DAULAH BANI UMAYYAH DI ANDALUSIA


DAULAH BANI UMAYYAH DI ANDALUSIA



Japar, S.Ag
Ka. MAS Alwashliyah
Desa Pakam 
PENDAHULUAN
Andalusia merupakan nama dari bagian semenanjung Iberia (Spanyol dan Portugal) . Sering juga disebut  al-Andalus.[1]  Ada perbedaan pendapat mengenai asal-usul Andalusia, dan menurut teori yang muncul belakangan dan dinilai medekati kebenaran nama Andalusia lahir pada masa Romawi.[2] Di tanah bagian Iberia ini sebuah dinasti pernah menorehkan sejarah yang sangat gemilang, hingga hari ini kenangan itu masih terukir diberbagai literatur sejarah kehidupan dan peradaban manusia, khususnya Islam. Bukan tanggung-tanggung, dinasti ini menjalani proses sejarahnya mencapai lebih kurang 275 tahun. Dinasti ini disebut dengan Dinasti Bani Ummayyah.
Sangat banyak prestasi yang diraih selama perjalanan sejarahnya, mulai dari bidang politik, ekonomi, agama, pendidikan dan sosial budaya. Masa ini merupakan bagian dari the Golden Age umat Islam. Sehingga peradaban Islam pada masa itu berada pada puncak yang sangat tinggi.
Makalah ini mencoba mendeskripsikan rekam jejak singkat perjalanan dinasti ini mulai dari latar belakang berdirinya, suksesi kepemimpinan, bentuk pemerintahan, perkembangan, prestasi yang diraih  hingga faktor-faktor keruntuhannya.
Dengan demikian kita dapat memahami, bahwa Islam bukan hanya penganut agama terbesar tapi juga pernah menjadi pusat kebudayaan dunia yang sangat menakjubkan. Sehingga dengan pembacaan sejarah, diharapkan dapat menginspirasi kita untuk menghidupkan kembali semangat umat Islam pada masa sekarang.

