ABU HASAN AL-ASY'ARI : TOKOH AHL SUNNAH WA AL-JAMA'AH


Namanya Abu Al-Hasan al-Asy'ari (874-936 M).  Nama lengkapnya adalah Abu al-Hasan Ali bin Ismail bin Abi Bisyr  Ishak bin Salim bin Ismail bin Abdullah bin Musa  bin Bilal bin  Abi Burdah Amir bin Abu Musa Abdullah bin Qais Al-Asy’ari. 


Sebutan al-Asy’ari  merupakan nisbat pada Asy’ar,  lelaki dari suku Qahthan  yang kemudian menjadi nama suku dan tinggal di Yaman.  Dari suku Asy’ar  ini,  lahir seorang sahabat terkemuka dan dikenal sangat alim sehingga termasuk salah satu ahli Fikih di kalangan sahabat Nabi saw yaitu Abu Musa Abdullah bin Qais al-Asy’ari (wafat 665 M).


Sejak masih muda, Abu Al Hasan al Ashari telah ditinggalkan oleh ayahnya.  Kemudian,  atas wasiat ayahnya,  Abu al-Hasan al-Asy’ari diarahkan untuk belajar dan mendapatkan sanad hadis kepada murid terbaik Imam Ahmad bin Hanbal,  bernama Syeikh Zakaria as-Saji. Guru hadisnya yang lain adalah Abu Khalaf al-Jahmi,Abu Sahl bin Sarah,  Muhammad bin Ya'kub Al-Muqri,  Abdul Rahman bin Khalaf al-Bashri. 


Dalam ilmu kalam ia belajar langsung kepada ayah tirinya Abu Ali al-Juba’i, seorang tokoh ulama Mu’tazilah sebagaimana yang ditulis Shalahuddin as-Shafadi dalam kitab al-Wagi bil Wafayat.


Pengaruh Mu’tazilah telah mewarnai hidupnya sampai  ia berusia 40 tahun. Namun setelah itu ia kembali kepada Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah. Dia melontarkan pertanyaan kritis yang membuat  al-Juba’i tak mampu memberikan jawaban yang konprehensif.. Karena tidak dapat mendapat jawaban yang memusakan dari ayah tirinya tersebut  dia mengadu kepada Allah. Allah memberinya hidayah kepadanya melalui mimpi. Dalam mimpinya ia bertemu dengan Rasulullah, dan kemudian Rasulullah bersabda : “Ikutilah sunnahku”. Mimpi itu terjadi berulang kali.


Dari situlah kemudian al-Asy’ari mulai melakukan kontemplasi selama lima belas hari. Dalam kontemplasinya, ia menulis al-Luma’ sebagai  pembelaan terhadap manhaj ahl al-sunnah wa al-jama’ah di rumahnya. Setelah lima belas hari, ia keluar rumahnya memproklamirkan  bahwa dirinya tidak lagi mengikuti akidah yang berdasarkan pemahaman Mu’tazilah, tapi mengikuti manhaj ahl al-sunnah wa al-jama’ah


Dalam menyebarkan ajaran akidah yang sesuai dengan sunnah Rasul, al-Asy’ari menulis buku yang sangat fundamental berjudul Maqalat al-Islamiyyin. Menurut Ibnu Asakir, Abu hasan al-Asy’ari  memiliki 90 karya tulis. Menurut Ibnu Katsir karya al-Asy’ari sebanyak 55 buah. Sedangkan menurut Tajuddin al-Subki, sang Imam memiliki 21 karya tulis. Namun, sampai saat ini hanya ada delapan karyanya yang tercetak.


Adz-Dzahabi menulis  bahwa  al-Asy’ari  tidak pernah mengkafirkan seorang muslim pun. Alasannya karena sama-sama ahl al-qiblah. Perbedaan  yang terjadi diantara mereka dalam hal pemahaman akidah  adalah dalam penjelasannya saja. Sehingga ketika  menjelang wafatnya, dia berwasiat  kepada murid-muridnya untuk tidak mengkafirkan sesama umat Islam. 


Bagi kalangan umat Islam Indonesia, Abu Hasan al-Asy’ari adalah rujukan dalam bidang akidah, seperti halnya Imam Syafi’i sebagai referensi dalam bidang fikih. . Akidah ahl al-sunnah wa al-jama’ah adalah corak pemahaman akidah yang dibawa oleh para ulama ke Indonesia sejak ratusan tahun yang lalu. Untuk lebih mengetahui tentang bagaimana ajaran akidah menurut persfektif ahl sunnah wa al-jama’ah hendaklah merujuk kepada kitab-kitab yang ditulis oleh al-Asy’ari dan para murid dan penerusnya yang ikhlas dan jujur menulis dan menyampaikan ajaran akidah ini.

Dikutip dari berbagai sumber. 


Pematang Cengkering,  07 Juni 2023

Japar, M.Ag


0 comments:

Posting Komentar