Zakat merupakan bagian yang sangat penting dalam syari’at islam. Bukan hanya sebagai bagian daripada ibadah yang manfaatnya untuk individu yang mengeluarkan zakat, tetapi lebih daripada itu, zakat memberikan kemanfaatan secara kolektif bagi orang-orang yang berada dilingkungan yang menjalankan sistem zakat. Dalam Al Quran, kata zakat selalu disandingkan dengan perintah shalat.
Alquran mengatur tentang orang-orang yang berhak menerima zakat. Secara spesifik mengemukakan pihak-pihak yang dapat menerima zakat. Dalam surah at-Taubah ayat 60 Allah berfirman:
“Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mualaf yang dibujuk hatinya, untuk memerdekakan budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Pengasih dan Maha Bijaksana”.
Dari ayat tersebut, salah satu yang berhak menerima zakat adalah fi sabilillah. Menurut Ibnu Atsir , secara bahasa lafaz Sabil memiliki arti jalan. Dengan demikian, sabilillah secara bahasa dapat diartikan sebagai jalan Allah. Pada dasarnya lafadz fisabilillah bersifat umum mencakup segala bentuk tindakan yang secara ikhlas ditujukan untuk mendekatkan diri kepada Allah, baik mengerjakan yang wajib, sunnah, maupun ketaatan yang lain. Akan tetapi, ketika lafaz sabilillah dimutlakkan, yang dimaksud adalah jihad.
Sabilillah sebagai penerima zakat menurut perspektif fikih.
Menurut Wahbah Zuhaili, sabilillah adalah para mujahid yang berperang yang tidak mempunyai hak dalam honor sebagai tentara, karena jalan mereka adalah mutlak berperang. Mereka diberi zakat karena telah melaksanakan misi penting mereka dan kembali lagi. Menurut jumhur ulama, mereka diberi zakat sekalipun orang kaya, Karena yang mereka lakukan merupakan kemaslahatan bersama. Adapun orang yang mempunyai honor tertentu tidak diberi zakat. kerana, orang yang memiliki rezeki rutin yang mencukupi dianggap sudah cukup (Fiqh Islam wa Adillatuhu jilid 3 : 2007 h. 286)
Jumhur ulama dalam mazhab-mazhab bersepakat bahwa tidak boleh mendistribusikan zakat kepada selain asnaf yang delapan. Dengan demikian tidak dibenarkan kehidupan distribusian zakat seperti untuk membangun masjid jembatan, ruangan, irigasi
Kata “innama” dalam ayat tersebut Berfungsi untuk membatasi dan menetapkan. Ayat tersebut menetapkan apa yang tersebut dan menafikan selainnya. Oleh karena itunya,Tidak boleh mendistribusikan zakat kepada ibadah-ibadah yang tidak tersebutkan di dalam ayat tersebut, karena sama sekali tidak dapat di hak untuk memilikinya.
Akan tetapi, Al-Kasani (seorang ulama bermadzhan Hanafi) dalam Al-Bada’i menafsirkan bahwa sabilillah (jalan Allah) Yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah semua macam ibadah. dengan demikian, mencakup semua orang yang berusaha di jalan Allah dan kebaikan, jika dia membutuhkan. Kata Sabilillah adalah umum dalam kepemilikan, Yaitu mencakup pembangunan masjid dan semisalnya, sebagaimana yang telah disebutkan. Sebagian ulama Hanafiah menafsirkan kalimat Sabilillah dengan mencari ilmu, sekalipun yang mencari ilmu tersebut kaya. Anas dan Hasan berkata, “Zakat tidak diberikan untuk pembangunan jembatan dan jalan. Itu merupakan Sedekah Yang lampau.” Malik berkata, “ jalan Allah (sabilillah) itu jumlahnya banyak.Akan tetapi aku tidak mengetahui perbedaan pendapat bahwa maksud Sabilillah dalam ayat ini adalah berperang.” (Fiqhul Islam wa Adillatuhu (terj) : Jilid 2 h. 287-288).
Menurut Dr. Yusuf Qaradhawi, bahwa di antara ulama dulu sekarang, ada yang meluaskan arti sabilillah , Tidak hanya khusus pada jihad dan yang berhubungan dengannya, tetapi ditafsirkannya pada semua hal yang mencakup kemaslahatan, taqarrub dan perbuatan-perbuatan baik sesuai dengan penerapan asal dari kalimat tersebut.
Di antara pendapat ini, adalah apa yang diingatkan oleh Imam ar-Razi dalam tafsirnya, bahwa zahir lafaz dalam firman Allah wa fisabilillah tidak wajib mengkhususkan artinya pada orang yang berperang saja. Kemudian ia berkata: "maka terhadap arti ini Imam Qaffal mengutip dalam tafsirnya dari sebagian fuqaha' bahwa mereka itu memperkenankan menyerahkan zakat pada semua bentuk kebajikan, seperti mengurus mayat, mendirikan benteng, meramaikan masjid. Karena sesungguhnya firman-Nya wafi sabilillah bersifat umum meliputi semuanya.
Syekh Jamaludin Al Qosimi menerangkan dalam tafsirnya, apa yang dikemukakan oleh Imam ar-Razi bahwa zahirnya lafaz tidak mewajibkan mengkhususkan kepada orang yang berperang. Ia mengutip pula kutipan Imam Qaffal dari sebagian fuqaha' tentang masalah itu kemudian mengemukakan pendapat pengarang buku Taj, bahwa setiap jalan yang menuju ridho Allah adalah jalan yang baik, dan termasuk fisabilillah. Kemudian tidak mengutip yang lain dan tidak memberikan komentar apa-apa lagi titik ini menunjukkan adanya kesesuaian pendapat atau tidak adanya selisih paham. (Fikih Zakat (terj) h. 619-626).
Menurut Prof. Dr. H. Abdullah Syah, MA, asnaf fisabilillah sekarang ini lebih tepat disalurkan kepada penuntut ilmu. Kerana menurut beliau, penuntut ilmu sesuai hadis rasul dalam orang yang sedang berjihad fisabilillah. kerana dengan ilmu itu dia dapat membela dan meninggikan Islam dan martabat umat Islam. apa lagi umat Islam masa sekarang ini sangat ketinggalan dalam pendidikan dibandingkan dengan umat lain, karena itu perlu diprioritaskan zakat untuk menopang/ memberi beasiswa kepada pelajar dan mahasiswa yang sangat memerlukan untuk menyelesaikan studinya.(Butir-butir Fiqh Zakat : 2007 h. 90-91).
Pem, Cengkering, 6 Juni 2023
Japar, M.Ag
0 comments:
Posting Komentar