ghiyats – Prisma Media, 2004
Soleh,
A Khudori, Epistemologi Islam : Integrasi
Agama, Filsafat, dan Sains Dalam Persfektif Al-Farabi dan Ibnu Rusyd, Yogyakarta,
ar-Ruzz Media, 2018.
Shihab, Muhammad Quraish, Membumikan Alquran: Fungsi dan Peran Wahyu
dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung, Mizan, 1992
Shihab,
Muhammad Quraish, Wawasan Alquran :
Tafsir Maudhu”i atas Pelbagai Persoalan Umat, Bandung, Mizan, 1996
Nadvi, Syed Habibul Haq, Dinamika Islam, Bandung, Penerbit
Risalah,
Mahmud, Abdul Halim, Qadhiyatu at-Tashawuf al-Munqidz min
ad-Dhalal, terjemahan, Kuala Lumpur, Darul Fikir,tt.
Taufiq, Muhammad Izzuddin, Dalil Anfus Alquran dan Embriologi : Ayat-ayat
tentang Penciptaan Manusia, Solo, Tiga Serangkai, 2006.
Husaini, Adian, Islam Liberal, Pluralisme Agama dan Diabolisme Intelektual,
Surabaya, Risalah Gusti, 2005
Husaini, Adian, Islam Liberal, Hegemoni Kristen Barat dalam Studi Islam di
Perguruan Tinggi, Jakarta, Gema Insani Press, 2006
Rahman, Fazlur, Islam,
Bandung, Pustaka, 1984
Rahman, Fazlur, Tema Pokok Alquran, terjemahan Anas Mahyudin, Bandung, Pustaka,
1996
Quthb, Muhammad, Fenomena Kalam Ilahi : Bukti Kemukjizatan
Al-Quran, Jakarta, Pena Pundi Aksara, 2004.
Suriasumantri, Jujun,S, Filsafat Ilmu : Sebuah Pengantar Populer,
Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 1993.
[1]
Syed Habibul Haq Nadvi, Dinamika
Islam, Bandung, Penerbit Risalah, hlm. 281.
[2] Ibid, hlm. 280.
[3]
Muhammad Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran : Fungsi dan Peran Wahyu
dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung, Mizan, 1992, hlm. ....
[4] Soleh, A Khudori, Epistemologi Islam, hlm. 84
[5] Al-Ghazali. al-Munqiz min ad-Dhalal, hlm.
537
[6] Al-Jurjani, Ta’rifat, hlm. 155.
[7]
Suriasumantri, Jujun,S, Filsafat Ilmu :
Sebuah Pengantar Populer, hlm. 273.
[8] Muhammad Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran : Fungsi dan Peran Wahyu
dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung, Mizan, 1992, hlm. 62-63
[9] Ibid, hlm. 41.
[10]
Quthb, Muhammad, Fenomena Kalam Ilahi : Bukti Kemukjizatan
Al-Quran, hlm. 221.
[11] lShihab, Muhammad Quraish, Membumikan Alquran, hlm. 63.
[12] Ibid,
hlm 63.
[13]
Shihab, Muhammad Quraish, Wawasan Alquran, hlm. 429
[14] QS. 51 : 47.
[15] QS. 10 : 5.
[16] QS. 27 : 88.
[17] QS. 36 : 80
[18] QS. 86 : 6 -7 dan QS. 96 : 2.
[19] Beliau adalah Imam Abu Hafsh Umar bin Muhammad
An Nasafy Al Hanafi, wafat tahun 537 H.
[20] As Sa’dy, Abdurrahman ibn Nashir. Taisir Karimir
Rahman fi Tafsiri Kalamil Mannan dalam Mausu’ah Tafsiril Qur’anil Karim.
www.islamspirit.com.
[21] QS. Fushshilat : 39
[22] QS. Fushshilat : 53
[23] Shihab, Muhammad Quraish, Wawasan Alquran, Bandung, Mizan, 1996, hlm. 430
[24] Bucaille, Maurice,Alquran dan Sains Modern,Jakarta,
Media Dakwah, 1992, hlm. 9
0 comments:
Posting Komentar