MISI ISLAM

Sebelum terjadi perang Qadisiah, Panglima Perang Sa’ad bin Abi Waqash mengirimkan utusan bernama Rabi’ bin Amir untuk menemui Jenderal Rustum, panglima Perang Persia. Rabi’ masuk ke tenda Rustum yang bergelimang kemewahan dengan tetap memegang tombak dan menuntun kudanya. Ketika Rustum bertanya, “Apa tujuan kalian?” Dengan tegas Rabi’ menjawab, “Allah telah mengutus kami untuk membebaskan orang-orang yang dikehendaki-Nya dari penyembahan sesama manusia menuju penyembahan Allah semata, dan membebaskan manusia dari kesempitan menuju kelapangan hidup di dunia, dan dari penindasan berbagai agama yang sesat menuju agama Islam yang menuh keadilan.” Kisah tersebut, sungguh merupakan mata air inspirasi bagi orang yang ingin menegakkan kebenaran dalam kehidupan. Saat ini banyak orang yang melakukan perjuangan dalam kehidupan Namun apa yang akan mereka perjuangkan menjadi tidak jelas ketika dilihat dari cara berjuang mereka yang salah. Jelas bagi kita, ketika tujuan baik tapi dilakukan dengan cara yang tidak baik, maka hal itu tidak baik. Apalagi tujuan yang tak baik di usahakan dengan cara yang tidak baik, pasti akan menghasilkan yang tidak baik. Lantas apa yang seharusnya kita perjuangkan dan sekaligus kita harapkan tegak dalam kehidupan ini? Mengacu kepada kisah Rabi’, kita menemukan tiga misi yang harus diperjuangkan dalam kehidupan ini. Pertama, mengajak manusia untuk menyembah Sang Khaliq, yang menjadi tugas utama manusia. Dikaitkan saat sekarang ini, banyak manusia yang membuat tuhan-tuhan baru dalam kehidupannya. Sehingga Allah swt, tuhan yang sebenarnya, ditinggalkan dan diabaikan. Seolah-olah mereka tidak percaya lagi dengan eksistensi Allah dalam kehidupan, sehingga mengabaikan aturan-aturan sang khaliq. Banyak fenomena yang kasat mata dapat dilihat dalam kehidupan, bahwa manusia itu telah melenceng dari garis tauhid dan syariat. Misalnya mereka yang katanya mau menegakkan kebenaran didalam masyarakat, sehingga berambisi mengambil kekuasaan didalam masyarakat itu. Namun dalam meraih kekuasaan itu, mereka melakukan suap yang dilarang dalam agama. Mereka meyakini hanya dengan melakukan suap kekuasaan itu akan diraih. Bahkan lebih dahsyatnya lagi diantaranya yang pergi ke paranormal atau dukun atau menggunakan media jin untuk mewujudkan tujuannya. Nauzubillah min zalik. Kekuasaan dan jabatan adalah anugerah Tuhan yang dititipkan kepada orang-orang tertentu yang telah ditentukanNya sesuai qadha dan qadarnya. Bagi orang yang mempercayai ini, sebenarnya tidak harus menggunakan cara-cara yang buruk itu untuk meraih cita-citanya. Oleh sebab itu, saatnya umat diingatkan, dengan melalui ajakan yang bijaksana agar jangan sampai terjebak dalam perilaku yang seolah-olah tidak mempercayai Tuhan sang Pencipta dan Pengatur. Kegiatan dakwah ini tidak boleh stagnan, jalan ditempat. Harus dilakukan dengan sistematik dan masif. Apalagi pada saat ini, persepsi manusia terhadap keburukan sudah bergeser seratus delapan puluh derajat. Hal ini terjadi karena kebrukukan itu sudah menjadi hal yang biasa dalam kehidupan. Ketika mereka melihat perilaku suap itu sudah jamak dilakukan didalam kehidupan, sehingga menganggap hal itu adalah lumrah dan baik-baik saja. Fenomena ini bukan hanya terjadi pada masyarakat akar rumput, tapi juga pada tingkat elitnya. Kedua, misi agama Islam adalah untuk membebaskan manusia dari kesempitan menuju kelapangan dunia. Lagi-lagi manusia beranggapan bahwa hidup dunia ini adalah hal yang utama. Sehingga harus bersusah payah untuk melepaskan kesempitan itu dengan cara yang tidak benar. Ingin kaya dengan cara mencuri, menipu, korupsi dan lain-lain. Ingin kedudukan dengan cara menyuap dan melakukan kesyirikan. Dunia ini memang merupakan perhiasan yang begitu menarik untuk dinikmati. Tapi menikmati dengan cara yang tak benar akan membuat manusia itu menjadi sempit didalam kehidupannya. Memaksakan kehendak dan keinginannya untuk meraih keinginan dan cita-cita rendahnya. Bahkan licik, zalim menjadi suatu yang mesti dilakukan, kalau tidak tidak akan bahagia. Bahagia menjadi keinginan bagi setiap orang. Kebahagiaan bagi Muslim bukanlah kebahagiaan yang rendah dan murah, tapi kebahagiaan yang ideal dan abadi. Kebahagiaan dunia dan akhirat. Islam miliki manajemen yang baik dalam menggapai cita-cita itu. Alquran dan Sunnah Rasul sudah cukup bagi kita untuk dijadikan panduan dalam meraih kebahagian. Ketiga, menegakkan keadilan atas dasar tuntunan Islam. Hanya keadilan yang dipandu oleh ajaran Islam yang menjamin kebahagiaan dan kesejahteraan. Hal ini dapat dibuktikan melalui sejarah Islam itu sendiri. Zaman keemasan Islam bisa terwujud pada masa lalu di karenakan Islam itu memegang teguh keadilan yang didasarkan Islam, bukan yang lain. Dan hari ini dapat kita saksikan, kenapa kezaliman terjadi hampir disetiap lini kehidupan disebabkan standar keadilan yang dipakai bukan standar Islam. Meneguhkan kembali misi Islam dalam kehidupan akan membuahkan hasil yang sangat memuaskan dan ideal. Kebahagiaan yang abadi dunia dan akhirat. Pajak Sore, Akhir Oktober 2019 Al-Faqir Abu Akiv

0 comments:

Posting Komentar