This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

TAKWA BUAH DARI PUASA



JAPAR, M.AG
Suatu ketika seorang laki-laki datang menghadap Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan berkata,  "Wahai Rasulullah,  berilah aku wasiat."  Beliau menjawab, "Wajib atasmu bertakwa, karena takwa merupakan kumpulan kebajikan,   wajib atasmu  berjuang di jalan Allah,  karena jihad merupakan ibadah orang Islam, dan wajib senantiasa ingat kepada Allah karena mengingatNya merupakan cahaya bagimu."
Dari hadis ini dapat kita lihat bahwa wasiat diberikan oleh Rasulullah kepada seorang laki-laki yang datang kepadanya itu bukanlah wasiat yang hanya teruntuk untuk orang tersebut tetapi ditujukan kepada setiap umat Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Selain hadis ini masih banyak lagi hadis-hadis yang lain yang menunjukkan perintah untuk senantiasa bertakwa kepada Allah subhanahu wa ta'ala. Termasuk juga wasiat supaya bertakwa disampaikan melalui khotbah Jumat yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari rangkaian ibadah salat Jumat. Namun uniknya di dalam hadis tersebut wasiat taqwa merupakan urutan pertama dari wasiat-wasiat yang lainnya, sekaligus memberikan pengertian bahwa takwa merupakan hal yang sangat urgen bagi kehidupan manusia. Oleh sebab itu aplikasi taqwa tidaklah hanya dalam batas waktu-waktu tertentu maupun di tempat-tempat yang tertentu,  tetapi dalam setiap kesempatan maupun waktu dan tempat takwa itu mesti di aplikasikan. Pada suatu kesempatan Rasulullah bersabda "Bertakwalah kepada Allah di manapun kamu berada."
Puasa Ramadan yang diwajibkan oleh Allah subhanahu wa ta'ala kepada umat Islam sejak tahun kedua hijrah, bahkan kewajiban puasa dibebankan kepada umat-umat yang terdahulu merupakan salah satu wasilah untuk meraih takwa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Islam tidak hanya memerintahkan agar menjadi orang yang bertakwa tapi juga menunjukkan dan memberikan pengarahan bagaimana untuk meraih taqwa.
Yang menjadi persoalan adalah puasa telah dilakukan berulang-ulang setiap tahunnya namun para pelaku puasa Ramadan itu jarang atau banyak yang tidak dapat mencapai muara taqwa. Setelah dianalisa ternyata yang menjadi penyebabnya adalah para pelaku puasa Ramadan tidak terus mendayung dirinya untuk menuju muara taqwa tersebut. Bahkan sebaliknya melawan arus sehingga muara takwa semakin jauh dari pribadi orang tersebut. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa kesuksesan orang yang berpuasa bukan dilihat bagaimana dia melaksanakan puasa Ramadhan, tetapi sejauh mana follow up daripada nilai-nilai Ramadan di aplikasikan pada waktu setelah selesai bulan Ramadan.
Inti daripada Ramadan yang dapat mengantarkan manusia kepada takwa adalah kemampuan untuk menawan dan menahan hawa nafsu. Puasa Ramadan bukan hanya nafsu yang terlarang yang harus ditahan dan dikendalikan,  tetapi juga nafsu yang dibolehkan secara syar'i untuk dilakukan di luar Ramadan juga mesti dikoordinir dan di batasi pada saat Ramadan. 
Puasa Ramadan merupakan bulan latihan untuk mengendalikan hawa nafsu. Sehingga setelah selesai Ramadan orang yang melakukan puasa diharapkan dapat mengendalikan hawa nafsu tersebut secara baik dan sempurna. Namun ironisnya apa yang terjadi di luar Ramadan selalu merupakan kebalikan dari tradisi-tradisi yang telah dilakukan pada bulan Ramadan. Sehingga nafsu yang liar kembali semakin tumbuh subur dalam jiwa.
Kenapa taqwa menjadi hal yang penting bagi seorang muslim? Karena takwa merupakan alat pelindung bagi setiap pribadi muslim. Jika takwa hilang dari seorang muslim, maka ia akan hancur. 
Berikut merupakan poin poin penting yang dapat dimiliki oleh orang yang bertakwa, diantaranya:
a. Menjadi orang yang paling mulia disisi Allah.  Jika seseorang itu memiliki kemuliaan disisi Allah, maka secara otomatis akan mendapatkan kedudukan yang istimewa ditengah-tengah makhluk (baca: manusia). Dari orang yang bertakwa akan muncul sifat-sifat yang terpuji. 
b. Memiliki kemampuan untuk mencari solusi terhadap segala problematika kehidupan. Kemampuan itu bukan bersumber dari dirinya secara mutlak, tetapi dari Allah SWT.
c. Menjadi pribadi yang visioner, yaitu memiliki wawasan ke masa depan (akhirat). Firman Allah : "Dan negeri akhirat itu lebih baik bagi orang yang bertakwa, apakah kamu tidak berakal." Orang yang bertakwa senantiasa meorientasikan perilakunya untuk kehidupan yang lebih baik di masa depan (surga).
d. Memiliki kemampuan memanajemen kehidupan jangka pendek dan jangka panjang. Karena orang yang bertakwa adalah orang yang paling optimis dan sangat  bekerja keras. Mereka adalah bukan model yang suka putus dalam kehidupannya. 

ANJURAN MENJADI ORANG BERILMU

JAPAR, M.AG

Dalam Alquran Allah menjelaskan bahwa orang yang berilmu akan diberikan kedudukan yang istimewa. Ini menjadi bukti bahwa ilmu memiliki kedudukan yang penting dalam ajaran Islam. Bahkan ayat yang pertama turun adalah perintah iqra yang artinya membaca. Membaca sebagai bagian dari proses untuk mendapatkan ilmu.

Hadis-hadis Rasulullah juga banyak jelaskan tentang bagaimana pentingnya menuntut ilmu. Bahkan proses menuntut ilmu menjadi suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan. Nabi juga bersabda "Jadilah kalian ulama yang saleh. Jika kalian tidak menjadi ulama yang saleh maka duduklah bersama para ulama. Dengarkanlah ilmu yang menunjukkan kalian kepada hidayah, menghalangi kalian dari keinginan."

Salah satu ulama pernah berkata,  "Barangsiapa yang mencintai ilmu,  maka keutamaan ilmu mengelilinginya." Ahli hikmah juga mengatakan "Barangsiapa mengelilingi ulama maka dia akan berwibawa. Maka barangsiapa yang bersahabat dengan orang bodoh maka dia hina."

Ada beberapa hal yang menyebabkan seseorang enggan untuk mencari ilmu. Diantaranya adalah bahwa dia menyangka ilmu itu adalah sesuatu yang sulit untuk diperoleh. Ditambah lagi adanya anggapan bahwa dirinya tidak mampu untuk mendapatkan ilmu itu karena merasa kurang cerdas dan kurang cerdik. Hal-hal seperti itu adalah merupakan alasan orang yang lemah karena mempercayai informasi sebelum diuji. Inilah merupakan suatu kesalahan dan kebodohan yang paling fundamental bagi seorang yang pesimis untuk mendapatkan ilmu.

Allah SWT memberikan karunia akal dan kecerdasan. Untuk mensyukuri nikmat karunia tersebut adalah mengasah akal dengan ilmu.

Kesehatan badan dan kelapangan waktu juga merupakan karunia yang tiada tara. Menghabiskan waktu dengan kesibukan menuntut ilmu adalah bentuk aplikasi rasa syukur atas karunia tersebut.

