KETUHANAN YANG MAHA ESA MENURUT
ALQURAN
Oleh : Japar
Pendahuluan
Persoalan
ketuhanan adalah persoalan yang sangat penting dalam setiap agama di dunia.
Tolak ukur sesuatu itu dapat disebut agama
dilihat dari ada atau tidak nya
konsep ketuhanan didalamnya. Eksistensi Tuhan juga menjadi objek penolakan atau
penerimaan disepanjang sejarah kehidupan manusia. Mulai dari orang-orang Yunani
Kuno, yang mempercayai Dewa Venus, Dewa
Apollo, Dewa Mars. Hindu masa lampau
meyakini dewa – dewa sebagai Tuhan sebagaimana yang terdapat dalam
hikayat mahabrata. Masyarakat Mesir
meyakini Dewa Osiris, Izis dan
Ra’, Masyarakat Persia yang percaya terhadap Tuhan Terang dan Tuhan Gelap. Jika
tidak ada konsep tentang ketuhanan didalam agama itu maka tidak dapat dikatakan
sebagai agama. Namun konsep ketuhanan masing-masing agama berbeda. Sehingga
diantara agama ada yang disebut agama monotheisme dan politheisme.
Agama
monotheisme juga mengalami perbedaan penafsiran dalam memahami konsep ketuhanan. Sebut saja
misalnya, konsep monotheisme menurut Islam berbeda dengan konsep monotheisme
menurut Kristen. Islam, Kristen, Hindu, Budha masing-masing mempunyai konsep
berbeda tentang hal ini. Akibat dari perbedaan ini tidak jarang menimbulkan
ketidakharmonisan didalam masyarakat. Perpecahan dan perselisihan terjadi
karena masing-masing agama ini mengklaim hanya dirinya yang benar dalam
memahami konsep keesaan Tuhan.
Diantara
penganut agama Islam juga terjadi
penafisran yang berbeda terhadap konsep ketuhanan yang Maha Esa. Aliran-aliran
seperti Mu’tazilah, As’ariyah, Maturidiyah, Jabbariyah, Qadariyah masing-masing
berbeda penafsiran terhadap konsep keesaan Tuhan. Sebagaimana yang terjadi
antar umat beragama, intern umat beragama juga selalu mengalami suasana yang
tidak harmonis yang diakibatkan
perbedaan pemahaman ini. Telah terjadi mihnah / fitnah besar pada masa
kekhalifahan Bani Umayyah dikarenakan perbedaan penafsiran konsep ketuhanan
yang Maha Esa.
Negara Republik
Indonesia yang berfalsafahkan Pancasila, yang merupakan –katanya - murni hasil
pemikiran dalam sila pertama mencantumkan kalimat Ketuhanan yang Maha Esa. Dalam
kenyataannya bahwa bangsa Indonesia yang menganut berbagai agama juga memiliki
penafsiran yang berbeda terhadap sila pertama tersebut.
Melihat
kenyataan yang terjadi, lantas bagaimana seharusnya kita menghadapi perbedaan
itu. Dan tafsiran dan konsep yang mana seharusnya diikuti dalam memahami
ketuhanan yang maha Esa yang menjadi keyakinan dan sekaligus dasar dan
pandangan hidup bangsa Indonesia.
Alquran sebagai
sumber pertama dan utama dalam memahami segala konsep yang terdapat dalam
Islam, termasuk juga masalah ketuhanan yang maha Esa. Alquran sebagai hakim
yang tertinggi dalam menentukan sebuah kebenaran. Maka untuk mendapatkan
pemahaman yang benar maka perlulah kita kembali kepada Alquran. Makalah ini
ditulis dalam rangka untuk menelusuri konsep keesaan Tuhan dan untuk
mendapatkan argumentasi yang benar tentang konsep keesaan Tuhan.
Pengertian Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kata “ketuhanan” berasal dari kata “Tuhan”. Dalam kamus Bahasa
Indonesia, Tuhan berarti “seuatu yang diyakini, dipuja, dan disembah oleh
manusia sebagai yang Mahakuasa, Mahaperkasa, dsb”. Ketuhanan berarti “sifat
keadaan Tuhan, segala yang berhubungan dengan Tuhan.
Dalam konsep Islam, Tuhan disebut Allah (bahasa Arab : الله ) yang diyakini sebagai Zat Maha Tinggi Yang Nyata dan Esa. Kata الله diderivasi dari kata إله yang berati menyembah. Kata إله dan kata الله pada
awalnya berasal dari kata ولاه yang
berarti ketundukan, pengagungan, dan ungkapan penghambaan. Telah terjadi
perbedaan pendapat mengenai kata الله ,
namun agaknya dapat disepakati bahwa kata Allah mempunyai kekhususan yang tidak
dimiliki oleh kata lain selain-Nya; ia adalah kata yang sempurna hurufnya,
sempurna maknanya, serta memiliki kekhususan berkaitan dengan rahasianya,
sehingga sementara ulama ulama bahwa kata itulah yang dinamai اسم الاعظم. Dan Allah sendiripun menyebut
dirinya Allah. QS. Thaha : 14.
