TAFSIR DALAM KITAB-KITAB HADIS
OLEH :
(USMAN HARAHAP)
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Menafsirkan
Alquran dengan Hadis adalah salah satu cara
penafsiran yang biasa digunakan dalam metode tafsir bi al-Maʻs|ūr. Tafsir bi al-Maʻs|ūr adalah salah satu metode penafsiran Alquran yang paling
kuat dan diakui keabsahannya, yaitu metode menafsirkan nas-nas Alquran dengan menggunakan
nas-nas Alquran itu sendiri atau menggunakan Hadis Rasulullah saw. Pada saat Alquran
diturunkan, Rasulullah saw sebagai penerima wahyu adalah satu-satunya orang
yang paling memahami wahyu yang beliau terima dari Allah sebagai Zat Pemberi
wahyu. Karenanya, menafsirkan Alquran menggunakan Hadis diyakini sebagai salah
satu metode memahami wahyu agar sesuai dengan maksud yang dikehendaki oleh Zat Pemberi
wahyu.
Khalid Abdul Al-Rahman al-‘Ak mengutip al-Syatibi menerangkan
bahwa pengertian Alquran jika dikaitkan dengan hukum-hukum syariah kebanyakan
mengandung makna kulliy (global) bukan juz’iy (rinci), dan
meskipun juz’iy maka harus diambil kulliy dengan cara menggunakan
penjelasan-penjelasan, atau mengikuti makna asal, kecuali jika ditakhsis dengan
dalil, seperti ditakhsis dengan Hadis.[1] Ini
menunjukkan bahwa Alquran memerlukan
banyak penjelasan, dan fungsi Hadis adalah menjelaskan Alquran. Tentu saja tidak terbatas permasalahan hukum, namun mencakup seluruh persoalan kehidupan manusia.
banyak penjelasan, dan fungsi Hadis adalah menjelaskan Alquran. Tentu saja tidak terbatas permasalahan hukum, namun mencakup seluruh persoalan kehidupan manusia.
Di dalam
makalah ini penulis akan mencoba memaparkan bentuk-bentuk penafsiran yang ada
di dalam kitab-kitab Hadis. Dan pembahasan kali ini penulis akan mengambil
contoh-contoh dari kitab Hadis al-Bukhari dan Muslim.
2.
Rumusan Masalah
a.
Seperti apakah fungsi Hadis dalam menafsirkan Alquran?
b.
Apa sajakah model penafsiran Hadis terhadap Alquran?
3.
Tujuan
a.
Mengetahui fungsi Hadis dalam menafsirkan Alquran
b.
Mengetahui model penafsiran Hadis terhadap Alquran
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Fungsi Hadis dalam Penafsiran Alquran
Secara umum fungsi hadis terhadap Alquran adalah untuk
menjelaskan makna yang terkandung dalam Alquran, sebagaimana fiman Allah dalam
Surah al-Nahl ayat 44:
وأنزلنا
إليك الذكر لتُبين للناس ما نُزِّلَ إليهم و لعلهم يتفكرون
“Dan Kami turunkan kepadamu Alquran, agar kamu
menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka
dan supaya mereka memikirkan”.
Imam Malik bin Anas menyebutkan lima macam fungsi Hadis, yaitu
baya>n al-taqrir, baya>n al-tafsīr, bayan
al-tafs}īl, baya>n
al-ba’t} ,dan baya>n
al-tasyri’. Imam Syafii menyebutkan lima fungsi, yaitu baya>n al-tafs}i>l,
baya>n al-tah}s}īs}, baya>n al-ta’yin, baya>n al-tasyri’ dan baya>n
alnasakh. Dalam “Al-Risalah”,
ia menambahkan dengan baya>n al-isyārah. Sedangkan Imam Ahmad bin Hanbal
menyebutkan empat fungsi, yaitu bayan al-ta’kīd, baya>n
al-tafsi>r, baya>n al-tasyri>’ dan baya>n al-takhs} īs}[2]
Seorang
mufasir ketika menafsirkan Alquran harus memperhatikan
fungsi-fungsi ini. Di dalam
makalah ini, penulis akan fokus pada pembahasan tentang
baya>n al-tafsi>r saja.
Penjelasannya adalah sebagai berikut:
Fungsi hadis sebagai baya>n tafsīr, adalah hadis berfungsi memberikan rincian dan tafsiran
terhadap ayat-ayat Alquran yang masih bersifat global (mujmāl), memberikan pembatasan (taqyīd) ayat-ayat Alquran yang bersifat mutlak, dan
mengkhususkan (takhs}i>s}) terhadap ayat-ayat Alquran yang
masih bersifat umum. Dengan demikian Hadis berfungsi sebagai:
a.
