Oleh: Dr. H. M. Rozali, MA
A. Pendahuluan
Manusia terbaik adalah manusia yang lahir dan batinya telah tercelup dengan Shibghah Allah. Akidah Islam adalah larutan pencelup yang akan mewarnai akal, hati dan emosi manusia terbaik. Sehingga cara berfikir, berkeyakinan dan bersikapnya hanya diwarnai dengan satu warna yang tegas yaitu Tauhid. Syariat Islam adalah larutan pencelup yang akan mewarnai perbuatan atau langkah manusia terbaik. Sehingga perbuatannya hanya diwarnai dengan satu warna yang jelas yaitu Syariat. Terbitlah manusia terbaik dalam bimbingan wahyu Ilahi, yaitu manusia yang memiliki satu warna yaitu Islam.
Begitu juga dengan para kader Al Washliyah yang telah dilahirkan dari rahim organisasi ini adalah manusia-manusia terbaik yang mampu membawa Shibghah Al Washliyah dalam kehidupan pribadi, keluarga maupun masyarakat luas. Shibghah inilah yang akan membedakan siapa kader militan dan loyal terhadap organisasi Al Washliyah, karena shibghah ini sudah melekat pada dirinya dan mengalir dalam darah hijaunya.
Karena sudah merupakan jati diri dan dianggap penting maka Dewan Fatwa Pengurus Besar Al Jam’iyatul Washliyah merumuskan Shibgah Al Washliyah yang merupakan ciri dari para kader Al Washliyah. Rumusan shibghah yang terbaru diputuskan pada sidang Dewan Fatwa Al Washliyah di arena Musyawarah Kerja Nasional Al Washliyah I pada tanggal 30 Januari sampai 1 Februari 2020 di Bogor.
Pertanyaan yang paling menarik untuk dibahas adalah bagaimana implementasi pengamalan shibghah ini dikalangan kader dan anggota Al Washliyah? Melihat banyaknya ketidaksingkronan pengamalan dari pada shibghah, wijhah dan khittah Al Washliyah dengan pengamalan dalam menjalankan eksistensi organisasi ini terutama pada lembaga pendidikan.
B. Shibgah Al Jam’iyatul Washliyah
Shibghah secara bahasa berarti celup, warna, dan kepribadian. Iman kepada Allah tanpa disertai kemusyrikan. Sedangkan shibghah Al Washliyah dimaksudkan sebagai ciri-ciri yang menjadi jati diri dan kepribadian anggota, kader, dan para pemimpin Al Washliyah.
Pada dasarnya manusia itu tidak hanya dicelup oleh satu warna saja, tetapi beragam. Warna-warni itu dapat dilihat dari firman Allah SWT:
... وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ صِبْغَةً...
Artinya: Dan siapakah yang lebih baik shibghahnya (selain) daripada Allah?
Sebagaimana tujuan Allah menciptakan manusia, yaitu agar manusia menjadi hamba Allah yang sukses dalam mempersembahkan pengabdiannya kepada Allah. Maka hanya manusia yang sudah ter-shibghah dengan shibghah Allah-lah yang akan mampu dan sanggup menjadi hamba Allah.
...وَنَحْنُ لَهُ عَابِدُونَ.
Artinya: Dan hanya kepada-Nya-lah kami menyembah.
Begitu juga dengan anggota dan kader Al Washliyah, yang barangkali tidak hanya tercelup oleh satu warna Al Washliyah saja. Hal ini bisa terjadi karena banyak mengikuti organisasi lain dan sebagainya. Warna ini terkadang ikut mewarnai kepribadiannya di saat sudah memimpin lembaga pendidikan Al Washliyah. Warna ini bisa berdampak positif dan bisa juga berdampak negatif.
Akan tetapi ada juga kader Al Washliyah yang tidak melarutkan diri dalam shibghah Al Washliyah. Sehingga menjadi manusia yang ingkar kalau dalam bahasa Alquran, manusia yang tidak mengikuti shibghah Allah digolongkan sebagai kafir. Tidak bertauhid dan tidak mau diatur oleh aturan Islam. Manusia seperti ini adalah manusia yang membenci Islam, anti-Islam bahkan phobia Islam.
Dalam kehidupan sehari-hari tidak ada salahnya untuk menjalin hubungan dengan berbagai organisasi, selain bertujuan untuk menjalin silaturrahim juga untuk membangun relasi. Akan tetapi sedikit akan menjadi rancu kalau berbagai warna ini ikut terbawak ke dalam organisasi Al Washliyah terutama ketika menjadi seoarang guru, pimpinan lembaga pendidikan maupun pimpinan organisasi ini.
