/>https://maswashliyah.blogspot.com MAS ALWASHLIYAH DESA PAKAM

Translate

PUISI OLEH MUHAMMAD RIFAL AZHARI

MADRASAH ALIYAH ALWASHLIYAH DESA PAKAM MENERIMA SISWA BARU TAHUN PELAJARAN 2024/2025

Rabu, 21 November 2018

METODE OTENTIFIKASI HADIS M. NASHIRUDDIN AL-ABANI


OLEH : AHMAD TAHER
(MAHASISWA IAT - FUSI - IAINSU)
BAB l
PENDAHULUAN

Hadis merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an dalam agama Islam. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW pernah bersabda agar kaum Muslimin senantiasa berpegang kepada Al-Qur’an dan Sunnah (hadis) sebagai bekal untuk keselamatan dunia dan akhirat. Berawal dari sabda Nabi tersebut,  para Sahabat dan generasi setelahnya senantiasa mencurahkan perhatiannya dalam menyampaikan  hadis-hadis Nabi kepada generasi di bawahnya.
Pada mulanya, periwayatan hadis hanya dilakukan melalui lisan saja, mengingat Rasulullah pernah  melarang para Sahabat (yang tidak mendapatkan izin Nabi) untuk menulis apa saja yang datang dari beliau selain Al-Qur’an karena ditakutkan  percampuran antara Al-Qur’an dan Hadis Nabi.  Inilah sebabnya penulisan (pembukuan) hadis belum terlaksana hingga abad ke-2 H.
Mengingat jarak masa antara Nabi dan masa pembukuan Hadis yang cukup jauh, ternyata ada bebarapa orang atau beberapa kaum yang dengan sengaja meriwayatkan hadis palsu dan mengatasnamakannya sebagai hadis Nabi SAW.  Berawal dari fakta tersebut, muncullah beberapa pengkaji/kritikus hadis dari zaman  salaf  hingga sekarang ini.
Salah satu ulama yang mencurahkan perhatiannya dalam pengkajian kritik atau otentitas hadis adalah M. Nashiruddin al-Albani. Semasa hidupnya beliau telah  menulis banyak karya yang berisikan takhrij atau ta’liq terhadap kitab-kitab hadis. Bahkan kitab Shohih Bukhari yang sudah mendapat pengakuan dari banyak ulama hadis akan keshahihannya tidak luput dari kajian/kritikan al-Albani.
Melalui makalah ini, penulis tertarik untuk memaparkan metode yang digunakan al-Albani dalam mengotentifikasi hadis-hadis Nabi serta tanggapan para ulama hadis lainnya terhadap hasil  pengkajian beliau.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Biografi M. Nashiruddin  Al-Albani
Nama lengkap beliau adalah Abu Abdirrahman, Muhammad Nashiruddin bin Nuh bin Adam al-Najati al-Albani, beliau lebih dikenal dengan nama al-Albani. Al-Albani lahir pada tahun 1333 H./1914 M. di kota Ashqodar (Askodera), ibukota Albania pada masa lampau[1]. Beliau berasal dari keluarga yang sederhana dan religius. Dalam suatu riwayat dijelaskan bahwa ayahnya adalah seorang ulama besar dalam madzhab Hanafi dan menjadi rujukan masyarakat tentang berbagai permasalahan agama. Tidaklah  mengherankan jika al-Albani nantinya menjadi seorang tokoh agama khususnya dalam bidang hadis.[2]
Pada masa kecilnya, Raja Albania pada saat itu adalah  Ahmad Zagho (Zugu), seorang raja yang berpaham sekuler, hingga tak jarang muncul kebijakan-kebijakan kontroversial yang sulit diterima masyarakat. Salah satu kebijakan kontroversial tersebut adalah larangan penggunaan hijab bagi wanita yang menyebabkan banyak masyarakat Albania (termasuk keluarga al-Albani) hijrah ke negara lain seperti Syiria.
Awal pendidikan agama al-Albani dimulai dengan mempelajari ilmu bahasa Arab di  Madrasah Jam’iyyah al-Is’af al-Khairiyah di kota Damaskus. Setelah beliau menyelesaikan pendidikan  ibtidaiyahnya, beliau tidak lagi belajar formal namun beliau lebih fokus belajar ilmu Fiqh dan ilmu-ilmu agama lainnya secara talaqqi kepada ayahnya dan  ulama-ulama yang ada di Damaskus pada saat itu. Salah satu guru beliau adalah Said al-Burhani, seorang ulama qiro’ah yang mengajarkan qiro’ah imam Hafs kepada beliau.[3]
Ketertarikan al-Albani pada kajian hadis bermula pada saat beliau berumur 20 tahun. Pada saat itu, al-Albani sangat tertarik membaca tulisan-tulisan Rasyid Ridha yang berisikan ktikan-kritikan terhadap kita Ihya ‘Ulumuddin karya imam al-Gazali, khususnya tentang aspek tasawwuf dan hadis-hadis dhaif di dalamnya. Selain itu, al-Albani juga membaca serta mentahqiq  kitab Al-Mugni ‘an Hamli  Asfar fi Takhrij Ma fi Ihya’ min al-Akhbar, karangan   al-Iraqi mengenai kitab Ihya ‘Ulumuddin yang meneliti hadis-hadis  di dalamnya lalu memisahkan antara hadis shahih dan hadis dhaif.