Tafs}i>l al-Mujmal
Tafs}īlal-mujmal berarti memerinci yang
global. Hadis memberikan penjelasan
ayat-ayat Alquran yang bersifat global secara
terperinci, baik yang berkaitan dengan hukum atau ibadah lainnya. Ada yang menyebut baya>n ini
dengan baya>n tafs}īl atau baya>n tafsīr. Dalam hal ini, hadis merinci ayat mujmal yaitu
ayat yang dilalahnya masih tersembunyi dari maknanya, dan tidak ada cara
lain menyingkirkan yang tersembunyi kecuali menjelaskan yang timbul dari yang ijma>l
tadi.
Contohnya adalah lafaz salat, Allah hanya
memerintahkan ibadah tersebut secara global yang terdapat dalam banyak ayat. Di
antaranya dalam surat al-Baqarah: 43, 83, 110, belum lagi dalam surat Yunus,
alanbiya’>, al-Nu>r dan banyak ayat dan surat lainnya yang
menegaskan bahwa Allah memerintahkan solat.
Ketika
Allah memerintahkan salat, Allah tidak merinci tata cara salat dengan detail. Sehingga akan sangat
keliru pemahaman seseorang tentang tata cara
salat jika difahami
sendiri tanpa melihat praktek Rasulullah dalam mengaplikasikan salat ini. Dalam
surat al-Baqarah ayat 43 misalnya,
Allah berfirman:
وأقيموا الصلاة و آتوا الزكاة و اركعوا مع الراكعين
“Dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan
ruku'lah beserta orangorang yang ruku'.”
Ini
adalah perintah Allah kepada kaum mukminin untuk melaksanakan ibadah salat.
Karena tata cara ibadah ini tidak dijelaskan secara
rinci dalam Alquran, maka Nabi Muhammad saw mempraktekkan salat itu dihadapan
para sahabatnya sehingga beliau bersabda:
وصلوا كما رأيتموني أصلي فإذا حضرت الصلاة فليؤذن لكم أحدكم
وليؤُمَّكُم أكبرَكم[3]
“Salatlah kalian sebagaimana
kalian melihatku salat, jika waktu salat telah datang maka hendaklah salah
seorang di antara kalian mengumandangkan azan dan yang menjadi imam adalah yang
paling tua di antara kalian.” (HR. Al-Al-Bukhari)
Hadis
ini menjelaskan perintah salat dalam Alquran, yaitu dengan mencontoh praktek
salat yang dipraktekan oleh Nabi Muhammad saw. Di antara praktek salat yang
diajarkan oleh Nabi Muhammad dan tidak ada dalam Alquran adalah praktek takbiratu
al-Ihram. Hal ini tidak akan didapat di dalam Alquran. Akan tetapi dapat
dijumpai dalam Hadis. Sebagaimana hadis berikut, Rasulullah bersabda:
إذا قمت إلى الصلاة فأسبغ الوضوء ثم استقبل القبلة فكبر ثم
اقرأ بما تيسر معك من القرآن ثم اركع حتى تطمئن راكعا ثم ارفع حتى تطمئن قائما ثم
اسجد حتى تطمئن ساجدا ثم ارفع حتى تطمئن جالسا ثم اسجد حتى تطمئن ساجدا ثم ارفع
حتى تطمئن جالسا ثم افعل ذلك في صلاتك كلها (رواه البخاري)[4]
“Jika engkau hendak melaksanakan salat,
maka sempurnakanlah wudumu, lalu menghadap kiblat dan bertakbir, lalu bacalah
ayat yang mudah yang telah engkau hafal, kemudian rukuklah sampai tuma’ninah, kemudian berdirilah sampai tegak, kemudian
sujudlah sampai tuma'ninah, kemudian bangkitlah sampai tuma'ninah dalam duduk,
lalu sujudlah kembali
sampai tuma'ninah dalam sujud,
lalu bangkitlah sampai tuma'ninah dalam duduk, lalu lakukanlah ini dalam
salat-salatmu.” (HR. Al-Bukhari)
b.
Takhs} i>s} al-‘a>m
Pada baya>n
ini, hadis memiliki fungsi mentakhsis/mengkhususkan ayat-ayat Alquran yang
bersifat umum. Contohnya adalah
ahli waris anak yang mewarisi bapak seperti pada fiman Allah Surah al-Nisa>’ ayat 11:
و لأبويه لكل واحد منهما السدس مما ترك إن كان له ولد فإن
لم يكن له ولد وورثه أبواه فلأمه الثلث
“Dan untuk dua orang ibu bapak
bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang
meninggal itu mempunyai anak; jika yang meninggal itu tidak mempunyai anak dan
ia diwarisi oleh ibu bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga.”