Sisi lain yang harus diketahui oleh penuntut ilmu adalah menanamkan niat yang benar. Diantaranya adalah bahwa: 

  • Seorang penuntut ilmu haruslah berniat untuk mendapatkan Ridha Allah SWT dalam menuntut ilmu. Bukan untuk yang lainnya, apalagi hanya untuk mendapatkan keuntungan duniawi semata. 

  • Seorang penuntut ilmu haruslah berniat untuk menghapus kebodohan dirinya dan segenap orang yang bodoh.

  • Seorang penuntut ilmu hendaknya berniat untuk menghidupkan agamanya dengan ilmu yang dimilikinya.

  • Seorang penuntut ilmu juga harus berniat untuk senantiasa melanggengkan Islam, meninggikan kalimat Allah.

ZAKAT ANTARA FUNGSI SOSIAL DAN IBADAH

Japar, M. Ag

Secara bahasa zakat berarti berkah, berkembang, suci, dan kebaikan. Menurut istilah syara' zakat berarti bagian tertentu dari harta yang telah diwajibkan oleh Allah untuk diberikan kepada mustahiq (yang berhak menerimanya. 

Zakat merupakan prinsip penting dalam ibadah dan sistem ekonomi Islam. Paling tidak ada dua fungsi utama zakat. Pertama, sebagai instrumen ibadah yang memberikan manfaat bagi muzakki (yang berkewajiban mengeluarkan zakat). Kedua, manfaat secara kolektif yang dirasakan oleh lingkungan yang menjalankan sistem zakat.
Sebagai fungsi ibadah dapat dirujuk melalui hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari, bahwa zakat merupakan salah satu bagian dari pilar rukun Islam. Demikian juga dalam surat at-Taubah ayat 103. Dalam ayat ini menjelaskan bahwa zakat merupakan ibadah yang dapat membersihkan harta dan jiwa muzakki.Ibadah zakat dalam Al-Qur'an selalu disandingkan dengan ibadah shalat. Ini menunjukkan betapa pentingnya ibadah zakat tersebut.

Fungsi zakat adalah membersihkan hati Muzakki dari sifat rakus, tamak dan kikir yang merupakan sifat hina serta menjadi watak manusia. Kalau ditelusuri lebih jauh, sifat kikir manusia muncul karena harta merupakan sesuatu yang sangat berharga  dan dicintai oleh manusia. Bahkan tidak jarang harta dijadikan sebagai "Tuhan". Kecintaan yang berlebihan terhadap harta mengundang rakus kedalam hati manusia. Rasulullah bersabda, "Seandainya manusia diberi satu lembah penuh dengan emas, ia tentu ingin lagi yang kedua. Jika ia diberi yang kedua, ia ingin lagi yang ketiga. Tidak ada yang bisa menghalangi isi perutnya selain tanah. Dan Allah Maha menerima taubat siapa saja yang mau bertaubat" HR. Bukhari.

Penunaian zakat sebagai bentuk rasa syukur atas harta yang dikaruniakan Allah kepada seorang muzakki, sekaligus menumbuhkan rasa optimisme bahwa hartanya akan semakin bertambah. Dalam QS. Ibrahim ayat Allah SWT berfirman, "jika kamu bersyukur niscaya akan Kami tambah (karunia tersebut) untuk mu"
Fungsi zakat secara kolektif dapat dilihat dari dua aspek. Aspek pertama, zakat sebagai salah satu bentuk interaksi sosial antara muzakki dengan mustahiq. 

Dalam konteks sosial masyarakat menurut Yusuf Qardhawi dalam bukunya Fikih Zakat,  mampu memberikan ikatan yang kuat antara orang kaya dengan masyarakat lingkungannya. Ikatan itu akan selalu dibingkai oleh cinta kasih serta dipadukan dengan sifat persaudaraan dan saling menolong. Ikatan tersebut bermuara pada terwujudnya rasa aman, tentram dan harmonis diantara mereka. Terwujudnya rasa aman, tentram dan harmonis menjadi prasyarat keberhasilan pembangunan ekonomi dan kemajuan negara.

Aspek kedua, pemberian zakat merupakan salah satu instrumen distribusi kekayaan dalam Islam. Dengan adanya zakat, maka distribusi harta tidak hanya terpusat pada orang-orang kaya saja, tetapi juga beredar di kalangan orang-orang yang tidak mampu atau serba kekurangan. Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya Allah mewajibkan mereka zakat atas harta mereka yang diambil dari golongan kaya mereka dan dikembalikan kepada fakir miskin" Muttafaq alaih.
Dengan adanya proses distribusi yang baik, maka akan memberikan dampak positif bagi perkembangan ekonomi baik secara mikro maupun makro.

Rivai dan Buchari dalam bukunya Islamic Economics menjelaskan bahwa dalam sistem zakat, proses dari zakat adalah mengalokasikan harta berdasarkan pada dua prinsip, yaitu dapat menghasilkan kesejahteraan dan menghasilkan tingkat pendapatan. Naiknya tingkat pendapatan mustahiq ini secara otomatis akan meningkatkan daya beli mustahiq. Distribusi zakat mendorong meningkatnya daya beli masyarakat mustahiq. Fungsi zakat secara mikro akan mampu mempengaruhi perilaku ekonomi mustahiq dan muzakki.

Fungsi zakat secara makro  mampu mendorong seseorang untuk mengelola dan memproduktifkan  harta yang dimilikinya. Secara agregat, hal tersebut mampu mendorong investasi. Dengan dipungutnya zakat terhadap kekayaan yang disimpan akan segera diaktifkan atau diinvestasikan. Dengan investasi ini akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Zakat merupakan kewajiban menyalurkan sebagian harta yang proses distribusinya  sangat dikaitkan  dengan usaha menurunkan tingkat kemiskinan.

Dalam realitas, banyak muzakki yang tidak faham manfaat dari zakat yang dikeluarkannya. Hal ini mungkin dikarenakan minimnya pengetahuan mereka tentang zakat, sehingga enggan membayar zakat. Suksesnya program zakat yang disyariatkan oleh agama dimulai dari kesadaran muzakki dalam mengeluarkan zakatnya, yang pada akhirnya masyarakat akan merasakan seberapa besar manfaat zakat yang dibayarkan. Sehingga buah dari zakat akan dapat dinikmati oleh muzakki berupa pahala yang berlipat ganda, aspek ekonomi dan sosial akan menampilkan wajah yang sumringah karena terciptanya masyarakat yang berkemampuan secara ekonomi serta gap antara miskin dengan kaya semakin sempit.

UBAN DAN KEIMANAN DENGAN HARI AKHIRAT

 


 Oleh : Japar, M.Ag

Suatu waktu Nabi Ya'kub memohon kepada Allah ta'ala agar mengutus tanda-tanda ajal pada dirinya kalau kematian itu sudah hampir tiba. Allah ta'ala mengijabah doanya.

Hari berganti , hari minggu berganti minggu, bulan berganti bulan tahun berganti tahun, windu berganti windu sementara uban-uban bermunculan di kepala Putra Ishaq itu. tiba-tiba datang si pencabut nyawa, malaikat Izrail.

Nabi Yakub: "Ada apa datang kemari?"

Malaikat Izrail: "Untuk melaksanakan perintah mencabut nyawamu."

Nabi Yakub: "Bukankah aku sudah berdoa kepada Allah dan doaku terkabul, bahwa menjelang kau melaksanakan tugasmu untukku, Allah akan mengirim tanda-tanda kepadaku?"