Sebab kondisi seperti ini sama dengan mencampuradukan berbagai warna dalam lahir dan bathinya, sehingga menjadi manusia yang pecah kepribadiannya atau berkepribadian ganda. Sebagai contoh manusia yang mengaku agamanya Islam, tetapi cita-citanya kapitalisme atau sosialisme; Agamanya Islam, tetapi tidak mau diatur oleh hukum Islam bahkan phobia Islam; Agamanya Islam, tetapi pemimpinnya bukan orang Islam yang tunduk pada ketentuan Allah; Agamanya Islam, tetapi anti Islam.
Hari ini Al Washliyah memerlukan anggota, kader dan pimpinan lembaga pendidikan yang benar-benar telah ter-shibghah oleh shibghah Al Washliyah, bukan hanya kepribadian akan tetapi hati dan pikirannya. Kader yang selalu berpikir untuk Al Washliyah, cinta dengan Al Washliyah, cita-citanya memajukan dan mengembangkan Al Washliyah, menjalankan ketetapan dan aturan-aturan yang berlaku di Al Washliyah, pemimpin-pemimpinnya menjadi tauladan dan panutan bagi anggota dan kader Al Washliyah, perjuangannya perjuangan suci Al Washliyah yang tidak mengharap imbalan dan pujian dari manusia, Al Washliyah seratus persen. Inilah anggota, kader dan pimpinan organisasi Al Washliyah yang telah ter-shibghah dengan shibghah Al Washliyah.
Berikut ini adalah hasil rumusan tentang Shibghah Al Washliyah yang diputuskan Dewan Fatwa Al Washliyah:
1. Istiqomah, yaitu pendirian yang teguh, kokoh dan tidak berubah sedikitpun oleh kesulitan dan tantangan dalam menegakkan tauhid yang benar dan memperjuangkan tujuan Al Washliyah.
2. Kesalehan, yaitu tetap berbuat yang baik kapan dan di mana saja, baik dalam ibadah maupun dalam muamalah, sehingga terciptalah kesalehan ritual, intelektual, dan sosial.
3. Shilah, yaitu senantiasa memelihara hubungan dengan Allah, dan hubungan dengan manusia.
4. Akhlakulkarimah, terhadap Allah, dan pergaulan sesama manusia, hubungan dengan makhluk lain dan lingkungan hidup.
5. Mujahadah, yaitu berbuat dan bekerja keras dalam mewujudkan tujuan Al Washliyah.
6. Madaniah, yaitu upaya dalam mengembangkan ilmu, politik, sosial, dan ekonomi untuk kesejahteraan umat.
Salah satu agenda penting yang selalu dibahas dalam muktamar adalah masalah pendidikan. Al Washliyah yang fokus pada pendidikan, dakwah dan sosial merasa perlu mengevaluasi sistem pendidikan sesuai dengan tuntutan zaman. “Kita ingin mengembalikan shibghah pendidikan Al Washliyah”.
Sejauh ini di lembaga pendidikan Al Washliyah masih banyak siswa yang kurang mendapat porsi pendidikan karakter melalui pendidikan agama. Jika dibandingkan dengan alumni sekolah dan madrasah Al Washliyah pada masa lalu lebih menguasai kitab kuning di samping penguasaan ilmu-ilmu modern. Berbeda dengan kondisi hari ini yang sangat mengkuatirkan bahwa para siswa Al Washliyah kesulitan untuk memahami kitab kuning dan mengikuti seleksi perguruan tinggi Islam seperti di Universitas Al Azhar, Mesir.
Fenomena munculnya generasi bebas di tengah masyarakat sedikitnya berimbas kepada kehidupan pelajar maupun kader Al Washliyah, hal ini terjadi karena tidak memiliki ikatan spiritual yang kuat. Pengurus Besar Al Washliyah sangat mengharapkan ada alokasi waktu untuk penambahan muatan pelajaran agama “Kami usulkan agar ada penambahan alokasi waktu untuk pelajaran agama di sekolah”.
Selain pelajaran yang bermuatan agama Islam juga perlu ditingkatkan pengenalan terhadap shibghah Al Washliyah, hal ini dianggap penting karena bertujuan sebagai usaha peningkatan kualitas tenaga pendidik di lembaga pendidikan Al Washliyah yang mencapai 1200 lembaga pendidikan mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi.