Pengertian lahir ayat ini adalah setiap ayah menerima
waris, namun Nabi mentakhs}i>s} dalam
hadisnya kecuali para nabi. Nabi bersabda:
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله
عليه و سلم: لا يقتسم
ورثتي دينارا, ما تركت بعد نفقة نسائي ومئونة عاملي, فهو صدقة[5]
“Dari Abi Hurairah ra ia berkata:
Rasulullah saw bersabda: warisanku tidaklah dibagi-bagi baik berupa dinar (atau
yang lain). Apa yang aku tinggalkan selain berupa nafkah buat istri-isttriku
dan para pekerjaku, semuanya adalah sebagai sedekah.”
c.
Taqyi>d al-Mut}laq
Pada
bayan ini, Hadis
memiliki fungsi membatasi kemutlakan ayat-ayat
Alquran. Maksudnya, keterangan-keterangan yang ada dalam ayat Alquran adalah mutlak, lalu hadis
datang mentaqyid atau membatasi kemutlakan tersebut. Contohnya adalah
fiman Allah dalam surah
al-Ma>idah ayat 38:
و السارق و السارقة فاقطعوا أيديهما جزاء بما كسبا نكالا من
الله و الله عزيز حكيم (المائدة: 38)
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang
mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka
kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (Al-Ma>idah: 38)
Ayat ini
hanya menerangkan bahwa pencuri harus dipotong tangannya tanpa merinci kadar
pencurian. Adapun hadis Rasul
telah merinci kadar pencurian yang dengannya pencuri akan dipotong tangannya.
عن عائشة أم المؤمنين: لا تقطع يد السارق إلا في ربع دينار فصاعدا. (رواه مسلم) و
في البخاري: عن عائشة أم المؤمنين (تقطع اليد في ربع دينار فصاعدا. (رواه البخاري)
“Dari Aisyah Ibu orang-orang Mukmin: Tangan
pencuri tidak dipotong, kecuali dalam pencurian seperempat dinar keatas.[6]
Dalam Sahih al-Al-Bukhari disebutkan; Dari Aisyah Ibu orang-orang Mukmin:
tangan yang dipotong dalam pencurian seperempat dinar keatas.”[7]
2.
Model
Penafsiran Hadis terhadap Alquran
Pada bagian ini, akan dijelaskan metode dan model
penafsiran nabawi dalam arti penafsiran menggunakan Hadis Nabi SAW baik dalam
bentuk ucapan, perbuatan maupun taqrir Nabi untuk menjelaskan ayat Alquran,
yang dijelaskan oleh beberapa ahli tafsir.
A.
Hadis digunakan untuk menjelaskan sebab turunnya ayat Alquran
Contohnya
fiman Allah pada surah al-Baqarah
ayat 198:
ليس عليكم جناح أن تبتغوا فضلا من ربكم فإذا أفضتم من عرفات
فاذكروا الله عند المشعر الحرام
“Tidak ada dosa atasmu mengharapkan fad{l dari Tuhanmu, apabila engkau telah menyelesaikan wuquf di Arafah maka
perbanyaklah mengingat
Tuhanmu di sisi al-Masy’aril-Hara>m”.
Apakah
yang dimaksud dengan fad{l? Bisa
jadi terkandung dzikir,
doa, pahala, tetapi makna sebenarnya adalah berdagang pada waktu haji, berdasarkan hadis riwayat al-Bukhari:
عن عبد الله ابن عباس: قال ابن عباس رضي الله عنهما: كان ذو المجاز و عكاظ مَتْجَر الناس في
الجاهلية , فلما جاء الإسلام كأنهم كرهوا ذلك, حتى نزلت: ليس عليكم جناح أن تبتغوا
فضلا من ربكم (البقرة: 198) في مواسم الحج.[8]
“Dari ibn Abbas. Ibn ‘Abas ra berkata: Dhu Al-Majāz dan ‘Ukāz} adalah pasar tempat berkumpul manusia pada
jaman jahiliyah, tatkala Islam datang para sahabat seolah membenci itu,
sehingga diturunkanlah: ayat yang berbunyi “tidak ada dosa bagimu
berusaha fad}l dari Tuhanmu dalam musim-musim haji. (Al-Baqarah: 198)”
B.
Hadis digunakan
untuk menjelaskan lafaz atau ayat Alquran
a)
Penjelasan terhadap makna lafaz yang belum diketahui
maknanya selain melalui penjelasan Nabi.