Malaikat Izrail menjawab: "Bukankah ubanmu itu sudah hampir memenuhi kepalamu? Itulah tanda-tanda kematian yang telah dikirim oleh Allah untukmu."


Gerbang Kehidupan 

Kematian merupakan salah satu episode perjalanan kehidupan berjalan kehidupan manusia yang dimulai dari alam rahim sampai ke alam akhir. Ketika melihat orang-orang yang ada di sekitar yang telah duluan mengalami kematian maka jelas sekali bahwa kematian merupakan hal yang sangat menakutkan. Bagaimana tidak ketika nyawa berpisah dari badan, maka tidak menunggu waktu yang lama terjadi proses perubahan secara fisik terjadi pada tubuh orang yang meninggal tersebut. Hanya dalam beberapa menit saja suhu tubuh menjadi begitu dingin kondisi organ-organ tubuh menjadi kaku. Berapa jam kemudian, dari tubuh muncul bau yang tidak sedap yang sangat menyengat hidung disertai dengan keluarnya cairan dari orang garongga yang ada pada tubuh manusia yang mati itu. Tidak hanya sampai di situ masih banyak lagi perubahan-perubahan yang sangat drastis terjadi pada fisik orang yang meninggal dunia.

Perubahan-perubahan yang lain juga terjadi secara cepat. Jasad yang sebelumnya berada di atas kulit bumi kemudian harus berpindah ke dalam perut bumi. Harta yang sebelumnya dinikmati kini harus berpindah kepada ahli waris. Selama ini mendapatkan kasih sayang secara fisik dari pasangan dan keluarga tapi ini semuanya harus berpisah tinggallah raga berada seorang diri di dalam tempat yang begitu menakutkan. Itulah proses kematian secara kasat mata. Namun dibalik itu proses kematian memiliki nilai yang sangat penting dari kacamata hakikat.

Kematian adalah pintu gerbang untuk meneruskan dan memasuki kehidupan yang baru yang lebih indah dan lebih berkualitas, karena kehidupan dan kenikmatan rohani, derajat dan kualitasnya lebih tinggi, ketimbang kenikmatan badan yang di durasinya sangat pendek dan fluktuatif. Para pegiat hakikat kematian adalah sesuatu yang ditambah-dambakan. Sehingga bagi mereka proses kematian bukanlah merupakan sesuatu yang menakutkan, tetapi menjadi sesuatu yang mesti dan yang diinginkan. Karena setelah proses berpindahnya nyawa dari jasad akan ada suatu kehidupan yang baru yang lebih baik dan lebih berkualitas serta namanya tidak sepanjang kehidupan di dunia. 

Syekh Siti Jenar mengatakan bahwa kematian adalah merupakan kehidupan yang sebenarnya. Kehidupan dunia diibaratkan seperti orang yang sedang tidur yang sibuk dengan mimpi-mimpinya. Setelah kematiannya maka ia akan tersadar bangun dari tidurnya bahwa dia sekarang berada dalam satu kehidupan yang hakiki. Karena setelah kematian merasakan kebebasan yang sebebas-bebasnya tanpa ada batas. Tidak seperti ketika sebelum kematian, waktu hidup di dunia, roh itu terikat dan terpenjara oleh jasmani.

Rukun Iman dan Kematian 

Syekh Ibrahim al-Laqqani berkata, 

وواجب إيمانا بالموت ويقبض الروح رسول الموت

Iman kita tentang kematian wajib adanya dan rasul al-maut yang akan menggenggam ruh itu.

Kepercayaan terhadap kematian yang terjadi pada setiap makhluk menjadi keyakinan setiap agama. Kecuali beberapa sekte seperti kafir Dahriyah dan kafir Thaba'iyah. Kedua sekte ini meyakini bahwa kematian dikarenakan kesalahan tabiat, bukan atas kekuasaan Allah.

Proses berpisahnya roh dengan jasad merupakan sakit yang paling parah sekaligus menjadi puncak kesedihan dan kesusahan. Oleh karena itu seorang yang beriman bersungguh-sungguh melakukan amal kebaikan agar bisa menemui ajal saat melakukan amal kebaikan sehingga roknya bisa keluar dengan mudah tanpa mengalami kesakitan. Melakukan amalan-amalan seperti bersiwak, shalat dua rakaat sesudah salat magrib, tidak pernah meninggalkan salat yang wajib, senantiasa menjaga wudhu merupakan ibadah yang dapat meringankan proses berpisahnya ruh dengan jasad.

Setelah berpisah ruh dengan jasad, maka saat itulah mulai berlaku hukum kehidupan akhirat. Periodisasi dan perjalanan kehidupan di akhirat begitu jelas dan gamblang tertera didalam sumber-sumber rujukan agama, yang semuanya menjadi hal yang mesti diimani pada waktu di dunia, dan dijalani ketika sudah masuk ke periodesasi akhirat.

Mengingat Mati

Imam Al Ghazali didalam masterpiece-nya, Ihya Ulumiddin, menulis satu kitab atau bab yang relatif lebih tebal dibandingkan dengan kitab atau bab-bab lain di dalam kitabnya tersebut. Dia memberi judul kitab dzikir maut atau metode menjemput maut.

Dalam kitab tersebut dijelaskan bahwa mati adalah suatu kepastian dan dialami setiap makhluk yang bernyawa. Namun apakah sukses dalam menjemput maut dan akhirnya mendapatkan posisi yang terbaik setelah mau. Atau sebaliknya bahwa kehidupan setelah berpisahnya roh dengan jasad akan menjadi suatu kehidupan yang sangat menyengsarakan. Sebab itu memanage hidup di dunia untuk mendapat kesuksesan hidup di akhirat menjadi sesuatu yang mesti. Jika dianalogikan sebuah perusahaan yang di menit dengan baik tentu saja akan menjadikan perusahaan tersebut menjadi perusahaan yang sukses maju dan berkembang. Demikian pula kehidupan akhirat tergantung kepada bagaimana kemampuan memanage kehidupan dunia. 

Orang yang mampu me-manage hidupnya demi untuk kebahagiaan akhirat merupakan orang yang paling cerdas. Tidak ada yang lebih cerdas daripada itu. Kesadaran bahwa ada kehidupan setelah kematian menjadi aktivitas sadar yang harus dilakukan.

Kesadaran-kesadaran yang seperti ini menjadikan manusia menjadi berbudi luhur di dalam kehidupannya. Segala aktivitas dan tindak-tanduknya senantiasa diorientasikan untuk kemaslahatan kehidupan pada saat sekarang dan kehidupan pada masa yang akan datang (akhirat). Orang yang memiliki keimanan terhadap hari akhirat bukan hanya mampu menjadikan dirinya menjadi seorang yang baik tetapi lebih daripada itu dia akan mampu menjadikan lingkungan dan alam sekitarnya menjadi baik.

Inilah di antara buah dari keimanan terhadap hari akhirat. Orang yang mempercayai kehidupan akhirat lagi di orang yang paling optimis di dalam hidupnya dan tidak pernah berputus asa.


IQAMAH PADA SHALAT JENAZAH, ADAKAH?

Oleh : JAPAR, M.AG

Dalam suatu pelaksanaan shalat jenazah, tiba-tiba ada terdengar suara pemberitahuan semacam perintah bahwa pelaksanaan shalat jenazah tidak memakai iqamah. Benar, sepanjang yang terdengar pada saat itu tidak ada suara atau panggilan apapun sebagai isyarat untuk memulai pelaksanaan shalat jenazah tersebut. Shalat  tersebut pun berjalan dengan lancar, sampai akhir.