Peserta didik hari ini adalah kader Al Washliyah yang akan menjadi pemimpin organisasi dan lembaga pendidikan Al Washliyah pada masa yang akan datang. Jika tidak diberikan pengenalan dan pemahaman terhadap shibghah Al Washliyah maka ini akan menjadi suatu masalah besar. Akan banyak pimpinan lembaga pendidikan Al Washliyah yang mengaku sebagai kader Al Washliyah dan pernah menimba ilmu di berbagai lembaga pendidikan Al Washliyah. Tapi dalam dirinya tidak mengalir darah Al Washliyah yang terpancar dari pengamalan shibghah Al Washliyah.
C. Wijhah Al Jam’iyatul Washliyah
Wijhah secara bahasa diartikan sebagai arah dan tujuan. Setiap umat memiliki wijhah tersendiri. Secara istilah wijhah adalah perbedaan millah (agama) bagi setiap kaum Yahudi dan Nasrani. Setiap para nabi mempunyai satu wijhah yang sama, yaitu Islam. Sekalipun berbeda dalam sisi yuridis (hukum), sebagaimana dimaksud firman Allah SWT:
...وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا...
Artinya: …Untuk tiap- tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang...
Tujuan merupakan sesuatu yang ingin dicapai, misalnya belajar bertujuan untuk memperoleh ilmu. Tujuan hidup kita antara lain untuk mendapatkan kebahagian di dunia dan akhirat. Begitu juga dengan organisasi Al Washliyah, berdirinya organisasi ini memiliki tujuan yang sangat mulia. Tujuan utama pendirian Al Washliyah ialah berusaha menunaikan tuntunan agama Islam.
Dari tujuan tersebut maka dirumuskan beberapa program kerja berdasarkan kesepakatan bersama yang meliputi bidang dakwah, pendidikan, jurnalistik, perpustakaan, fatwa, kaderisasi dan sosial. Untuk merealisasikan tujuan pendidikan tersebut Al Washliyah menyediakan lembaga formal dan memiliki kurikulum pendidikan yang jelas.
Dalam anggaran dasar Al Washliyah pasal 4 disebutkan ada tiga tujuan Al Washliyah, yaitu:
Mengamalkan ajaran Islam untuk kebagiaan dunia dan akhirat.
Mewujudkan masyarakat yang beriman, bertaqwa, aman, damai, adil, makmur dan diridhai Allah SWT dalam negara kesatuan Republik Indonesia yang berasaskan Pancasila.
Menumbuhkan gairah dan dorongan yang kuat dalam masyarakat Indonesia untuk turut berperan serta secara aktif dalam pembangunan nasional.
Mengamalkan ajaran Islam merupakan kewajiban yang bagi setiap sosok dan pribadi Muslim. Karena itu ajaran Islam harus dilaksanakan secara baik, agar kita terbebas dari azab yang Maha Pedih (api neraka). Dengan demikian akan terwujudlah suatu kebahagiaan yaitu bahagia di dunia dan bahagia di akhirat.
Tujuan berikutnya mewujudkan masyarakat yang beriman, bertaqwa, aman, damai, adil dan makmur dengan ridha Allah SWT. Untuk mewujudkan hal ini Al Washliyah dengan segenap warganya harus melaksanakan perintah Allah secara benar, mengamalkan ajaran Islam secara kaffah (lengkap). Di samping itu harus menghindarkan hal-hal yang bertentangan dengan ajaran agama, meninggalkan segala yang dilarang oleh Allah SWT, bersikap saling kasih dan mengasihi, cinta akan damai, tidak menciptakan konflik dan permusuhan dengan siapapun.
Pemimpin organisasi dan lembaga pendidikan Al Washliyah harus dapat menjadi contoh dan tauladan bagi anggotanya (para jamaahnya), mengemban amanah secara baik, bersikap adil dan bijaksana dalam memutuskan suatu hukum atau peraturan. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ...
Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil…
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Ayat ini memerintahkan kepada para penguasa atau pemangku jabatan yang berwenang dalam menetapkan suatu hukum agar menetapkan hukum secara adil, walau terhadap individu atau kelompok yang berseberangan pendapat dengan mereka, kerena keadilan mendekatkan pelakunya kepada ketakwaan. Objektifitas pemimpin menjadi bagian penting dalam memutus perkara. Ketika perkara diputus dengan pertimbangan matang, keadilan dapat ditegakkan.
Untuk menumbuhkan gairah dan dorongan yang kuat dalam masyarakat Indonesia agar dapat berperan aktif dalam mengisi pembangunan nasional diperlukan suatu kegiatan dan usaha organisasi yang dapat menunjang terciptanya tujuan tersebut.