Contohnya hadis riwayat Muslim:
عن أنس بن مالك قال : بينا رسول الله صلى الله عليه وسلم ذات يوم بين أظهرنا إذ أغفي
إغفاءة ثم رفع رأسه متبسما, فقلنا: ما أضحكك يا رسول الله؟ قال: أنزلت علي آنفا
سورة فقرأ: بسم الله الرحمن الرحيم (إنا أعطيناك الكوثر. فصل لربك وانحر. إن شانئك
هو الأبتر). (الكوثر: 1-3) ثم قال: أتدرون ما الكوثر؟ فقلنا: الله ورسوله أعلم,
قال: فإنه نهر وعدنيه ربي عز وجل, عليه خير كثير, هو حوض ترد عليه أمتي يوم
القيامة, آنيته عدد النجوم, فيختلج العبد منهم, فأقول: رب إنه من أمتي, فيقول: ما
تدري ما أحْدَثَتْ بعدك.[9]
“Dari Anas bin Malik ra dia berkata, suatu
kali Rasulullah saw di depan kami,
tiba-tiba tertidur sejenak kemudian mengangkat kepalanya sambil
tersenyum, lalu kami bertanya: “Apa yang menyebabkan engkau tertawa ya
Rasulullah?”. Rasul menjawab: “Baru saja diturunkan kepadaku satu surah,
lalu nabi membacakan: “innā a’t}aiynāka al-kauthar fas}alli li rabbika wanh}ar inna sāniaka huwa al abtar” lalu Nabi bertanya: “apakah kalian tahu apa
al-kauthar itu?”. Kami menjawab: “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu”, Nabi bersabda:
“itu adalah sungai yang dijanjikan Tuhanku Azza wajalla yang memiliki kebaikan
yang banyak, dia adalah telaga yang dikembalikan ke dalamnya umatku pada hari
kiamat, wadahnya sejumlah bintang bintang, bergemetar
seorang hamba diantara mereka, lalu aku berkata, Ya Tuhan ia adalah umatku,
lalu Allah berfirman: engkau tidak tahu apa yang terjadi setelah kamu.”
b)
Penjelasan terhadap makna
lafaz yang diperselisihkan maknanya oleh
para sahabat.
Contohnya hadis riwayat Muslim:
عن أبي سعيد الخدري: سمعت أبي سلمة بن عبد الرحمن , قال: مر
بي عبد الرحمن بن ابي سعيد الخدري, قال: قلت له: كيف سمعت أباك يذكر في المسجد
الذي أسس على التقوى؟ قال: قال أبي: دخلت على رسول الله صلى الله عليه و سلم في
بيت بعض نسائه, فقلت يا رسول الله, أي المسجدين الذي أسس على التقوى؟ قال: فأخذ
كفا من حصباء, فضرب به الأرض, ثم قال: هو مسجدكم هذا لِمسجد المدينة. قال: فقلت:
أشهد أني سمعت أباك هكذا يذكرُه.[10]
“Dari Abi Said al-Khudri: aku mendengar Abi
Salamah bin Abdur Rahman berkata: Aku berjalan bersama Abdur Rahman bin Abi
Said al-Khudri berkata: Aku bertanya kepadanya: Bagaimana engkau mendengar
ayahmu menerangkan tentang mesjid yang dibangun atas takwa? Dia menjawab:
ayahku berkata: Aku menemui Rasulullah saw di antara rumah istrinya, lalu aku
bertanya: ya Rasulallah, masjid manakah yang dibangun atas takwa? Dia berkata:
kemudia Rasulullah mengambil segenggam kerikil, dan dia menghempaskannya ke
tanah, dan kemudian berkata: ini adalah masjid kalian ini mengarah ke masjid
madinah. Dia berkata: lalu aku mengatakan: aku bersaksi bahwa aku mendengar
ayahmu menerangkan seperti hal itu.
c)
Menjelaskan makna yang
terkandung dari suatu lafaz Alquran.
Contohnya hadis riwayat Syaikhani:
عن عائشة أم المؤمنين: لما نزلت الآيات من آخر سورة البقرة
في الربا, قرأها رسول الله صلى الله عليه وسلم على الناس ثم حرم التجارة في الخمر.
[11]
“Dari Aisyah
ra dia berkata: “Ketika diturunkan ayat akhir surah al-Baqarah tentang
riba, Rasulullah saw membacakannya kepada manusia, lalu Rasul
mengharamkan perdagangan khamr”.
d)
Menjelaskan makna sebenarnya dari apa yang terkandung
dari suatu ayat Alquran.