Setelah keluar dari majelis pelaksanaan shalat jenazah tersebut tiba-tiba seseorang mendekati saya. Dia mengatakan, "Kok aneh, tidak ada seruan "as-shalatu jami'ah". Sehingga orang tidak tahu bahwa pelaksanaan shalat jenazah akan dimulai" Kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan, "Bagaimana menurut pendapat bapak?"

Ungkapan orang ini dapat dimaklumi, mungkin karena selama ini pelaksanaan shalat jenazah dimulai dari seruan yang diucapkan seseorang dengan lafadz ash-shalatu jami'ah sebanyak tiga kali yang disambung dengan ucapan rahimakumullah. Kemudian disambut oleh jamaah dengan lafaz "shalatu laa ilaha illallah muhammadur Rasulullah"

Mendapat pertanyaan seperti itu, saya pun sedikit kaget, karena tidak tahu mau jawab apa. Untuk sekedar menanggapi, saya menjawab dengan apa adanya, memang iqamah shalat jenazah itu tidak ada. Tetapi bukan tidak ada ungkapan atau seruan untuk memulai shalat tersebut. Hanya redaksinya saya lupa. Demikian saya menjelaskan kepada nya. Setelah itu dialog pun berhenti dan beralih pada tema yang lain. 

Di sepanjang perjalanan saya dari pertemuan dengan orang tersebut, pertanyaan itu menjadi uneg-uneg buat saya. Karena saya berfikir apakah penjelasan itu sudah benar atau tidak. Maka saya mencoba untuk membuka kembali buku-buku yang ada di lemari buku milik pribadi yang relatif sedikit. Tulisan berikut ini merupakan hasil perselancaran dilakukan pada rak kecil buku-buku tersebut.


Iqamah 

Dalam kajian fiqih pembahasan iqomah digabungkan dengan adzan. Sehingga di dalam kitab-kitab tersebut pembahasan tentang adzan dan iqamah selalu berbarengan.

Iqamah adalah bentuk masdar dari fi'il madhi lafadz aqama. Selanjutnya dijadikan nama sebuah dzikir tertentu karena sesungguhnya dzikir tersebut berfungsi untuk menjadikan shalat. (Fathul Qarib). 

Di dalam Minhajut Thalibin karya Imam Nawawi disebutkan bahwa adzan dan iqamah hukumnya Sunnah namun ada pendapat lain mengatakan fardhu kifayah.

Menurut Imam Syafii dan Hambali, lafaz iqamah sebanyak 11 kalimah yang tidak berulang, kecuali lafal "Qad qamatis shalah" diulang sebanyak dua kali. ,(Fiqhul Islam wa Adillatuhu, Wahbah Zuhaili,)

Adzan dan iqamah disyariatkan untuk shalat fardhu sementara, dalam shalat Ied dan semisalnya seruan untuk mengajak atau memulai melaksanakan salat menggunakan redaksi "ash-shalata jami'ah" artinya "mari shalat secara berjamaah". 

Di dalam Ensiklopedi Hukum Islam terbitan PT. Van Hoeve Baru juga dijelaskan bahwa dalam bahwa dalam shalat Ied tidak ada adzan dan Iqamah, sebagai gantinya adalah "ash-shalatu jami'ah".

Kalimat ash-shalata jami'ah,  kedua kata ini dibaca nashab (huruf akhir dari kedua kata tersebut dibaca dengan baris fathah/atas). Kata yang pertama sebagai ighra' (munada yang bernuansa menggerakkan), sementara yang kedua sebagai hal (keterangan). Demikian penjelasan yang terdapat dalam al-Mahalli karya Syekh Imam Jalaluddin al-Mahalli. Istilah ighra' dan hal ini terdapat di dalam ilmu nahwu atau tata bahasa Arab. 


Seruan ketika hendak melaksanakan shalat jenazah.

Bagaimana dengan seruan yang terdapat saat hendak melaksanakan shalat jenazah, seperti apakah tuntunannya? Dalam kitab Minhajut Tholibin tidak dijelaskan secara spesifik tentang persoalan shalat jenazah apakah menggunakan iqamah atau tidak.

Tetapi di dalam Hasyiah Al-Bajuri disebutkan : "Berbeda dengan shalat jenazah, maka tidak diseru baginya (shalat jenazah), kecuali jika dibutuhkan. Maka dilantunkan الصلاة على من حضر من اموات المسلمين (Mari shalat atas mayat yang hadir dari orang-orang muslim yang meninggal dunia)". Dari keterangan ini dapat dipahami bahwa seruan ketika hendak melaksanakan shalat jenazah,  jika dibutuhkan,  bukan menggunakan redaksi "ash-shalata jami'ah". 



Pajak Sore, 20 Januari 2023

Jafar, M.Ag


SHALAT TARAWIH DAN PERNIK-PERNIKNYA

JAPAR, M.Ag


Shalat tarawih adalah merupakan shalat semuanya khusus dilaksanakan pada malam bulan Ramadhan. Dasar hukum bagi pelaksanaan shalat tarawih adalah sebagaimana yang terdapat di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari. Dalam hadis itu diterangkan bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam pada suatu malam Ramadan keluar mengerjakan shalat di masjid. Lalu beberapa orang laki-laki turut melaksanakan salat mengikuti shalatnya Rasulullah shalallahu wassalam. Kemudian hal tersebut diceritakan oleh para sahabat pada pagi harinya. Maka pada malam kedua bertambah banyak orang yang turut melaksanakan salat mengikuti Nabi shallallahu alaihi wasallam di masjid tersebut. Kejadian tersebut diceritakan mereka juga pada pagi-pagi hari. Maka pada malam yang ketiga semakin banyak orang yang ikut shalat. Pada malam keempat semakin banyak lagi orang menghadiri sehingga masjid itu tidak mau lagi. Akan tetapi nabi tidak keluar ke masjid pada malam itu hingga waktu subuh. Setelah selesai shalat subuh, Nabi Muhammad shallallahu wa sallam menerangkan kepada orang banyak bahwa ia mengetahui hal tersebut. Akan tetapi ia tidak keluar mengerjakan shalat bersama-sama dengan para sahabat karena takut shalat itu  diwajibkan Allah kepada mereka, sedangkan mereka tidak sanggup mengerjakannya. Demikianlah kejadian tersebut hingga Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Ia tidak pernah keluar lagi melaksanakan shalat tersebut berjamaah dengan orang-orang banyak yang berada di masjid.

Setelah Nabi Muhammad shalallahu alaihi wassalam wafat, Abu bakar diangkat menjadi khalifah. Mengenai shalat tersebut berlaku pada zaman Nabi shallallahu alaihi wasallam ketika Abu Bakar tidak pernah mengerjakannya berjamaah dengan orang banyak di masjid. Kemudian Abu Bakar wafat,  lalu Umar Bin Khattab diangkat menjadi khalifah. Mengenai hal itu berlaku pada zaman seperti zaman Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam dan Abu bakar juga. Umar Bin Khattab tidak pernah mengerjakannya berjamaah dengan orang banyak di masjid.

Dalam kitab al-Muwaththa' yang ditulis oleh Imam Malik disebutkan bahwa Rasulullah shalallahu wassalam wafat, hal itu seperti demikian juga.  Kemudian hal itu seperti demikian juga pada masa Khalifah Abu bakar dan permulaan masa Khalifah Umar Bin Khattab.


Jumlah Rakaat Shalat Tarawih

Menurut penyelidikan para ahli hadis keterangan yang kuat dan tegas tidak dijumpai menyatakan jumlah rakaat salat yang dikerjakan nabi pada beberapa malam bulan Ramadan seperti yang diceritakan di hadits Aisyah di atas.