D. Kembali Kepada Khittah Al Jam’iyatul Washliyah
Secara bahasa, kata khittah berasal dari bahasa Arab yang berarti rencana, jalan, atau garis. Khittah juga dapat diartikan sebagai rencana, jalan, atau garis perjuangan dalam mewujudkan misi dan cita-citanya.
Sebagai kader yang masih memiliki idealisme dan kemurnian cita-cita membangun bangsa dan agama melalui Al Washliyah, tentunya sangat prihatin melihat kondisi Al Washliyah saat sekarang ini. Eksistensi Al Washliyah semakin tidak jelas bagaikan berada di sebuah “Persimpangan Jalan”. Ketidakjelasan ini tentunya disebabkan oleh kader-kader Al Washliyah yang tidak lagi memiliki idealisme dan kemurnian cita-cita menjadi central figure di tubuh organisasi. Kader-kader Al Washliyah hari ini lebih memfokuskan Al Washliyah sebagai objek “For Sale” padahal Al Washliyah itu subjek “Not for Sale”.
Sudah barang tentu hal ini lebih menguntungkan pribadi atau kelompok tertentu. Padahal cita-cita Al Washliyah adalah mengemban misi keummatan (lebih mengedepankan kepentingan umat atau limashlahatilummat). Artinya, bukan mengatasnamakan umat untuk menjual Al Washliyah tetapi optimalisasi potensi umat melalui Al Washliyah.
Seyogyanya para kader Al Washliyah yang menjadi leader (pemimpin) baik organisasi mapun lembaga pendidikan menjadi qudwah al-ummah (teladan umat) dan tetap di wilayah perjuangan keummatan (Society Centris) bukan malah sebaliknya hanya berada pada wilayah kekuasaan (State Centris) dengan interest-interest (kepentingan-kepentingan) tertentu. Terutama para ulama Al Washliyah yang merupakan sosok informal leader yang mengakar dan diterima masyarakat luas. Mereka menjadi simbol kekuatan sekaligus penyambung lidah masyarakat dan juga aktor pemberdayaan potensi keummatan. Fungsi mereka sangat mendasar, yaitu sebagai kekuatan pengimbang, mengontrol dan menahan potensi intervensionis dan otoriter negara (Balancing Force) dan kekuatan reflektif, memelihara kohesi sosial dan mengelolah potensi konflik internal masyarakat (Reflective Force).
Dengan demikian, misi keummatan Al Washliyah mampu dioptimalkan. Agar organisasi Al Washliyah tidak berada dalam kebingungan gelombang berjalan tidak tentu arah, maka sudah seharusnya segera berbenah dan kembali kepada visi keummatan. Menyusun kembali planning dalam memajukan Al Washliyah ke depan. Lebih terpat dikatakan kembali pada Khittah Al Washliyah.
Ada beberapa point yang bisa kita renungkan untuk menghidupkan kembali ghirah perjuangan Al Washliyah ke depan. Paling tidak, Al Washliyah lebih mampu lagi menunjukkan kiprah dan karya nyatanya membenahi moralitas umat dan mengisi pembangunan bangsa ini di berbagai bidang, yang meliputi: pendidikan, ekonomi, sosial-budaya, keagamaan dan lain-lain.
Point-point itu merupakan pengejawantahan dari cita-cita the founding fathers Al Washliyah, antara lain adalah: Pertama, perjuangan suci. Membangun Al Washliyah memang harus dengan perjuangan. Dalam setiap perjuangan harus ada pengorbanan. Bersedia berkorban (tenaga, pikiran, materi bahkan jiwa) adalah indikasi kesucian perjuangan. Mengikhlaskan hati semata-mata hanya karena Allah adalah pintu gerbang dalam perjuangan. Ikhlas itu bukanlah akhir dari kemandegan umat Islam. Ikhlash adalah totalitas pengabdian kepada Allah SWT. Konsekuensinya: jalan kemudahan, terbukanya pintu rizki dan indikasi kebahagiaan lainnya.
Kedua, jangan suka melupakan sejarah. Hari ini banyak orang yang besar (popular) karena Al Washliyah, tapi ia sendiri lupa kepada Al Washliyah yang telah membesarkannya. Ketika seseorang memasuki wilayah politik praktis untuk menjadi eksekutif atau pun legislatif maka ia akan mengatakan bahwa “ia adalah salah satu kader Al Washliyah untuk mendapatkan dukungan dari keluarga besar Al Washliyah yang telah tersebar di seluruh penjuru negeri ini”. Namun, setelah ia duduk di kursi yang diidamkan “apa yang sudah diberikan untuk kemajuan Al Washliyah?”. Jangankan memberikan bantuan malah “merongrong” dengan mengembangkan sikap otoriter, sewenang-wenang dan lain-lain.