Contohnya penjelasan terhadap fiman Allah swa surah AlaAn’am
ayat 158:
يوم يأتي بعض آيات ربك لا ينفع نفسا إيمانها لم تكن آمنت من
قبل أو كسبت في إيمانها خيرا
“Pada hari datang sebagian ayat Tuhanmu, tidak bermanfaat
seseorang imannya yang tidak
beriman dari sebelumnya, atau berusaha berbuat baik dalam imannya” Dalam Hadis, Nabi menjelaskan bahwa saat iman
yang tidak berguna kecuali kalau seseorang sudah punya iman terlebih dahulu,
itu terjadi tatkala matahari terbit dari
arah barat:
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله
عليه وسلم: لا تقوم الساعة حتى تطلع الشمس من المغرب, فإذا طلعت الشمس من المغرب
آمن الناس كلهم و ذلك حين (يوم يأتي بعض آيات ربك لا ينفع نفسا إيمانها لم تكن
آمنت من قبل أو كسبت في إيمانها خيرا)
“Dari Abi Hurairah r.a.,
berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Tidak
didirikan saat hari kiamat sehingga matahari terbit dari barat, maka apabila
matahari terbit dari barat dan manusia melihatnya, mereka semua beriman, (pada
saat tidak bermanfaat seseorang imannya),dan itu adalah saat: (kemudian Rasul
membaca ayat) (al-An’ām ayat 158)”.
e)
Menjelaskan adanya hubungan
antara hadis
dengan ayat Alquran.
Contoh bentuk ini adalah penjelasan makna api neraka
dalam fiman Allah surah al-Baqarah
ayat 24:
فاتقوا
النار التي وقودها الناس و الحجارة أعدت للمتقين
“Takutlah kepada api neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia dan batu, disediakan untuk
orang-orang kafir”.
Ayat ini dijelaskan dalam beberapa hadis yang menerangkan
makna dari api neraka, seperti:
عن أبي هريرة: أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: ناركم
جزء من سبعين جزءا من نار جهنم, قيل يا رسول الله إن كانت لكافيةً قال: فُضِّلتْ
عليهن بتسعة وستين جزءا كلُّهُن مثلُ حَرِّها[12]
“Dari Abi Hurairah ra, bahwasanya Rasulullah saw bersabda: “Apimu adalah
satu bagian dari tujuh puluh bagian api jahannam”, dikatakan: “Wahai
Rasul kalau seperti itu sudah cukup (panas)” Nabi berkata: “dilebihkan
panasnya dengan enam puluh sembilan bagian, setiap bagian sama
panasnya”.
BAB III
PENUTUP
Dari paparan tafsir Alquran dengan Hadis, seperti diterangkan
di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Hadis sebagai sumber hukum kedua setelah
Alquran memiliki fungsi penting untuk menafsirkan Alquran yaitu sebagai bayānal-taqrīr, bayānal-tafsīr yang mencakup tafs}il al-mujmal, takhs}is} al-‘Ām, taqyidal mut}laq.
Model penggunaan Hadis untuk menafsirkan Alquran dapat
berbentuk: Hadis digunakan untuk menjelaskan sebab turunnya ayat Alquran. Juga
menjelaskan lafaz atau ayat, yang mencakup: penjelasan terhadap makna lafaz
yang belum diketahui maknanya selain melalui penjelasan Nabi. Penjelasan
terhadap makna lafaz yang diperselisihkan maknanya oleh para sahabat.
Menjelaskan makna yang terkandung dari suatu lafaz Alquran. Menjelaskan makna
sebenarnya dari apa yang terkandung dari suatu ayat Alquran. Menjelaskan
adanya hubungan antara Hadis
dengan ayat Alquran. Dan kegunaan-kegunaan
lain yang mungkin saja akan diketemukan seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
Khalid Abdul al-Rahman al-‘Ak, Us}ūl al-Tafsīr wa Qawā’iduhu, (Beirut: Dar Al-Nakhais, 1986)
Munzier Suparta, Ilmu
Hadis, ( Jakarta: Rajawali Pers, 2011)
Muhammad Sayyid Tontowi,
al-Tafsir al-Wasit li al-Qur`an al-Karim, (Qahira: Dar al-Nahdah, 1997 M)
Muslim bin al-Hajaj al-Qusyairi, Sahih Muslim
Muhammad Ismail al-Bukhari,
sahih al-Bukhari
[1]
Khalid Abdul al-Rahman
al-‘Ak, Us}ūl
al-Tafsīr wa
Qawā’id}uhu,
(Beirut: Dar al-Nakhais, 1986), hlm. 126.
[10]
Muslim bin al-Hajaj al-Qusyairi, Sahih
Muslim, nomor 1398
0 comments:
Posting Komentar