Di dalam kitab Nailul Authar yang ditulis oleh asy-Syaukani disebutkan: diriwayatkan oleh Muhammad bin Nashr dari jalan Atha'  katanya :  "Aku dapati mereka (para sahabat-sahabat nabi) pada bulan Ramadan salat dua puluh  rakaat dan tiga rakaat witir".


Ibnu Abbas juga meriwayatkan sebuah hadits yang berbunyi: "Adalah Nabi shallallahu alaihi wa sallam shalat pada bulan Ramadhan dengan tidak berjamaah 20 rakaat dan witir. (Hadits riwayat Al Baihaqi).


Imam Syafi'i mengatakan: "Aku melihat mereka di Madinah mengerjakan dengan 39 rakaat,  dan yang lebih kusukai 20 rakaat karena ia telah diriwayatkan dari Umar dan seperti demikian juga yang dikerjakan di Mekah dan mereka mengerjakan witir tiga rakaat" (lihat Al-Umm)


Sahabat-sahabat Nabi shallallahu alaihi wasallam telah mengerjakan shalat tarawih di Madinah, di masjid ibu kota negara Islam, dengan 20 rakaat.  Tidak ada seorang sahabat nabi yang membantahnya, baik pada ketika itu maupun kemudiannya. Bahkan mereka turut pula melaksanakannya. Pada ketika itu Umar Bin Khattab sebagai khalifah masih hidup Utsman bin Affan dan Ali Bin Abi Thalib yang kemudian keduanya menjadi khalifah juga masih hidup. Ketiganya termasuk Khulafaur Rasyidin yang diperintahkan oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam berpegang kepada sunnahnya.


Dalam mazhab Imam Syafi'i, yang banyak dianut oleh masyarakat Indonesia, persoalan jumlah rakaat shalat tarawih sudah final, yaitu dua puluh rakaat. Maka tidak heran jika kita mendengar seruan untuk memulai shalat tarawih dibacakan oleh Bilal "shalatat tarawihi 'isyriina rakaatan jami'atan rahimakumullah" (Ayo melaksanakan shalat tarawih dua puluh rakaat secara berjamaah, semoga Allah merahmati kamu)


Shalat yang dilakukan oleh para sahabat pada malam bulan Ramadan itu disebut dengan salat tarawih. Hal ini dikarenakan orang-orang melakukan shalat tersebut biasanya beristirahat setelah melaksanakan 4 rakaat.


Tata Cara Pelaksanaan Shalat Tarawih

Pelaksanaan shalat tarawih itu adalah dilakukan pada bulan Ramadan. Waktunya adalah di antara salat isya dan salat fajar. Ia dilaksanakan sebelum melakukan salat witir.


Shalat tarawih dilaksanakan dua rakaat-dua rakaat. Maksudnya, setiap gerakan ditutup dengan salam.  Cara ini sesuai dengan maksud hadis: "shalat malam itu dua rakaat dua rakaat".



Tidak ada perbedaan cara pelaksanaan shalat tarawih dengan shalat lainnya. Namun demikian, perlu diperhatikan niat shalat tersebut dengan baik. Maksudnya, niat salat tarawih mesti  dengan ta'yin yakni adanya penegasan bahwa orang yang salat tersebut melaksanakan salat tarawih atau shalat qiyamu Ramadhan.  Oleh sebab itu tidak sah salat tarawih dengan niat salat nawafil  atau sunnah mutlak.


Lafadz Niat Shalat Tarawih

Lafaz niat shalat tarawih adalah sebagai berikut : 

اصلي سنة التراويح ركعتين اماما / امامة/ مأموما /  مأمومة  لله تعالى

Artinya: "Sengaja aku shalat sunnah tarawih dua rakaat menjadi imam (laki-laki) / Imam (perempuan) /  makmum (laki-laki) / makmum ( perempuan) karena Allah ta'ala".


Shalat Sunnah tarawih dilaksanakan secara berjamaah dan sah dilaksanakan secara sendirian.


Zikir-zikir yang dilaksanakan di sela-sela pelaksanaan shalat tarawih.

Tidak ada ketentuan yang pasti tentang bacaan atau dzikir-dzikir yang di ucapkan di sela-sela salat tarawih. Namun demikian perlu diperhatikan bahwa jika dzikir atau bacaan-bacaan yang dibaca hendaklah menuju kepada ketentuan zikir-zikir yang utama dibaca pada bulan Ramadan.


Koreksi Bacaan Bilal

Dalam pelaksanaan shalat tarawih, ada bacaan bacaan umum yang dibaca oleh Bilal yang kemudian juga diikuti oleh makmum. Namun dalam bacaan-bacaan tersebut ditemukan sejumlah kejanggalan, kekhilafan. Dalam hal ini,  Prof. Dr.  H. Ramli Abdul Wahid MA, dalam bukunya FIKIH RAMADHAN, telah mengumpulkan beberapa bacaan yang janggal sehingga harus dikoreksi, diantaranya :

  1. Bilal sering membaca "ash-shalatut tarawih atsabakumullah" padahal yang benar adalah "shalatat tarawih asabakumullah" Sebab, lafal "shalat" tidak boleh dipakaikan alif-lam dalam kalimat ini karena ia sebagai mudhaf (disandarkan) kepada kata sesudahnya. Dalam pada itu seyogyanya "shalat" dibaca bukan dengan baris dhammah (depan), sebab maknanya tidak relevan dan tidak bisa dipahami maksudnya jika dilakukan demikian. Bacaan yang benar adalah dengan memberikan baris fathah (baris atas), yakni memposisikannya sebagai maf'ul bih  (objek) dari kata "aqiimu" yang dibuang (mahzuf). Dengan demikian maka sempurnalah artinya, "dirikan kamulah shalat tarawih, semoga Allah memberikan pahala kepada kamu".

  2. Setelah Bilal mengucapkan "shalatut tarawih …..dan seterusnya. Jama'ah menjawab "Shalatu lailahailallah muhammadur rasulullah". Sebaiknya di jawab dengan kalimah "la Haula wala quwwata illa Billah" 

  3. Kebanyakan Bilal membaca "Al-Khalifatul ula, al-Khalifatu saniatu, al-Khalifatus tsalitsatu dan al-Khlifatur rabi'atu". Seyogyanya yang terbaik adalah Al-Khalifatul awwalu, Al-Khalifatu tsani,, Al-Khalifatus tsalitsu, al-Khalifatur rabi'u,  sebab khalifah yang empat itu berjenis kelamin laki-laki bukan perempuan. Kemudian "ta marbutoh" pada kata khalifah  bukan menunjukkan jenis perempuan atau ta' ta'nits (perempuan) tetap lil mubalaghah (eksesif, pembobotan). 

  4. Tidak sedikit bilal yang latah dengan mengeraskan suara ketika takbir intiqal (perpindahan rukun) fi'li, padahal suara takbir Imam dapat didengar oleh seluruh jamaah baik karena masjidnya tidak terlalu besar atau karena sudah menggunakan pengeras suara. Bilal sunah mengeraskan suaranya menyambung suara takbir Imam apabila memang dibutuhkan ketika suara imam tidak kedengaran oleh seluruh makmum. 

Wallahu a'lam.
Tulisan ini pernah di beberapa blog.