Menurut beberapa riwayat, al-Albani tidak pernah tercatat mendapatkan pendidikan secara formal dalam bidang hadis, melainkan hanya belajar otodidak dengan mengunjungi perpustakaan–perpustakaan di Damaskus, khususnya perpustakaan al-Zahiriyah[4]. Di perpustakaan tersebut, al-Albani banyak menghabiskan waktu kesehariannya untuk membaca kitab-kitab agama khususnya bidang hadis. Waktu berkunjung perpustakaan tersebut adalah mulai pagi sampai siang (dzuhur), namun khusus al-Albani telah diizikan oleh penjaga perpustakaan membaca di sana bahkan sampai malam (isya). Hal ini dilakukan al-Albani disebabkan ekonomi yang tidak mendukung untuk membeli kitab-kitab agama yang tergolong mahal untuk yang kelas ekonominya seperti beliau. Begitulah kegiatan sehari-hari al-Albani di samping penghidupannya yang bekerja sebagai tukang reparasi jam yang ilmunya beliau warisi dari ayahnya.
Al-Albani pernah mengikuti majelis pengajian umum yang terdapat di sekitar kota Damaskus, diantara guru al-Albani adalah :
1.      Nuh Najati al-Hanafi (ayah beliau). Melalui ayahnya, al-Albani belajar al-Qur’an Tajwid, sharf, dan ilmu fiqh madzhab Hanafi
2.      Sa’id al-Burhani, seorang ulama madzhab Hanafi di Damaskus. Dengannya, al-Albani mempelajari kitab Maraq al-Falah dan kitab nahwu Sudur al-Zahab karya Ibn Hisyam, serta kitab balaghah lainnya.
3.      Muhammad Raghib al-Tabbakh. Diceritakan bahwa al-Albani mendapatkan ijazah periwayatan tanpa diminta, sebagai penghormatan atas kesungguhan al-Albani dalam menggeluti kajian hadis
4.      Ahmad ibn Muhammad Syakir, seorang ahli hadis Mesir pada zamannya. Beliau adalah murid dari Jamaluddin al-Qasimi.
Setelah sekian lama al-Albani menekuni pengkajian hadis, beliau mulai menuliskan beberapa artikel yang berisikan kritik-kritik terhadap hadis-hadis di kitab Ihya’ ‘Ulumiddin dan beberapa hadis yang terdapat dalam kitab-kitab hadis, dari sinilah nama al-Albani mulai dikenal bahkan sampai ke luar negeri seperti Arab Saudi, India, Maroko, dan sebagainya. Ia mulai diundang oleh lembaga-lembaga pengkajian hadis. Pada akhirnya, di tahun 1961, beliau mendapatkan gelar profesor hadis dari Islamic University of Madinah.[5]
Al-Albani pernah mengajar hadis dan kajiannya di Jami’ah Islamiyah (Universitas Islam Madinah) selama tiga tahun. Setelah itu ia pindah ke Yordania. Di Yordania, beliau dimintakan oleh kerajaan untuk mengajar dan menjadi ketua jurusan Dirasah Islamiyah pada fakultas pasca sarjana di sebuah perguruan tinggi di Yordania. Selain itu, beliau juga mengajar kajian hadis di damaskus. Banyaknya majelis yang diampu oleh al-Albani, tidak mengherankan jika muridnya juga sangat banyak, diantaranya adalah:
1.      Ihsan Ilahi Zahir, penulis kitab Bayan ‘Aqidah al-Syi’ah al-Imamiyyah
2.      Hijazi Muhammad Syarif, beliau adalah seorang pentahqiq hadis
3.      Zuhail ibn Muhammad al-Syuwais, pentahqiq kitab Haqiqah al-Shiyam karya Ibn Taimiyyah.
4.      Muhammad ‘Aid ‘Abasi, penulis kitab Bid’ah Ta’ashshub al-Madzhabi.
Semasa hidupnya, al-Albani telah menghabiskan waktu luangnya di perpustakaan. Bukanlah hal yang mustahil jika akhirnya beliau menghasilkan banyak tulisan baik berupa tahqiq, ta’liq, takhrij, dan ikhtishar. Jumlah karya tulisnya menurut beberapa pendapat berkisar 117 buku, diantaranya:
1.      Silsilah al-Ahadits al-Shahihah wa Syaiun min Fiqh wa Fawa’idih
2.      Silsilah al-Ahadits al-Dhaifah wa Al-Maudu’ah wa Atsaruha al-Sayyi’ fi al-Ummah
3.      Irwa’ul Ghalil
4.      Shahih wa Dhaif Jami’ al-Shaghir wa Ziyadatuh
5.      Dhaif Adab al-Mufrad
6.      Shifah Shalah al-Nabi,
7.      Muhktashar Shahih al-Bukhari
8.      Mukhtashar Shahih Muslim
9.      Dan lainnya.
Di akhir hayatnya, al-Albani menderita penyakit animea serta gangguan hati dan ginjal. Meskipun dalam keadaan terbaring ketika sakit, beliau masih menyempatkan diri untuk mengkaji hadis,[6] begitulah kesungguhan beliau dalam menekuni ilmu, khususnya dalam bidang hadis. Tepatnya pada sabtu 01 Oktober 1999M., beliau menghembuskan nafas terakhirnya di rumah sakit. al-Albani tutup usia 85 tahun dan dikebumikan di kota Oman, Yordania, tepatnya setelah isya’ pada hari wafatnya.[7]