Pembahasan mengenai Tuhan didalam Alquran
sangat luas. Kata “Allah” terulang didalam Alquran sebanyak 2697 kali. Kata “Ilah”
dalam bentuk mufrad terulang sebanyak 111 kali, “ilahaini” dalam bentuk
mutsanna 2 kali, dan dalam bentuk jama” “alihah” sebanyak 34 kali.[1]
Ini sebagai bukti bahwa masalah ketuhanan adalah masalah yang sangat prinsipil.
Kata Esa merupakan sifat yang selalu di
kaitkan dengan Allah. Tujuannya adalah untuk menambah kemutlakan terhadap
otoritas Tuhan. Dan hanya Allah yang
berhak mendapatkan atribut ketuhanan semesta raya ini, esensi hakiki hanya
dimiliki oleh Tuhan, sedangkan keberadaan sesuatu yang lain hanyalah merupakan
pancaran dari keberadaan Allah. Karena segala sesuatu membutuhkan Allah untuk eksistensinya, namun tuhan tak
membutuhkan apa-apa dalam mewujudkan eksistensinya.
Konsep Ketuhanan Yang maha Esa sebagai Fitrah Manusia
Alquran mengisyaratkan bahwa kehadiran Tuhan ada dalam diri setiap insan, dan bahwa hal tersebut merupakan fitrah (bawaan) manusia sejak asal kejadian. Demikian difahami dari firmanNya dalam QS. Rum : 30 :
Dalam QS. Al-A’raf : 172,
Artinya : dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan
anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa
mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka
menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi". (kami
lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya
Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan
Tuhan)",
Dalam QS. Fushshilat : 30,
Artinya
: Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah"
kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka Malaikat akan turun kepada
mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa
sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah
kepadamu".
QS. Ar-Ra’d : 28.
tÈ
Artinya : (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi
tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah
hati menjadi tenteram.
Ayat Alquran tentang Keesaan Tuhan
1.
Nabi yang diutus Allah mengajarkan tentang keesaan Tuhan.
Ayat-ayat tauhidiyah banyak
sekali bertebaran di dalam Alquran, memberikan informasi tentang ajaran yang
dibawa oleh nabi-nabi sebelum Muhammad saw. Diantaranya : QS. Al-Mu’minun : 23,
Artinya
: dan Sesungguhnya telah Kami utus Musa dengan membawa ayat-ayat Kami dan
keterangan yang nyata,
QS.
Hud : 50,
Artinya
: dan kepada kaum 'Ad (kami utus) saudara mereka, Huud. ia berkata: "Hai
kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. kamu
hanyalah mengada-adakan saja.
QS. Hud : 61,
Artinya : dan
kepada Tsamud (kami utus) saudara mereka shaleh. Shaleh berkata: "Hai
kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia
telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya[726],
karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya
Tuhanku Amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)."
QS.Hud; 84,
Artinya
: Dan kepada (penduduk) Mad-yan (kami utus) saudara mereka, Syu'aib. ia
berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada Tuhan bagimu
selain Dia. dan janganlah kamu kurangi takaran dan timbangan, Sesungguhnya aku
melihat kamu dalam Keadaan yang baik (mampu) dan Sesungguhnya aku khawatir
terhadapmu akan azab hari yang membinasakan (kiamat)."
QS. Al-Baqarah
: 133,
Artinya
: Adakah kamu hadir ketika Ya'qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia
berkata kepada anak-anaknya: "Apa yang kamu sembah sepeninggalku?"
mereka menjawab: "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu,
Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan yang Maha Esa dan Kami hanya tunduk
patuh kepada-Nya".
QS. Al-Maidah:
72, QS.Al-Anbiya’ : 25.
Misi yang dibawa Nabi Muhammad saw, juga adalah ajaran keesaan
Tuhan. Alquran menjelaskannya dalam QS Al-Baqarah : 163,
Artinya
: dan Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia yang
Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Demikian juga dalam surat Al-Ikhlas : 1-4,
QS. As-Syura : 11,
Artinya
: (dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu
sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan- pasangan
(pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. tidak ada
sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan melihat.
2.