SHIBGHAH DAN WIJHAH ALWASHLIYAH

Oleh: Dr. H. M. Rozali, MA

A. Pendahuluan

Manusia terbaik adalah manusia yang lahir dan batinya telah tercelup dengan Shibghah Allah. Akidah Islam adalah larutan pencelup yang akan mewarnai akal, hati dan emosi manusia terbaik. Sehingga cara berfikir, berkeyakinan dan bersikapnya hanya diwarnai dengan satu warna yang tegas yaitu Tauhid. Syariat Islam adalah larutan pencelup yang akan mewarnai perbuatan atau langkah manusia terbaik. Sehingga perbuatannya hanya diwarnai dengan satu warna yang jelas yaitu Syariat. Terbitlah manusia terbaik dalam bimbingan wahyu Ilahi, yaitu manusia yang memiliki satu warna yaitu Islam.

Begitu juga dengan para kader Al Washliyah yang telah dilahirkan dari rahim organisasi ini adalah manusia-manusia terbaik yang mampu membawa Shibghah Al Washliyah dalam kehidupan pribadi, keluarga maupun masyarakat luas. Shibghah inilah yang akan membedakan siapa kader militan dan loyal terhadap organisasi Al Washliyah, karena shibghah ini sudah melekat pada dirinya dan mengalir dalam darah hijaunya. 

Karena sudah merupakan jati diri dan dianggap penting maka Dewan Fatwa Pengurus Besar Al Jam’iyatul Washliyah merumuskan Shibgah Al Washliyah yang merupakan ciri dari para kader Al Washliyah. Rumusan shibghah yang terbaru diputuskan pada sidang Dewan Fatwa Al Washliyah di arena Musyawarah Kerja Nasional Al Washliyah I pada tanggal 30 Januari sampai 1 Februari 2020 di Bogor.

Pertanyaan yang paling menarik untuk dibahas adalah bagaimana implementasi pengamalan shibghah ini dikalangan kader dan anggota Al Washliyah? Melihat banyaknya ketidaksingkronan pengamalan dari pada shibghah, wijhah dan khittah Al Washliyah dengan pengamalan dalam menjalankan eksistensi organisasi ini terutama pada lembaga pendidikan.

B. Shibgah Al Jam’iyatul Washliyah

Shibghah secara bahasa berarti celup, warna, dan kepribadian. Iman kepada Allah tanpa disertai kemusyrikan. Sedangkan shibghah Al Washliyah dimaksudkan sebagai ciri-ciri yang menjadi jati diri dan kepribadian anggota, kader, dan para pemimpin Al Washliyah.

Pada dasarnya manusia itu tidak hanya dicelup oleh satu warna saja, tetapi beragam. Warna-warni itu dapat dilihat dari firman Allah SWT:

... وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ صِبْغَةً...

Artinya: Dan siapakah yang lebih baik shibghahnya (selain) daripada Allah?

 

Sebagaimana tujuan Allah menciptakan manusia, yaitu agar manusia menjadi hamba Allah yang sukses dalam mempersembahkan pengabdiannya kepada Allah. Maka hanya manusia yang sudah ter-shibghah dengan shibghah Allah-lah yang akan mampu dan sanggup menjadi hamba Allah.

...وَنَحْنُ لَهُ عَابِدُونَ.

Artinya: Dan hanya kepada-Nya-lah kami menyembah.

 

Begitu juga dengan anggota dan kader Al Washliyah, yang barangkali tidak hanya tercelup oleh satu warna Al Washliyah saja. Hal ini bisa terjadi karena banyak mengikuti organisasi lain dan sebagainya. Warna ini terkadang ikut mewarnai kepribadiannya di saat sudah memimpin lembaga pendidikan Al Washliyah. Warna ini bisa berdampak positif dan bisa juga berdampak negatif.

Akan tetapi ada juga kader Al Washliyah yang tidak melarutkan diri dalam shibghah Al Washliyah. Sehingga menjadi manusia yang ingkar kalau dalam bahasa Alquran, manusia yang tidak mengikuti shibghah Allah digolongkan sebagai kafir. Tidak bertauhid dan tidak mau diatur oleh aturan Islam. Manusia seperti ini adalah manusia yang membenci Islam, anti-Islam bahkan phobia Islam.

Dalam kehidupan sehari-hari tidak ada salahnya untuk menjalin hubungan dengan berbagai organisasi, selain bertujuan untuk menjalin silaturrahim juga untuk membangun relasi. Akan tetapi sedikit akan menjadi rancu kalau berbagai warna ini ikut terbawak ke dalam organisasi Al Washliyah terutama ketika menjadi seoarang guru, pimpinan lembaga pendidikan maupun pimpinan organisasi ini. 

Sebab kondisi seperti ini sama dengan mencampuradukan berbagai warna dalam lahir dan bathinya, sehingga menjadi manusia yang pecah kepribadiannya atau berkepribadian ganda. Sebagai contoh manusia yang mengaku agamanya Islam, tetapi cita-citanya kapitalisme atau sosialisme; Agamanya Islam, tetapi tidak mau diatur oleh hukum Islam bahkan phobia Islam; Agamanya Islam, tetapi pemimpinnya bukan orang Islam yang tunduk pada ketentuan Allah; Agamanya Islam, tetapi anti Islam.

Hari ini Al Washliyah memerlukan anggota, kader dan pimpinan lembaga pendidikan yang benar-benar telah ter-shibghah oleh shibghah Al Washliyah, bukan hanya kepribadian akan tetapi hati dan pikirannya. Kader yang selalu berpikir untuk Al Washliyah, cinta dengan Al Washliyah, cita-citanya memajukan dan mengembangkan Al Washliyah, menjalankan ketetapan dan aturan-aturan yang berlaku di Al Washliyah, pemimpin-pemimpinnya menjadi tauladan dan panutan bagi anggota dan kader Al Washliyah, perjuangannya perjuangan suci Al Washliyah yang tidak mengharap imbalan dan pujian dari manusia, Al Washliyah seratus persen. Inilah anggota, kader dan pimpinan organisasi Al Washliyah yang telah ter-shibghah dengan shibghah Al Washliyah.

Berikut ini adalah hasil rumusan tentang Shibghah Al Washliyah yang diputuskan Dewan Fatwa Al Washliyah:

1. Istiqomah, yaitu pendirian yang teguh, kokoh dan tidak berubah sedikitpun oleh kesulitan dan tantangan dalam menegakkan tauhid yang benar dan memperjuangkan tujuan Al Washliyah.

2. Kesalehan, yaitu tetap berbuat yang baik kapan dan di mana saja, baik dalam ibadah maupun dalam muamalah, sehingga terciptalah kesalehan ritual, intelektual, dan sosial.

3. Shilah, yaitu senantiasa memelihara hubungan dengan Allah, dan hubungan dengan manusia.

4. Akhlakulkarimah, terhadap Allah, dan pergaulan sesama manusia, hubungan dengan makhluk lain dan lingkungan hidup.

5. Mujahadah, yaitu berbuat dan bekerja keras dalam mewujudkan tujuan Al Washliyah.

6. Madaniah, yaitu upaya dalam mengembangkan ilmu, politik, sosial, dan ekonomi untuk kesejahteraan umat.

 

Salah satu agenda penting yang selalu dibahas dalam muktamar adalah masalah pendidikan. Al Washliyah yang fokus pada pendidikan, dakwah dan sosial merasa perlu mengevaluasi sistem pendidikan sesuai dengan tuntutan zaman. “Kita ingin mengembalikan shibghah pendidikan Al Washliyah”.