B.     Metode Otentifikasi Hadis Al-Albani

Bila kita mencermati tulisan al-Albani dalam mengotentifikasi hadis, maka kita akan menemukan bahwa metode yang beliau pakai adalah sama dengan metode yang dipakai oleh ulama-ulama hadis lainnya, yaitu dengan: [8]
1.      menganalisa para rawi hadis dengan berpegang pada kitab-kitab tarajum (kamus-kamus biografi). Dalam  hal ini, yang paling ditekankan al-Abani adalah ketsiqohan para rawi serta kemuttasilan dalam periwayatannya.
2.      Apabila ada hadis yang shahih/hasan yang matannya sama dengan sebuah hadis yang kualitasnya dhaif, maka hadis shahih/hasan tersebut tidak bisa jadi penguat bagi status hadis yang lemah, akantetapi beliau lebih condong kepada mentakwil makna dari hadis shahih/hasan tersebut.
3.      Hadis yang sanadnya dhaif, berarti hadisnya juga dhaif, sehingga penafsiran apapun terhadap matan hadisnya tidak lagi relevan / penting bagi al-Albani

Menurut Kamaruddin Amin,  metode Al-Albani dalam mengotentifkasi hadis bukanlah suatu yang baru juga bukan inkonsisten, sebagaimana yang dilontarkan para pengkritiknya. Al-Albani tidak melenceng sedikitpun dari metode yang dipakai kesarjanaan Muslim tradisional, walau hasil dari pemikirannya berbeda dengan banyak pengkaji hadis yang turut berpartisipasi dalam mendiskusikan masalah ini.[9]
Untuk lebih lanjut, penulis akan memaparkan hasil kajian Kamaruddin Amin terhadap pendhaifan al-Albani terhadap sebuah hadis yang terdapat pada kitab Shahih Muslim :
لا تذبحوا  الا مسنة الا ان يعسر عليكم فتذبحوا جذعة من الضأن
”Jangan kalian menyembelih kuraban kecuali seekor sapi yang cukup umur, kecuali kalau sulit bagimu, maka seekor domba”.[10]
Menurut al-Albani, status hadis di atas adalah dhaif, disebabkan salah satu perawinya adalah Abu Al-Zubair dari Jabir ibn ‘Abdillah. Menurut al-Albani,  riwayat Abu Al-Zubair dari Jabir tidak bersambung dengan alasan:
1.      Para Kritikus hadis menilai Abu al-Zubair sebagai mudallis
2.      .Abu al-Zubair tidak menjelaskan secara eksplisit bahwa apakah mendengar langsung hadis tersebut dari Jabir atau tidak, namun ia hanya menjelaskan bahwa ia menerima hadis tersebut dengan lafadz ‘an (dari).
Al-Albani menjelaskan, sudah konsekuensi ulama hadis bahwa hadis yang diriwayatkan oleh seorang mudallis dengan menggunakan  lapadz ‘an (tidak menjelaskan secara eksplisit cara penerimaan hadisnya), maka hadis tersebut dianggaf dhaif atau lemah. Inilah yang menjadi alasan al-Albani dalam mendhaifkan hadis tersebut.
Al-Albani menyimpulkan bahwa kebenaran setiap hadis yang diriwayatkan oleh abu al-Zubair dari Jabir atau dari orang lainnya yang menggunakan lafadz ‘an  dan sejenisnya harus ditunda. Dengan kata lain, ketergantungan pada hadis tersebut harus ditunda sebelum cara penerimaanya jelas bahwa ia meriwayatkan hadis secara langsung.
Bila kita menelaah kitab-kitab biografi periwayat hadis,  maka kita akan menemukan bahwa sebenarnya penilain para ulama terhadap status abu al-Zuhri dalam meriwayatkan hadis terbagi dua, ada yang menganggapnya tsiqoh ada juga yang menganggapnya dhaif. Adapun ulama yang menilainya sebagai periwayat yang tsiqoh adalah Ibnu Ma’in, al-Nasa’I, Ibn al-Madini. Al-Razi bahkan menjelaskan bahwa hadis dari Abu al-Zubair bisa dijadikan sebagai hujjah. Ibn ‘Adi menganggapnya sebagai perawi terpercaya dengan alasan bahwa imam Malik telah meriwayat sejumlah hadis dari Abu al-Zubair, dan imam Malik diketahui adalah seorang yang selektif dalam meriwayatkan hadis dan tidak meriwayatkan hadis kecuali dari orang yang terpercaya.
Bila kita teliti lebih dalam, hadis di atas diriwayatkan dalam kutubus al-Sittah sebanyak 360. Pertanyaannya adalah: apakah ulama-ulama penyusun Kutub al-Sittah tidak mengetahui  status Abu al-Zubair sebagai mudallis? atau mereka mempunyai alasan penguat lainnya yang membuktikan bahwa riwayat abu al-Zubair tersebut bisa diterima.
Hadis diatas ternyata juga diriwayatkan oleh ‘Uqbah ibn ‘Amir, dan juga diriwayatkan oleh Mujasyi ibn Mas’ud yang keduanya dinilai tsiqoh (shahih) oleh para ulama hadis, termasuk al-Albani. Namun al-Albani mentakwilkan kedua hadis tersebut dengan menjelaskan bahwa kebolehan penyembelihan domba berumur satu tahun hanya berlaku khusus bagi  ‘Uqbah saja.[11]
Menurut Kamaruddin Amin, seorang sarjanawan barat bernama Motzki membahas secara rinci signifikansi terminologi periwayatan (Al-Tahamm wa al-Ada’) pada masa awal Islam. Dengan mengalisis riwayat Ibn Juraij  (W. 114M/732H). Motzki berkesipulan bahwa terminologi isnad (“samia” dan yang serupa, atau “an” dan sejenisnya) tidak digunakan secara konsisten pada masa mereka (Sahabat/Tabi’in), dengan kata lain, kata-kata tertentu digunakan secara bergantian. Tampaknya kesimpulan Motzki tentang riwayat Ibn Juraij dari ‘Atho’ juga berlaku pada kasus Abu al-Zubair – Jabir. Ini berarti, Abu al-Zubairpun mungkin menggunakan terminologi isnad secara inkonsisten.[12] Dengan demikian, terminologi-terminologi tersebut (al-Tammul wa al-Ada’ ) tidak berlaku sebagai kriteria keshahihan hadis bagi para ulama abad pertama hijriyah. Artinya,  para perawi di abad tersebut tidak secara sengaja dan tidak sadar menggunakan beragam terminologi tersebut sebagai cara menentukan tingkat keshahihan dan tidaknya sebuah hadis.