Alquran mengajak manusia berfikir tentang keberadaan keesaan tuhan
Akal
yang dianugerahkan kepada manusia menyatakan
bahwa jejak-jejak inderawi kekuasaan Allah dan sisfat-sifat perbuatannya
yang lain tidak bisa dimiliki kecuali oleh Sang Pencipta Yang Maha hidup dan
berdiri sendiri, yaitu Allah swt. Barangsiapa yang memikirkan makhluk Allah,
niscaya dia akan beriman kepadanya dengan keimanan yang kuat tak tergoyahkan,
kerna sifat dan keesaaanNya dapat dilihat melalui jejak-jejakNya.
Oleh
karena itu, Alquran menganjurkan kita agar berfikir tentang kekuasan dan
keesaan Allah serta ciptaanNya. Firman Allah QS. Al-Jatsiyah : 3-6 :
Artinya : Sesungguhnya
pada langit dan bumi benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) untuk
orang-orang yang beriman.3)Dan pada penciptakan kamu dan pada binatang-binatang
yang melata yang bertebaran (di muka bumi) terdapat tanda-tanda (kekuasaan
Allah) untuk kaum yang meyakini,4) dan pada pergantian malam dan siang dan
hujan yang diturunkan Allah dari langit lalu dihidupkan-Nya dengan air hujan
itu bumi sesudah matinya; dan pada perkisaran angin terdapat tanda-tanda
(kekuasaan Allah) bagi kaum yang berakal.5) Itulah ayat-ayat Allah yang Kami
membacakannya kepadamu dengan sebenarnya; Maka dengan Perkataan manakah lagi
mereka akan beriman sesudah (kalam) Allah dan keterangan-keterangan-Nya.6)
Melalui Alquran Allah
menjelaskan tentang gejala alam yang
menunjukkan keesaan Allah sebagai bukti nyata dari ayat-ayat tentang keesaan
Allah. Alquran bercerita tentang langit, bumi, silih bergantinya malam dan
siang, al-fulk (perahu) hujan, arah angin, mendung yang berkelompok dan
lain-lain.[2]
3.
Larangan Alquran untuk menyekutukan Allah.
QS. An-Nahl
: 51,
Artinya : Allah
berfirman: "Janganlah kamu menyembah dua Tuhan; Sesungguhnya Dialah Tuhan
yang Maha Esa, Maka hendaklah kepada-Ku saja kamu takut".
QS. An-Nisa’ : 36,
Artinya
: Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan
berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh[294], dan teman
sejawat, Ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri,
QS. al-Maidah
: 73,
Artinya
: Sesungguhnya kafirlah orang0orang yang mengatakan: "Bahwasanya Allah
salah seorang dari yang tiga", Padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain
dari Tuhan yang Esa. jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan
itu, pasti orang-orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang
pedih.
QS. an-Nisa’
: 171.
@
Artinya
: Wahai ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu[383], dan
janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al
Masih, Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan)
kalimat-Nyayang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya.
Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu
mengatakan: "(Tuhan itu) tiga", berhentilah (dari Ucapan itu). (Itu)
lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan yang Maha Esa, Maha suci Allah dari
mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya.
cukuplah Allah menjadi Pemelihara.
4.
Gaya Alquran menjelaskan tentang keesaan Allah.
Semua
nabi membawa ajaran tauhid, terlihat melalui ayat-ayat Alquran. Namun kelihatan
secara jelas cara pemaparan yang berbeda tentang prinsip keesaan Tuhan. Nabi
Muhammad, melalui Alquran diperkaya oleh
Allah dengan aneka penjelasan dan bukti, serta jawaban yang membungkam siapapun
yang mempersekutukan Allah. Allah menyesuaikan tuntunan yang dianugerahkan
kepada para Nabi-Nya sesuai dengan tingkat kedewasaan berfikir umat mereka.[3]
DAFTAR
BACAAN
Lubis, HM. Arsyad Thalib, Keesaan Tuhan menurut Kristen dan
Islam, Jakarta, Hudaya, tt.
Shihab, Muhammad Quraish, Wawasan Alquran : Tafsir Maudhu’i atas
Pelbagai Persoalan Umat , Bandung, Mizan, 1996,
Shihab, Muhammad Quraish, Ensiklopedi Alquran : Kajian Kosa
Kata, Jakarta, Lentera Hati, 2007.
Al-Jindani, Syeikh Abdul Majid, Beriman Secara Rasional,
Jakarta, Percetakan Negara, 2004.
Al-Maraghi, Ahmad Musthafa, Tafsir al-Marghi, Semarang,
Karya Thoha Putra, tanpa tahun.
[1] Shihab,
Muhammad Quraish, Ensiklopedi Alquran : Kajian Kosa Kata, Jakarta, Lentera
Hati, 2007, hlm. 75.
[2] Al-Maraghi,
Tafsir al-Maraghi, Juz 2, hal. 45-52.
[3]
Ibid, hlm. 15.
0 comments:
Posting Komentar