A.    FAKTOR BERDIRI DAULAH BANI UMAYYAH DI ANDALUSIA

a.       Andalusia sebelum masuknya Islam
Sebagaimana Eropa pada umumnya, Andalasia mengalami masa suram. Masyarakatnya mengalami keterbelakangan, baik dala bidang teknologi, sosial dan budaya. Masa itu dikenal dengan istilah Dark Age.
Kekayaan negeri Andalusia dikuasai oleh penguasa yang kejam, lebih dari itu penduduknya  dibarter di barter dengan tanah.Hak azasi manusia benar-benar diinjak-injak.
Diakhir abad ke-4 M, Andalusia dikuasai bangsa Gothic yang berasal dari Jerman. Kehidupan mereka sangat barbar. Mereka hidup semaunya, menganut agama pagan. [3]
Bangsa Romawi berusaha menumpas bangsa Gothic, sehingga Gothic terpecah belah dan membentuk suku bangsa sendiri-sendiri. Diantara pecahan bangsa Gothic  yang terkenal adalah bangsa Visigoth dan Ostrogoth, pecahan lainnya diadopsi oleh Atanisme (sebuah kelompok umat Kristen).
Suku Visigoth menguasai semenanjung Iberia. Kerajaannya bertahan dari abad ke-5 hingga abad ke-8. Rajanya yang terkenal yaitu Alaric I. Dan pada saat itu, ia merupakan pemimpin terkuat di Eropa Barat dan Eropa Tengah. Bahkan menguasa Roma, ibukota imperium Romawi pada tahun 410 dalam sebuah tragedi yang selalu di kenang oleh bangsa Eropa.
Pada akhirnya, bangsa Visigoth jumlahnya semakin besar, dan dari tahun ke tahun kekuasaan Romawi makin mengecil. Dengan suasana seperti itu Alaric I mengancam  Negeri Ghalia. Mereka juga melakukan berbagai tindakan perusakan dan keganasan. Dibawah kekuasaan bangsa Visigoth, Arianisme mendominasi Andalusia, Pyreneen, dan Perancis Selatan, sekaligus mengembangkan legislasi sekuler di Eropa Barat.
Dibidang ekonomi masyarakat semenanjung Iberia sangat memprihatinkan.Iberia menjadi wilayah miskin selama berabad-abad. Keadaan ini tidak berubah, baik pada masa Imperium Romawi maupun Visigoth. Faktor alam yang gersang juga menambah kondisi semakin buruk. Dengan kondisi seperti itu orang-orang Islam mudah masuk dan menaklukan Semenanjung Iberia.[4]
Dari segi agama, bangsa Visigoth menganut agama Kristen Arian, yang merupakan salah satu sekte dalam Kristen, yang mengajarkan  bahwa Yesus bukan Tuhan.
Selain Alaric I, raja terakhir yang terkenal  adalah  Roderic yang zalim dan sombong. Raja inilah yang kelak ditaklukkan oleh Tariq bin Ziyad.
b.      Latar Belakang Penaklukan Andalusia oleh Kaum Muslimin
Penaklukan Andalusia  pada tahun 92 H/711 M merupakan  gerbang umat Islam  untuk masuk dan menguasai Benua Eropa. Philip K. Hitti mengatakan sebagai puncak ekspansi muslim ke wilayah Afrika-Eropa.[5]
Masuknya Islam ke Andalusia, menurut A. Syalabi dalam bukunya Sejarah Kebudayaan Islam, dilatar belakangi fakta bahwa rakyat Andalusia harus ditolong dari keganasan imperium Romawi yang menguasai Andalusia sejak tahun 133 M. Inilah yang menggerakkan hati kaum muslimin untuk menolong rakyat Andalusia. Tidak ada cara lain untuk membantu mereka  selain dengan cara mengusir semua kekuatan militer yang menguasai tanah itu. Akibatnya, kaum muslim melancarkan serangan untuk menaklukkan Andalusia.[6]
Upaya penaklukan Andalusia, umat Islam dibantu oleh Gubernur Septah, Julian, yang saat itu sedang konflik dengan raja Roderic. Pada masa itu Musa bin Nuṣair menjadi Gubernur Afrika Utara. Atas restu al-Walid, khalifah ke-6 Dinasti Bani Umayyah, berangkatlah tentara kaum muslimin menaklukkan Andalusia.[7]
c.       Penakluk Andalusia
Dalam proses penaklukan Andalusia tidak bisa terlepas dari peran tiga tokoh penting. Yang pertama merintis ekspedisi militer ke Andalusia adalah Tharif bin Malik. Dengan dibantu oleh Julian, kemenangan diraih umat Islam. Melihat kemenangan itu Musa bin Nusair merasa perlu melakukan tindakan lanjutan, dan mengirimkan pasukan untuk menaklukkan Andalusia. Saat penaklukan itu, Musa bin Nusair dan Thariq bin Ziad menjadi tokoh utamanya.
1)      Thariq bin Ziyad
Penaklukan Andalusia secara resmi diraih pada tanggal 19 Juli 711 M, melalui sebuah peperangan yang bernama Perang Guadalate. Pada pertempuran ini raja Roderic mati terbunuh. Thariq bin Ziyad mengambil alih Andalusia, dan menjadi gubernur yang pertama wilayah itu sebelum akhirnya dipanggil pulang oleh Khalifah al-Walid. Pada  tahap pertama ini, beberapa kota yang ditaklukkan, yaitu Kota Cartagena, Algeciras, bagian selatan Andalusia, kota-kota sekitar Guadalete, Sidonia, Moron, Carmona, Alcala de Guadaira, Guadalaraja, Ecija, Cordova, Granada, Almunecar, Toledo, Medinat al-Maida.
2)      Musa bin Nusair
Musa bin Nusair datang ke Andalusia pada Ramadhan 712 M, dengan membawa 18.000 tentara, untuk membantu Thariq bin Ziyad. Kota-kota yang berhasil ditaklukkan tentara gabungan Musa bin Nusair dan Thariq bin Ziyad yaitu Seville, Niebla, faro, Beja, Malaga, Evora, Jaen, Sagunto dan Murcia, Merida, Talavera, Zaragoza, Burgos, Coimbra, Santarem, Mertola, Salamanca, Valencia, Volladolid, Barcelona, Leon, Castille, Astorga, Oviedo, Gijon. Kedua pemimpin ini juga  berhasil menaklukkan semua kota di barat Andalusia. Setelah itu mereka kembali ke Toledo.