C.    Respon Ulama Hadis terhadap pemikiran Al-Albani

Semasa hidupnya, al-Albani sangatlah produktif dalam menghasilkan karya tulis. Diriwayatkan bahwa beliau telah berhasil menuliskan kurang lebih 117 tulisan. Bila kita teliti lebih lanjut, maka kita akan menemukan banyak pemikiran beliau yang berseberangan dengan pemikiran para ulama lainnya, khususnya dalam kajian penetapan status hadis. Berdasarkan fakta ini, maka muncullah banyak komentar para ulama hadis yang membantah serta menolak pemikiran beliau disamping ada juga ulama yang memuji akan usahanya.
Diantara ulama yang kontra dengan pemikiran beliau adalah:
1.      Syaikh Hasan Ali al-Segaf  yang mengatakan dalam bukunya Tanaqudh al-Albani al-Wadhihah,  bahwa banyak sekali (sekitar 1.200) pemikiran al-Albani yang kontradiksi dan inkonsistensi .
2.      Abdullah al-Harari, seorang ulama hadis negara Syiria yang menjelaskan kesalahan-kesalahan al-Albani melalui bukunya yang berjudul Tabyin al-Dhalah al-Albani.
3.      Abdullah al-Ghumari, ulama hadis asal Maroko
4.      Syaikh Ramadhan al-Buthi juga mengkritik al-Albani melalui bukunya yang berjudul Al-Lamadzhabiyah Akhtar Bid’ah Tuhadiduhu al-Syari’ah al-Islamiyyah
5.      Mahmud Sa’id Mamduh  mengarang kitab al-Ta’rif bi Awham man Qassama al-Sunan ila Shahih wa Dhaif yang berisikan kritikan terhadap al-Albani ketika menshahihkan juga mendhaifkan hadis-hadis pada kitab sunan
6.      KH. Musthafa Ya’qub, guru besar Hadis serta mantan imam besar masjid al-Istiqlal, Jakarta
7.      A. Shihabuddin. Beliau mengkritik al-Albani lewat bukunya yang berjudul Membongkar Kejumudan Menjawab Tuduhan-Tuduhan Salafi Wahabi

Adapun  ilmuan yang memuji pemikiran al-Albani  diantaranya:
1.      Muhammad Raghib al-Tabbakh, seorang  ulama hadis  sekaligus sejarawan di kota Halab (Aleppo). Berdasarkan pengakuannya terhadap keilmuna hadis al-Albani, al-Tabbakh memberikan ijazah sekaligus sanad yang bersambung sampai imam Ahmad ibn Hanbal
2.      Zaid ibn ‘Abd al-‘Aziz al-Fayyadh, mantan guru besar di Jami’ah al-Imam Muhammad ibn Su’us al-Islamiyyah, beliau mengatakan bahwa al-Albani adalah guru besar dalam bidang hadis pada abad  ini
3.      Dr. Amin al-Mishri, mantan kajur  pascasarjana di Jam’iyah al-Islamiyyah. Beliau berkata bahwa termasuk kemalangan dunia adalah bahwa para doktor seperti beliau menjadi guru besar bidang hadis di perguruan tinggi, padahal orang seperti beliau masih layak menjadi murid al-Albani
4.      Dr. Syubhi Ash-Salah, mantan kepala bidang Hadis di Universitas Damaskus
5.      Dr. Ahmad al-Asal, kepala studi islam di Universitas Riyadh
6.      Muhammad  Thayyin Awkij, mantan kepala ilmu tafsir dan hadis di Universitas Ankara, Turki[13]
Dari sekian banyak kritikus terhadap pemikiran al-Albani,  menurut penulis , pemaparan  A . Shihabuddin  termasuk yang  cukup mengherankan. Beliau memaparkan bahwa:
1. Al-Albani sendiri secara -tidak langsung- pernah mengakui kecerobohannya dalam menilai hadis. Hal ini dapat ditemukan dalam kitab Taraju’ al-Allamah al-Albani fi ma Nashsha ‘alaih Tashhihan aw Tadh’ifan. Dalam kitab ini, al-Albani mengakui keslahannya dalam menshahihkan serta mendhaifkan hadis yang berjumlah sebanyak 621 hadis
2. Al-Albani mendapatkan kritikan dari ulama yang sefaham dengannya, yaitu Muhammad ibn Shalih al-Utsaimin. Dalam kitabnya yang berjudul Syarh al-‘aqidah al-Wasathiyah, al-Utsaimin menjelaskan:
“Dewasa ini, ada seorang laki-laki (al-Albani) yang tidak memiliki ilmu agama sama sekali yang mengatakan bahwa adzan jum’at yang pertama adalah bid’ah, karena tidak dikenal pada zaman Rasul, dan kita harus membatasi pada adzan kedua saja. Kita katakan kepada laki-laki tersebut, bahwa sesungguhnya sunnah Utsman RA.  adalah sunnah yang harus diikuti apabila tidak menyalahi sunnah Rasul. Dan tidak ditentang oleh seorangpun dari kalangan Sahabat yang lebih mengetahui dan lebih punya Ghirah terhadap agama Allah dari pada dia (al-Albani). ‘Utsman termasuk Khulaf al-Rasyidin yang memperoleh petunjuk, dan diperintahkan Rasul untuk diikuti.”[14]

BAB  III
KESIMPULAN

Muhammad Nashiruddin al-Albani ibn Nuh ibn Adam al-Najati merupakan ulama kontemporer kelahiran Albania, yaitu salah satu negara bagian barat semenanjung negara-negara balkan di eropa. Sewaktu beliau masih kecil, keluarga beliau pindah ke negeri Syiria disebabkan kebijakan-kebijakan pemerintah (kerajaan) yang mengarah kepada faham sekuler, dan untuk menjaga kesucian pemahaman agama, ayahnya memutuskan untuk hijrah ke Negeri Syiria, tepatnya ke kota damaskus.
Al-Albani mulai tertarik mendalami kajian hadis ketika berumur 20 tahun. Menurut beberapa riwarat, al-Albani hanya belajar otodidak di beberapa perpustakaan yang ada di kota Damaskus,  tanpa melalui bimbingan seorang guru, kemudian hal inilah yang menjadi salah satu celah bagi pengkritiknya dalam menjatuhkan atau menyalahkan pemikiran-pemikiran beliau yang notabene berseberangan dengan pemikiran para pakar hadis lainnya.
Adapun metode otentifikasi hadis oleh al-Albani pada dasarnya tidak ada perbedaan yang siknifikan dengan pakar hadis lainnya, yaitu dengan menganalisa rentetan sanad hadis dengan berpegang kepada kitab-kitab biografi hadis. Menurutnya, hadis yang sanad/periwayatnya tidak tsiqah, maka matannya otomatis tidak perlu dikaji lagi, karna status hadis tersebut sudah otomatis menjadi dhaif. Di samping itu, al-Albani juga terkesan tidak menerima hadis yang serupa (tapi sanadnya berbeda) sebagai syahid untuk meningkatkan keabsahan hadis yang dianggap dhaif olehnya. Dengan demikian, banyak hasil tahqiqan hadis beliau yang bertentangan dengan pemikiran ahli hadis lainnya.
Pro dan kontra atas karya dan pemikiran beliau tidak pernah surut. Dari beberapa hasilpenelitian menunjukkan bahwa al-Albani tidak konsisten dalam penetapan status hadis. Oleh karena itu, hasil takhrij al-Albani sudah selayaknya dikaji ulang guna melihat metode penetapan kualitas hadis yang beliau gunakan.