Ketiga, membina moralitas ukhuwah. Paling tidak, ada beberapa langkah yang harus kita tempuh: a) Berangkat dari kepentingan umat (mashlahatul ummat) bukan kepentingan pribadi atau kelompok. Sehingga siapapun yang memimpin organisasi akan disikapi secara lapang dada selagi kapabilitasnya terpenuhi dan sesuai dengan rambu-rambu organisasi; b) Saling bahu membahu antara satu dengan lainnya dengan mengedepankan persamaan dan arif dalam menyikapi perbedaan yang muncul; c) Bersikap terbuka terhadap kritik yang konstruktif; d) Beranjak dari tekad dan tujuan yang sama untuk membangun Al Washliyah.
Keempat, menumbuhkan sense of belonging (rasa memiliki) dan sense of responsibility (rasa tanggung jawab). Bila sudah tertanam rasa memiliki maka akan mewujudkan tanggung jawab. Jikalau kita punya sesuatu maka kita akan menjaga, memeliharanya agar tidak rusak, diganggu dan hal-hal yang mafsadat lainnya. Bila kita merasa memiliki Al Washliyah maka kita akan memeliharanya. Jangan sampai nama Al Washliyah tercoreng di tengah umat hanya gara-gara kita, memanfaatkan namanya. Seperti pepatah: “karena nila satu titik, rusak susu satu belanga”. Tanggung jawab sebagai kader Al Washliyah cukup besar. Untuk itu, jangan berkata bahwa kita kader Al Washliyah kalau tidak bisa menjalankan amanah dan bertanggung jawab terhadap tugas yang dibebankan kepadanya.
Kelima, inovasi. Akhirnya, kembali kita harus memotivasi diri dengan Apa yang sudah saya berikan untuk Al Washliyah? Berbuat dengan karya nyata sesuai dengan bidang masing-masing. Kader Al Washliyah yang di lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, tenaga profesi: guru/dosen, dokter dan lain-lain harus memberikan yang terbaik dengan menebar manfaat buat umat Islam. Paling tidak, menjadi qudwah (tauladan) di lingkungan kerja kita masing-masing.
Keenam, warga Al Washliyah harus satu langkah dalam mengoptimalkan kekuatan ummat Islam demi terwujudnya kemaslahatan ummat Islam itu sendiri. Ke depan, umat Islam harus lebih cerdas, lebih dewasa, lebih tegas, lebih arif dalam menentukan arah kehidupan dan menyikapinya.
Akhirnya seluruh kader Al Washliah harus benar-benar memahami apa shibghah, wijhah dan khittah Al Washliyah. Karena banyak hal-hal yang dilakukan oleh para kader dan simpatisan Al Washliyah, jauh dari pada khittah Al Washliyah itu sendiri.
E. Penutup
Untuk menjaga kesinambungan cita-cita dan estafet perjuangan suci para pendiri Al Washliyah, maka pengkaderan merupakan suatu kewajiban. Kader-kader militan dan loyal pada organisasi hanya mampu dilahirkan melalui tauladan. Ketauladan para guru, pimpinan lembaga pendidikan dan pimpinan organisasi Al Washliyah. Perbaikan dalam struktur organisasi menjadi solusi, berbenah diri untuk menjadikan Al Washliyah lebih baik dan elegan pada masa yang akan datang. Mengembalikannya kepada khittah dasar adalah salah suatu kemestian untuk mengatasi krisis Al Washliyah. Sudah saatnya kita selaku kader Al Washliyah selalu mengevaluasi dan memotivasi diri untuk berbuat yang terbaik, bukan malah sebaliknya memanfaatkan Al Washliyah hanya untuk kepentingan sesaat yang sifatnya individual, sektarian ataupun lokal. Perwujudan kaffah untuk kemaslahatan umat harus kita mulai dari sekarang, mulai dari hal yang sekecil-kecilnya, dan mulai dari diri sendiri. “Hiduplah Al-Washliyah Zaman Berzaman”.
DAFTAR PUSTAKA
Rozali, Muhammad. Tradisi Keulamaan Al Jam’iyatul Washliyah Sumatera Utara. Yogyakarta: LKiS, 201
Syahrul AR El Hadidhy, dkk, Mata Pelajaran Pendidikan Ke Al Washliyahan 1, Medan: Majelis Pendidikan dan Kebudayaan Al Jam’iyatul Washliyah Sumatera Utara, 2005.
https://univalabuhanbatu.wordpress.com.
https://analisadaily.com.
http://kabarwashliyah.com.
https://republika.co.id.
0 comments:
Posting Komentar