Sejauh ini di lembaga pendidikan Al Washliyah masih banyak siswa yang kurang mendapat porsi pendidikan karakter melalui pendidikan agama. Jika dibandingkan dengan alumni sekolah dan madrasah Al Washliyah pada masa lalu lebih menguasai kitab kuning di samping penguasaan ilmu-ilmu modern. Berbeda dengan kondisi hari ini yang sangat mengkuatirkan bahwa para siswa Al Washliyah kesulitan untuk memahami kitab kuning dan mengikuti seleksi perguruan tinggi Islam seperti di Universitas Al Azhar, Mesir.

Fenomena munculnya generasi bebas di tengah masyarakat sedikitnya berimbas kepada kehidupan pelajar maupun kader Al Washliyah, hal ini terjadi karena tidak memiliki ikatan spiritual yang kuat. Pengurus Besar Al Washliyah sangat mengharapkan ada alokasi waktu untuk penambahan muatan pelajaran agama “Kami usulkan agar ada penambahan alokasi waktu untuk pelajaran agama di sekolah”.

Selain pelajaran yang bermuatan agama Islam juga perlu ditingkatkan pengenalan terhadap shibghah Al Washliyah, hal ini dianggap penting karena bertujuan sebagai usaha peningkatan kualitas tenaga pendidik di lembaga pendidikan Al Washliyah yang mencapai 1200 lembaga pendidikan mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi.

Peserta didik hari ini adalah kader Al Washliyah yang akan menjadi pemimpin organisasi dan lembaga pendidikan Al Washliyah pada masa yang akan datang. Jika tidak diberikan pengenalan dan pemahaman terhadap shibghah Al Washliyah maka ini akan menjadi suatu masalah besar. Akan banyak pimpinan lembaga pendidikan Al Washliyah yang mengaku sebagai kader Al Washliyah dan pernah menimba ilmu di berbagai lembaga pendidikan Al Washliyah. Tapi dalam dirinya tidak mengalir darah Al Washliyah yang terpancar dari pengamalan shibghah Al Washliyah.

 

C. Wijhah Al Jam’iyatul Washliyah

Wijhah secara bahasa diartikan sebagai arah dan tujuan. Setiap umat memiliki wijhah tersendiri. Secara istilah wijhah adalah perbedaan millah (agama) bagi setiap kaum Yahudi dan Nasrani. Setiap para nabi mempunyai satu wijhah yang sama, yaitu Islam. Sekalipun berbeda dalam sisi yuridis (hukum), sebagaimana dimaksud firman Allah SWT: 

...وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا...

Artinya: …Untuk tiap- tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang...

 

Tujuan merupakan sesuatu yang ingin dicapai, misalnya belajar bertujuan untuk memperoleh ilmu. Tujuan hidup kita antara lain untuk mendapatkan kebahagian di dunia dan akhirat. Begitu juga dengan organisasi Al Washliyah, berdirinya organisasi ini memiliki tujuan yang sangat mulia. Tujuan utama pendirian Al Washliyah ialah berusaha menunaikan tuntunan agama Islam.

Dari tujuan tersebut maka dirumuskan beberapa program kerja berdasarkan kesepakatan bersama yang meliputi bidang dakwah, pendidikan, jurnalistik, perpustakaan, fatwa, kaderisasi dan sosial. Untuk merealisasikan tujuan pendidikan tersebut Al Washliyah menyediakan lembaga formal dan memiliki kurikulum pendidikan yang jelas.

Dalam anggaran dasar Al Washliyah pasal 4 disebutkan ada tiga tujuan Al Washliyah, yaitu:

  1. Mengamalkan ajaran Islam untuk kebagiaan dunia dan akhirat.

  2. Mewujudkan masyarakat yang beriman, bertaqwa, aman, damai, adil, makmur dan diridhai Allah SWT dalam negara kesatuan Republik Indonesia yang berasaskan Pancasila.

  3. Menumbuhkan gairah dan dorongan yang kuat dalam masyarakat Indonesia untuk turut berperan serta secara aktif dalam pembangunan nasional.

 

Mengamalkan ajaran Islam merupakan kewajiban yang bagi setiap sosok dan pribadi Muslim. Karena itu ajaran Islam harus dilaksanakan secara baik, agar kita terbebas dari azab yang Maha Pedih (api neraka). Dengan demikian akan terwujudlah suatu kebahagiaan yaitu bahagia di dunia dan bahagia di akhirat.

Tujuan berikutnya mewujudkan masyarakat yang beriman, bertaqwa, aman, damai, adil dan makmur dengan ridha Allah SWT. Untuk mewujudkan hal ini Al Washliyah dengan segenap warganya harus melaksanakan perintah Allah secara benar, mengamalkan ajaran Islam secara kaffah (lengkap). Di samping itu harus menghindarkan hal-hal yang bertentangan dengan ajaran agama, meninggalkan segala yang dilarang oleh Allah SWT, bersikap saling kasih dan mengasihi, cinta akan damai, tidak menciptakan konflik dan permusuhan dengan siapapun.

Pemimpin organisasi dan lembaga pendidikan Al Washliyah harus dapat menjadi contoh dan tauladan bagi anggotanya (para jamaahnya), mengemban amanah secara baik, bersikap adil dan bijaksana dalam memutuskan suatu hukum atau peraturan. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT:

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ...

Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil… 

 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا 

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.

 

Ayat ini memerintahkan kepada para penguasa atau pemangku jabatan yang berwenang dalam menetapkan suatu hukum agar menetapkan hukum secara adil, walau terhadap individu atau kelompok yang berseberangan pendapat dengan mereka, kerena keadilan mendekatkan pelakunya kepada ketakwaan. Objektifitas pemimpin menjadi bagian penting dalam memutus perkara. Ketika perkara diputus dengan pertimbangan matang, keadilan dapat ditegakkan.

Untuk menumbuhkan gairah dan dorongan yang kuat dalam masyarakat Indonesia agar dapat berperan aktif dalam mengisi pembangunan nasional diperlukan suatu kegiatan dan usaha organisasi yang dapat menunjang terciptanya tujuan tersebut.


D. Kembali Kepada Khittah Al Jam’iyatul Washliyah

Secara bahasa, kata khittah berasal dari bahasa Arab yang berarti rencana, jalan, atau garis. Khittah juga dapat diartikan sebagai rencana, jalan, atau garis perjuangan dalam mewujudkan misi dan cita-citanya.

Sebagai kader yang masih memiliki idealisme dan kemurnian cita-cita membangun bangsa dan agama melalui Al Washliyah, tentunya sangat prihatin melihat kondisi Al Washliyah saat sekarang ini. Eksistensi Al Washliyah semakin tidak jelas bagaikan berada di sebuah “Persimpangan Jalan”. Ketidakjelasan ini tentunya disebabkan oleh kader-kader Al Washliyah yang tidak lagi memiliki idealisme dan kemurnian cita-cita menjadi central figure di tubuh organisasi. Kader-kader Al Washliyah hari ini lebih memfokuskan Al Washliyah sebagai objek “For Sale” padahal Al Washliyah itu subjek “Not for Sale”.

Sudah barang tentu hal ini lebih menguntungkan pribadi atau kelompok tertentu. Padahal cita-cita Al Washliyah adalah mengemban misi keummatan (lebih mengedepankan kepentingan umat atau limashlahatilummat). Artinya, bukan mengatasnamakan umat untuk menjual Al Washliyah tetapi optimalisasi potensi umat melalui Al Washliyah.