DAFTAR PUSTAKA

 
Abu Bakar ,Umar. Nashiruddin al-Albani dalam Kenangan, terj. Abu Ihsan al-Maidani, (Solo: At-Tibyan , 2000).
Ibn Bamualim , Mubarak. Biografi Syaikh al-Albani; Mujaddid dan ahli Hadis Abad ini. (Bogor: Pustaka Imam Syafi’i, 2002).
Al-Gharib, Abdul Basith ibn Yusuf. Koreksi Ulang Syaikh al-Albani, terj. Abd. Al-Munawwar, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000).
Al-Qusyari,, Muslim ibn Hajjaj. Al-Jami’ al-Shahih. (Dar kutub al-‘Arabiyah).
Al-Sadhan , Abdul Aziz. al-Imam al-Albani,(Riyadh: Maktabah Al-Ma’arif, 1986).
Al-Syaibani, Muhammad Ibrahim. Hayah al-Albani wa Atsaruhu wa Tsanau al-‘ulama’ ‘Alaih, (Maktabah al-Saddawa , 1987).
Amin., Kamaruddin. Menguji Kembali Keakuratan Metode Kritik Hadis (Jakarta: Hikmah, 2009).
Audah , Athiyah. Shafahat Baidha min Hayati al-Albani, (Yaman: Dar ‘Atsar, 2001).
Nafisatulmuawwanah.blogspot.com/2015/10/normal-0-false-in-x-none-ar.html?m=1
Shihabuddin, A.  Membongkar Kejumudan menjawab Tuduhan-tuduhan Salfi Wahabi, (Jakarta: Noura Books, 2014).


[1] Muhammad Ibrahim al-Syaibani, Hayah al-Albani wa Atsaruhu wa Tsanau al-‘ulama’ ‘Alaih, (Maktabah al-Saddawa , 1987), hlm. 44

[2]. Mubarak bin Bamualim, Biografi Syaikh al-Albani; Mujaddid dan ahli Hadis Abad ini. (Bogor: Pustaka Imam Syafi’i, 2002), hlm. 12

[3]. Abdul Basith ibn Yusuf al-Gharib, Koreksi Ulang Syaikh al-Albani, terj. Abd. Al-Munawwar, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), hlm. 23
[4]. Umar Abu Bakar, Nashiruddin al-Albani dalam Kenangan, terj. Abu Ihsan al-Maidani, (Solo: At-Tibyan , 2000), hlm. 26
[5].Dr. Phil. Kamaruddin Amin, MA., Menguji Kembali Keakuratan Metode Kritik Hadis, (Jakarta: Hikmah, 2009), hlm. 71.
,
[6] . Athiyah Audah, Shafahat Baidha min Hayati al-Albani, (Yaman: Dar ‘Atsar, 2001), hlm 93

[7]. Abdul Aziz Al-Sadhan , al-Imam al-Albani,(Riyadh: Maktabah Al-Ma’arif, 1986), hlm.292

[8].  Dr. Phil. Kamaruddin Amin, MA., Menguji Kembali…, hlm. 73-75
[9].  Dr. Phil. Kamaruddin Amin, MA., Menguji Kembali…, hlm. 73

[10]. Muslim ibn Hajjaj  al-Qusyari, Al-Jami’ al-Shahih. (Dar kutub al-‘Arabiyah), Hadis No. 1374/1955.
[11]. Dr. Phil. Kamaruddin Amin, MA., Menguji Kembali…, hlm. 75
.
[12]  Dr. Phil. Kamaruddin Amin, MA., Menguji Kembali…, hlm. 78
[13]Nafisatulmuawwanah.blogspot.com/2015/10/normal-0-false-in-x-none-ar.html?m=1, diakses pada tanggal 09 Oktober 2018.
[14] A. Shihabuddin, Membongkar Kejumudan menjawab Tuduhan-tuduhan Salfi Wahabi, (Jakarta: Noura Books, 2014), hlm. 18, 22.

MEMPELAJARI HADIS DAN KEUTAMAANNYA


Oleh : Japar, S.Ag

Fenomena menghafal dan mengkaji Alquran di kehidupan umat Islam saat ini sangat membanggakan. Rumah-rumah mengaji Alquran dan lembaga tahfiz bermunculan. Geliat keagamaan seperti ini seyogianya terus dikembangkan baik kuantitas maupun kualitasnya. Kegiatan ini menjadi sebuah upaya untuk memasyarakatkan  Alquran, bukan hanya pada level membaca, namun lebih dari itu, level pengamalan menjadi hal yang fundamental. Sehingga Alquran menjadi sesuatu yang membumi.
Satu hal yang sangat jelas adalah umat Islam sangat mementingkan Kitabullah, menjaga, mengkaji, membaca, memahami dan menafsirkannya. Walaupun demikian, pengkajian hadis tidaklah dapat diabaikan. Berbicara masalah Alquran, tidak boleh lepas dari membicarakan hadis. Demikian pula sebaliknya. Keduanya, Alquran dan Hadis adalah pusaka yang diwariskan oleh Rasulullah Muhammad saw, yang harus mendapatkan porsi yang sama dalam menyikapinya.
Para ahli hadis sependapat bahwa tidak seyogianya seseorang mempelajari hadis, kecuali setelah belajar membaca Alquran dan menghafalnya, sebagian maupun keseluruhan. Suatu ketika Hafsh bin Ghiyats datang kepada  al-A’masy meminta riwayatkan sebuah hadis. Kemudian al-A’masy mengatakan, “Pergilah hafalkan Alquran dulu, baru datanglah kesini, dan aku akan meriwayatkan hadis kepadamu”. [1]Keterangan ini menunjukkan methode mempelajari hadis, yaitu dengan membuat uratan pertama belajar Alquran urutan pertama dan berikutnya belajar hadis. Namun tingkat kepentingannya dapat dikatakan sama diantara keduanya.
Kedudukan hadis terhadap Alquran sangat signifikan sekali. Secara umum hadis berfungsi sebagai  pedoman hidup umat Islam yang kedua setelah Alquran. Nabi saw bersabda :“Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian, yang kalian tidak akan tersesat selagi kamu berpegang teguh pada keduanya, yaitu berupa kitab Allah dan Sunnah RasulNya.
Secara khusus fungsi Hadis terhadap Alquran adalah sebagai bayan   (penjelas) bagi Alquran. Hal ini dapat dilihat dalam surat An-Nahl ayat 44, yaitu : “Dan Kami turunkan kepadamu Alquran agar kamu menerangkan kepada manusia apa yang diturunkan kepada mereka dan supaya mereka berpikir”
Diantara bentuk bayan hadis bagi Alquran[2] adalah :
a.             Bayan al-Taqrir
Disebut juga bayan ta’kid. Bayan al-Taqrir atau bayan ta’kid yaitu memperkuat yang telah diterangkan di dalam Alquran
b.             Bayan al-Tafsir bahwa kehadiran hadis berfungsi untuk memberikan rincian dan tafsir terhadap ayat-ayat Alquran yang masih mujmal (global).
c.              Bayan al-Tasyri adalah mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak didapati dalam Alquran, atau dalam Alquran hanya terdapat yang pokok-pokok (ashl) saja.
d.             Bayan al-Nasakh memberikan pengertian bahwa fungsi hadis terhadap Alquran adalah menghapus ketentuan yang terdahulu (yang terdapat didalam Alquran), dan hadis dipandang lebih luas dan lebih cocok dengan nuansanya.
e.              Bayan al-Taqyid berarti fungsi hadis  memberikan batasan (taqyid) ayat-ayat Alquran yang bersifat mutlak.
f.               Bayan al-Takhsis memberikan pengertian bahwa fungsi hadis adalah dalam rangka mengkhususkan ayat-ayat yang bersifat umum.

Banyak riwayat membuktikan bahwa para Sahabat mempelajarai dan menghafal hadis ketika masih hidup[3]. Hal ini membuktikan betapa hadis sangat dipentingkan. Berikut ini beberapa perintah dan keutamaan mempelajari hadis.
a.       Umar ra. berkata, “Pelajarilah fara’idh dan sunnah, sebagaimana kalian mempelajari Alquran”.
b.      Ali bin Abi Thalib ra berkata, “Kunjung-mengunjunglah kalian dan saling belajar hadis. Sebab bila kalian tidak melakukannya, maka ia akan lenyap”
Para sahabat dan tabi’in  adalah teladan dalam mempelajari hadis. Bagaimana perjuangan dan kegigihan mereka dalam mempelajari hadis.  Melakukan perjalanan ilmiah dari satu kota kekota lain adalah merupakan kisah yang biasa. Hal ini dimotivasi oleh semangat  mempelajari hadis dan ilmu yang berkaitan dengannya merupakan usaha mengikuti jejak Rasulullah menjadi sempurna.


[1] Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadis, terj. HM. Qadirun Nur, Jakarta,Gaya Media Pratama, 2007, hlm.99.
[2] Munzir Suparta, Ilmu Hadis, Jakarta, Rajawali Press,  hlm. 57.
[3] Muhammad Mustafa Azami, Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, Jakarta,Pustaka Firdaus, hlm. 445.

Sabtu, 18 Agustus 2018

SUKSES PASKIBRA MAS ALWASHLIYAH PAKAM




Selasa, 14 Agustus 2018

Kode Etik Guru Alwashliyah


KODE ETIK GURU ALWASHLIYAH




  1. Mengetahui tujuan pendidikan, yaitu membentuk manusia mukmin yang takwa, berpengetahuan luas dan dalam, berbudi pekerti yang tinggi, cerdas dan tangkas dalam berjuang, serta menuntut kebahagiaan dunia dan akhirat.
  2. Berfikir, mencari jalan, sembari menatapi wajah pelajarnya agar pelajar tersebut menjadi mukmin yang takwa, berbudi luhur, serta cerdas dan tangkas dalam memperjuangkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
  3. Bukan hanya sekedar mengajarkan ilmu, tapi juga berusaha mendidik pelajar agar bisa mengamalkankan ilmu pengetahuan yang diperolehnya.
  4.  Menjadi ahli ilmu sekaligus tauladan bagi pelajarnya.
  5. Memahami hakikat jenjang pendidikan, mulai tingat dasar sampai perguruan tinggi.
  6. Membuat persiapan sebelum memberikan pelajaran, baik mrtode maupun materi pembelajaran.
  7. Memahami jiwa pelajar menurut usia perkembangannya.
  8. Berpenampilan menarik sebelum mengajar, tidak kaku dan tegang dengan pelajar-pelajarnya.
  9. Tidak memulai pelajaran, sebelum pelajarnya bersedia untuk menerima pelajaran.
  10. Menguasai pelajaran yang akan diajarkan.
  11. Memahami tujuan setiap mata pelajaran yang akan diajarkan
  12. Memeriksa pelajaran yang sudah diajarkan terlebih dahulu, sebelum mengajar.
  13. Jangan pernah menanyakan kepada pelajarnya tentang tema terakhir dan tema yang akan didiskusikan. Sebab sikap ini akan membuat pelajar mengatur gurunya, bukan guru sebagai pengatur pelajar-pelajarnya
  14. Memprediksi tentang pertanyaan yang mungkin akan muncul dari pelajar-pelajarnya dalam proses pembelajaran.
  15. Selalu  membuat ringkasan sebuah tema pelajaran, agar pelajarnya dapat memahami pokok-pkoki pelajaran yang akan dibicarakan.
  16. Harus selalu berusaha menambah ilmunya dengan menggunakan media-media yang ada.