Seyogyanya para kader Al Washliyah yang menjadi leader (pemimpin) baik organisasi mapun lembaga pendidikan menjadi qudwah al-ummah (teladan umat) dan tetap di wilayah perjuangan keummatan (Society Centris) bukan malah sebaliknya hanya berada pada wilayah kekuasaan (State Centris) dengan interest-interest (kepentingan-kepentingan) tertentu. Terutama para ulama Al Washliyah yang merupakan sosok informal leader yang mengakar dan diterima masyarakat luas. Mereka menjadi simbol kekuatan sekaligus penyambung lidah masyarakat dan juga aktor pemberdayaan potensi keummatan. Fungsi mereka sangat mendasar, yaitu sebagai kekuatan pengimbang, mengontrol dan menahan potensi intervensionis dan otoriter negara (Balancing Force) dan kekuatan reflektif, memelihara kohesi sosial dan mengelolah potensi konflik internal masyarakat (Reflective Force).

Dengan demikian, misi keummatan Al Washliyah mampu dioptimalkan. Agar organisasi Al Washliyah tidak berada dalam kebingungan gelombang berjalan tidak tentu arah, maka sudah seharusnya segera berbenah dan kembali kepada visi keummatan. Menyusun kembali planning dalam memajukan Al Washliyah ke depan. Lebih terpat dikatakan kembali pada Khittah Al Washliyah.

Ada beberapa point yang bisa kita renungkan untuk menghidupkan kembali ghirah perjuangan Al Washliyah ke depan. Paling tidak, Al Washliyah lebih mampu lagi menunjukkan kiprah dan karya nyatanya membenahi moralitas umat dan mengisi pembangunan bangsa ini di berbagai bidang, yang meliputi: pendidikan, ekonomi, sosial-budaya, keagamaan dan lain-lain. 

Point-point itu merupakan pengejawantahan dari cita-cita the founding fathers Al Washliyah, antara lain adalah: Pertama, perjuangan suci. Membangun Al Washliyah memang harus dengan perjuangan. Dalam setiap perjuangan harus ada pengorbanan. Bersedia berkorban (tenaga, pikiran, materi bahkan jiwa) adalah indikasi kesucian perjuangan. Mengikhlaskan hati semata-mata hanya karena Allah adalah pintu gerbang dalam perjuangan. Ikhlas itu bukanlah akhir dari kemandegan umat Islam. Ikhlash adalah totalitas pengabdian kepada Allah SWT. Konsekuensinya: jalan kemudahan, terbukanya pintu rizki dan indikasi kebahagiaan lainnya.

Kedua, jangan suka melupakan sejarah. Hari ini banyak orang yang besar (popular) karena Al Washliyah, tapi ia sendiri lupa kepada Al Washliyah yang telah membesarkannya. Ketika seseorang memasuki wilayah politik praktis untuk menjadi eksekutif atau pun legislatif maka ia akan mengatakan bahwa “ia adalah salah satu kader Al Washliyah untuk mendapatkan dukungan dari keluarga besar Al Washliyah yang telah tersebar di seluruh penjuru negeri ini”. Namun, setelah ia duduk di kursi yang diidamkan “apa yang sudah diberikan untuk kemajuan Al Washliyah?”. Jangankan memberikan bantuan malah “merongrong” dengan mengembangkan sikap otoriter, sewenang-wenang dan lain-lain.

Ketiga, membina moralitas ukhuwah. Paling tidak, ada beberapa langkah yang harus kita tempuh: a) Berangkat dari kepentingan umat (mashlahatul ummat) bukan kepentingan pribadi atau kelompok. Sehingga siapapun yang memimpin organisasi akan disikapi secara lapang dada selagi kapabilitasnya terpenuhi dan sesuai dengan rambu-rambu organisasi; b) Saling bahu membahu antara satu dengan lainnya dengan mengedepankan persamaan dan arif dalam menyikapi perbedaan yang muncul; c) Bersikap terbuka terhadap kritik yang konstruktif; d) Beranjak dari tekad dan tujuan yang sama untuk membangun Al Washliyah.

Keempat, menumbuhkan sense of belonging (rasa memiliki) dan sense of responsibility (rasa tanggung jawab). Bila sudah tertanam rasa memiliki maka akan mewujudkan tanggung jawab. Jikalau kita punya sesuatu maka kita akan menjaga, memeliharanya agar tidak rusak, diganggu dan hal-hal yang mafsadat lainnya. Bila kita merasa memiliki Al Washliyah maka kita akan memeliharanya. Jangan sampai nama Al Washliyah tercoreng di tengah umat hanya gara-gara kita, memanfaatkan namanya. Seperti pepatah: “karena nila satu titik, rusak susu satu belanga”. Tanggung jawab sebagai kader Al Washliyah cukup besar. Untuk itu, jangan berkata bahwa kita kader Al Washliyah kalau tidak bisa menjalankan amanah dan bertanggung jawab terhadap tugas yang dibebankan kepadanya.

Kelima, inovasi. Akhirnya, kembali kita harus memotivasi diri dengan Apa yang sudah saya berikan untuk Al Washliyah? Berbuat dengan karya nyata sesuai dengan bidang masing-masing. Kader Al Washliyah yang di lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, tenaga profesi: guru/dosen, dokter dan lain-lain harus memberikan yang terbaik dengan menebar manfaat buat umat Islam. Paling tidak, menjadi qudwah (tauladan) di lingkungan kerja kita masing-masing.

Keenam, warga Al Washliyah harus satu langkah dalam mengoptimalkan kekuatan ummat Islam demi terwujudnya kemaslahatan ummat Islam itu sendiri. Ke depan, umat Islam harus lebih cerdas, lebih dewasa, lebih tegas, lebih arif dalam menentukan arah kehidupan dan menyikapinya.

Akhirnya seluruh kader Al Washliah harus benar-benar memahami apa shibghah, wijhah dan khittah Al Washliyah. Karena banyak hal-hal yang dilakukan oleh para kader dan simpatisan Al Washliyah, jauh dari pada khittah Al Washliyah itu sendiri.


E. Penutup

    Untuk menjaga kesinambungan cita-cita dan estafet perjuangan suci para pendiri Al Washliyah, maka pengkaderan merupakan suatu kewajiban. Kader-kader militan dan loyal pada organisasi hanya mampu dilahirkan melalui tauladan. Ketauladan para guru, pimpinan lembaga pendidikan dan pimpinan organisasi Al Washliyah. Perbaikan dalam struktur organisasi menjadi solusi, berbenah diri untuk menjadikan Al Washliyah lebih baik dan elegan pada masa yang akan datang. Mengembalikannya kepada khittah dasar adalah salah suatu kemestian untuk mengatasi krisis Al Washliyah. Sudah saatnya kita selaku kader Al Washliyah selalu mengevaluasi dan memotivasi diri untuk berbuat yang terbaik, bukan malah sebaliknya memanfaatkan Al Washliyah hanya untuk kepentingan sesaat yang sifatnya individual, sektarian ataupun lokal. Perwujudan kaffah untuk kemaslahatan umat harus kita mulai dari sekarang, mulai dari hal yang sekecil-kecilnya, dan mulai dari diri sendiri. “Hiduplah Al-Washliyah Zaman Berzaman”.

DAFTAR PUSTAKA



Rozali, Muhammad. Tradisi Keulamaan Al Jam’iyatul Washliyah Sumatera Utara. Yogyakarta: LKiS, 201


Syahrul AR El Hadidhy, dkk, Mata Pelajaran Pendidikan Ke Al Washliyahan 1, Medan: Majelis Pendidikan dan Kebudayaan Al Jam’iyatul Washliyah Sumatera Utara, 2005.


https://univalabuhanbatu.wordpress.com.


https://analisadaily.com. 


http://kabarwashliyah.com.


https://republika.co.id.