Dikutip dari “Pedoman Guru untuk Guru-Guru Alwashliyah dan lain-lainnya”, 
oleh H. Nukman Sulaiman

Jumat, 10 Agustus 2018

Tugas dan Tanggung Jawab Guru Piket di Sekolah

TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB GURU PIKET
  • Mengawasi jalannya seluruh kegiatan belajar mengajar di sekolah
  • Mencatat nama guru yang terlambat hadir, yang tidak hadir atau yang pulang lebih awal sebelum waktunya
  • Mencatat siswa yang datang terlambat, yang tidak hadir atau yang pulang sebelum waktunya
  • Menegur, memperingatkan dan mencatat siswa yang melanggar tata tertib sekolah dan melaporkannya kepada Wali Kelas atau Kepala Sekolah,  jika dipandang perlu untuk ditindak lanjuti
  • Menerima dan melayani tamu yang berkepentingan dengan sekolah atau dengan siswa serta mempersilakan untuk mengisi buku tamu
  • Memberikan kartu ijin kepada siswa untuk selanjutnya diketahui oleh Kepala Sekolah apabila siswa benar-benar dalam keadaan sakit atau karena sesuatu hal yang sangat penting sehingga harus meninggalkan jam pelajaran
  • Melaporkan kepada Kepala Sekolah atau Wakil Kepala Sekolah yang bertanggung jawab pada hari itu jika terdapat hal-hal yang dianggap perlu untuk ditindak lanjuti
  • Melakukan pengecekan kebersihan tiap kelas sebelum Kegiatan Belajar Mengajar dimulai
  • Mencatat seluruh kegiatan dan kejadian setiap saat, khususnya di wilayah tempat bertugas
  • Memeriksa sarana dan prasarana Sekolah secara menyeluruh
  • Mengambil buku piket dan mengisi agenda kehadiran guru sesuai jadwal pelajaran
  • Mengamati dan mencatat  siswa yang kedapatan memakai  pakaian tidak sesuai dengan tata tertib sekolah
  • Memastikan kelas dalam keadaan bersih dan kemudian mentertibkan siswa masuk ke dalam kelas masing-masing
  • Mencatat nama siswa yang terlambat masuk kelas, tidak masuk dan yang keluar kelas pada jam pelajaran
  • Mencatat nama siswa yang kedapatan melanggar tata tertib sekolah, dan melaporkan kepada Kepala Sekolah atau Wakil Kepala Sekolah  yang bertanggung jawab pada hari itu, jika pelanggaran tersebut dipandang perlu tindakan lebih lanjut
  • Menjaga ketenangan suasana kelas dan lingkungan sekolah pada saat Kegiatan Belajar Mengajar berlangsung
  • Mendistribusikan  tugas  atau mengisi kelas jika terdapat guru yang berhalangan hadir
  • Mengingatkan kepada guru yang hadir  dan belum mengisi dan menandatangani agenda kelas
  • Mencatat ketepatan waktu seorang guru mengakhiri Kegiatan Belajar Mengajar, serta memperingatkan jika ternyata Guru tersebut mengakhiri Kegiatan Belajar Mengajar sebelum waktunya
  • Mengatur ketepatan waktu jam pelajaran,  yaitu dengan  memberikan tanda  masuk  kelas,  pergantian jam dan atau saat berakhirnya Kegiatan Belajar Mengajar

MAS Alwashliyah Desa Pakam Peduli untuk Korban Bencana Lombok

Foto Al Asari Al Pagurawani. Foto Al Asari Al Pagurawani.
MAS Alwashliyah(10/08/2018)
Sebagai bentuk kepedulian dan belarasa sebagai sesama anak bangsa, MAS Alwashliyah Desa Pakam  menggelar aksi kemanusiaan bagi korban gempa Lombok.
Aksi kemanusiaan yang diikuti oleh selurah civitas  ini dilaksanakan di kompleks MAS Alwashliyah Desa Pakam, Jumat (10/8/2018).

Para peserta aksi solidaritas kemanusiaan peduli Gempa Lombok ini memberikan  sumbangan untuk membantu korban Gempa Lombok.
Kepala MAS Alwashliyah Desa Pakam  Jumat (10/8/2018) siang mengungkapkan aksi ini merupakan aksi kepedulian mereka terhadap sama saudara yang terkena dampak gempa bumi di Lombok pada  Minggu yang lalu.

Bagi MAS Alwashliyah Desa pakam, masalah gempa Lombok merupakan masalah kemanusiaan yang harus mendapat perhatian dan empati kita bersama sebagai sesama saudara dan warga negara.
"Ini masalah kenanusiaan, sebagai warga negara Indonesia yang berbhineka maka duka mereka (korban gempa Lombok) menjadi duka kita juga," ungkapnya.

"Aksi ini sebagai bentuk kepedulian terhadap korban dan sekaligus untuk meringankan beban mereka yang terkena bencana," tambahnya.

Ia atas nama MAS Alwashliyah  berharap agar kepedulian warga yang terus mendukung korban gempa tetap ditingkatkan dengan memberikan suport dan bantuan.

Rencananya, kegiatan aksi peduli korban gempa Lombok ini akan dilanjutkan pada Sabtu (11/8/2018) di Masjid Al-Ikhlas Desa Pakam, dan dilanjutkan dengan sholat ghaib untuk korban gempa Lombok  di Masjid tersebut.
Harapanya, apa yang dikumpulkan dapat disalurkan untuk membantu meringankan beban para korbam gempa. (*

WIRID PAGI



(Antara Shubuh hingga siang hari ketika matahari akan bergeser ke barat)
أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
اللَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ، لاَ تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ، لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ، مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ، يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ، وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِمَا شَاءَ، وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ، وَلَا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا، وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ       بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ  قُلْ  هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ اللَّهُ الصَّمَدُ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ   قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ مِن شَرِّ مَا خَلَقَ وَمِن شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ وَمِن شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ  وَمِن شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ مَلِكِ النَّاسِ إِلَهِ النَّاسِ مِن شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ مِنَ الْجِنَّةِ وَ النَّاسِ
أَصْبَحْنَا وَأَصْبَحَ الْمُلْكُ لِلَّهِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرُ. رَبِّ أَسْأَلُكَ خَيْرَ مَا فِيْ هَذَا الْيَوْمِ وَخَيْرَ مَا بَعْدَهُ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا فِيْ هَذَا الْيَوْمِ وَشَرِّ مَا بَعْدَهُ، رَبِّ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْكَسَلِ وَسُوْءِ الْكِبَرِ، رَبِّ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابٍ فِي النَّارِ وَعَذَابٍ فِي الْقَبْرِ اَللَّهُمَّ بِكَ أَصْبَحْنَا، وَبِكَ أَمْسَيْنَا، وَبِكَ نَحْيَا، وَبِكَ نَمُوْتُ وَإِلَيْكَ النُّشُوْرُ
اَللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّيْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ، خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكَ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوْءُ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْ لِيْ فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ.
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَصْبَحْتُ أُشْهِدُكَ وَأُشْهِدُ حَمَلَةَ عَرْشِكَ، وَمَلاَئِكَتَكَ وَجَمِيْعَ خَلْقِكَ، أَنَّكَ أَنْتَ اللهُ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ وَحْدَكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُكَ وَرَسُوْلُكَ
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ، اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي دِيْنِيْ وَدُنْيَايَ وَأَهْلِيْ وَمَالِيْ اللَّهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَاتِى وَآمِنْ رَوْعَاتِى. اَللَّهُمَّ احْفَظْنِيْ مِنْ بَيْنِ يَدَيَّ، وَمِنْ خَلْفِيْ، وَعَنْ يَمِيْنِيْ وَعَنْ شِمَالِيْ، وَمِنْ فَوْقِيْ، وَأَعُوْذُ بِعَظَمَتِكَ أَنْ أُغْتَالَ مِنْ تَحْتِيْ
اَللَّهُمَّ عَالِمَ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ، رَبَّ كُلِّ شَيْءٍ وَمَلِيْكَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ نَفْسِيْ، وَمِنْ شَرِّ الشَّيْطَانِ وَشِرْكِهِ، وَأَنْ أَقْتَرِفَ عَلَى نَفْسِيْ سُوْءًا أَوْ أَجُرُّهُ إِلَى مُسْلِمٍ
بِسْمِ اللَّهِ الَّذِى لاَ يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَىْءٌ فِى الأَرْضِ وَلاَ فِى السَّمَاءِ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
رَضِيْتُ بِاللهِ رَبًّا، وَبِاْلإِسْلاَمِ دِيْنًا، وَبِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيًّا
أَصْبَحْنَا عَلَى فِطْرَةِ اْلإِسْلاَمِ وَعَلَى كَلِمَةِ اْلإِخْلاَصِ، وَعَلَى دِيْنِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَعَلَى مِلَّةِ أَبِيْنَا إِبْرَاهِيْمَ، حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ 
لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرُ  سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ: عَدَدَ خَلْقِهِ، وَرِضَا نَفْسِهِ، وَزِنَةَ عَرْشِهِ وَمِدَادَ كَلِمَاتِهِ  اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَرِزْقًا طَيِّبًا، وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً  أَسْتَغْفِرُ اللهَ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ


Kamis, 09 Agustus 2018

MADRASAH ALIYAH ALWASHLIYAH LAKSANAKAN MASTAR DAN KHUTBAH TA'ARUF


Perguruan MAS Al Washliyah Pakam melaksanakan kegiatan Khutbah Ta'aruf sekaligus penutupan kegiatan masa ta'aruf (Mastar) siswa/i  baru TA 2018/2019.

Kegiatan tersebut dilaksanakan digedung MAS Al Washliyah Desa Pakam Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batu Sabtu 28/07.

Hadir pada acara itu ketua PC Washliyah Medang Deras Ustadz Al Asari S. Ag M.Si, Kepala MAS AW Pakam Jafar S.Ag, para guru, pengurus Daerah IPA Batu Bara, dan para wali murid.

Ketua PD IPA Batu Bara Ade Hamid Alfaridho Dalam sambutannya mengucapkan terima kasih kepada PC Washliyah, kepala MAS Washliyah Pakam berserta dewan guru yg mepercayai PD IPA mengelola kegiatan dengan harapan Semoga hasil dari Mastar ini menjadi bekal terbaik buat adek-adek.

Kepala MAS Washliyah Pakam Jafar S Ag memberikan apresiasi dan motivasi kepada orang tua murid yang berkaitan dengan membangun pendidikan adalah tanggung jawab bersama .

Kegiatan ditutup dengan penyampaian Khutbah Ta'aruf oleh ketua PC Washliyah Medang Deras Ustadz Al Asari dan berpesan supaya membangun komunikasi dan menciptakan komitmen bersama membangun pendidikan berkualitas di Al Washliyah.

"Ayo lebih baik, Washliyah terdepan, IPA berjuang dan Berkhidmat untuk umat" tutupnya.

Selasa, 24 Juli 2018

MAS ALWASHLIYAH DESA PAKAM LAKSANAKAN LATIHAN BELA NEGARA CINTA NKRI

SUASANA KEGIATAN LATIHAN BELA NEGARA 
DI MADRASAH ALIYAH ALWASHLIYAH DESA PAKAM


KEGIATAN DILAKSANAKAN DIKOMPLEKS MAS ALWASHLIYAH DESA PAKAM


PELAKSANAAN PADA TANGGAL 21 JULI 2018 


PELATIH DARI BABINSA : IMAM SUPRAYETNO


PARA SISWA SANGAT SEMANGAT MENDAPAT BIMBINGAN


SEMOGA SISWA ALWASHLIYAH MENJADI GENERASI YANG CINTA TANAH AIR


PESERTA TERDIRI DARI SISWA SISWI BARU KELAS XI 
MAS ALWASHLIYAH DESA PAKAM