B.     SISTEM KENEGARAAN
Sejak Andalusia ditaklukkan, ada dua jenis pemerintahan yang berlangsung di sana, yaitu sistem keamiran dan sistem kekhalifahan.
1.      Sistem Keamiran adalah sistem pemerintahan seorang yang bergelar amir (panglima atau gubernur) tetapi tidak tunduk kepada pusat pemerintahan Islam, yang ketika itu dipegang oleh Khalifah Abbasiyah di Baghdad. Andalusia  dipimpin oleh para wali/amir (756 M – 929 M).
Penguasanya adalah :
a)      Abdurrahman ad-Dakhil yang bergelarAbdurrahman I (756 – 788 M).[8]
b)      Hisyam ibn Abdurrahman yang bergelar Hisyam I (788 – 796 M).
c)      Al-Hakam bin Hisyam yang bergelar Hakam I (796 – 822 M).
d)     Abu al- Mutharraf Abdurrahman bin Hakam bergelar Abdurrahman II (822-888 M).
e)      Abdullah bin Muhammad al-Umawi yang dikenal dengan nama Ibnu Muhammad (888-912 M).
f)       Abdurrahman an-Naṣir yang bergelar Abdurrahman III (912 – 929 M).
2.      Sistem kekhalifahan, yang dipimpin oleh para khalifah (929 – 1031 M).
Penguasanya adalah :
a)      Abdurrahman III (929-961 M)
b)      Al-Hakam II (961-976 M)
c)      Hisyam II  (976-1008 M) dan (1010-1012 M)
d)     Muhammad II (1008-1009 M)
e)      Al-Musta’in (1009-1010 M)
f)       Abdurrahman IV (1018
g)      Hisyam III (?)

C.     PRESTASI YANG DICAPAI

Kejayaan Bani Umayyah di Andalusia meliputi dalam berbagai bidang, seperti :
a.       Bidang Pembangunan
Pembangunan masjid, tata kota, istana sampai pembangunan fisik di sektor pertanian.
Selama pemerintahan Bani Umayyah di Andalusia berdiri sekitar 3.800 masjid di Cordoba. Bangunan masjid yang terkenal  adalah Masjid Agung Cordoba “Al-Hambra”, yang dibangun  oleh Abdurrahman I pada tahun 787 M.[9]
Madinat az-Zahra dibangun  oleh Abdurraman III pada tahun 936 M atas permintaan isterinya yang bernama Madinnah az-Zahra. Istana ini memiliki 400 kamar mewah, lantainya terbuat dari marmer yang didatangkan dari Numidia dan Kartago. Istana ini dilengkapi dengan masjid tanpa atap, taman air yang mengalir, danau kecil yang berisi ikan, taman margasatwa, pabrik senjata, dan pabirik perhiasan.[10]
Kota satelit al-Qaṣr al-Kabir yang unik dan mewah.
Disebelah barat laut Cordoba dibangun istana Ruṣafat. Pemandian umum bagi para musafir lebih dari 900 unit baik di Cordoba maupun didaerah. Istana Saragsa di rubah menjadi Istana Ja’fariyah pada saat penaklukan  Saragosa oleh Ja’far. Tembok Toledo. Tembok ini merupakan tembok kota  yang terdapat di Andalusia terletak 70 km sebelah selatan Madrid. Istana al-Hambra di Granada yang didirikan oleh Dinasti Ahmar. Istana ini berdiri diatas  Bukit La Sabica . Disebut al-Hambra karena banyak dihiasi oleh ubin dan bata berwarna merah. Pembangunan Istana al-Hamra membutuhkan waktu sekitar 250 tahun.[11]
b.      Bidang Intelektual
1)      Sains dan Teknologi
2)      Astronomi dan Geografi
3)      Matematika
4)      Filsafat
Dukungan besar diberikan oleh para pemimpin Dinasti Umayyah di Andalusia, seperti Muhammad II, melahirkan filosof-filosof besar. Ibnu Massarah (883-931 M) , seorang filosof muslim sekaligus penganjur taṣawuf menjadi perintis ilmu filsafat di Andalusia sekaligus mengembangkan aliran neo-platonik.[12] Sehingga beliau digelar bapak Filosof Andalusia. Dari karya-karyanya melahirkan filosof-filosof besar. Tokoh filsafat di  Andalusia yang terkenal, sebagai berikut :
a)      Ibnu Bajjah (....-1138 M)
Dia adalah Abu Bakar Muhammad bin Yahya ash-Shaigh an-Najibi As-Sarqasti (w. 532 H/1138 M). Didunia barat dikenal dengan Avenpace. Lahir dan dibesarkan dia Andalusia. Pemikirannya banyak dipengaruhi oleh Ibnu Rusyd. Diantara karya tulisnya adalah Tadbir al-Mutawahhid, Al-Kaun wa al-Fasad, An-Nafs dan Risalah Al-Ittiṣal.[13]
b)      Ibnu Tufail (1105 – 1182 M)
Dia adalah Abu Bakar Muhammad bin Abdul Mulk bin Muhammad bin Thufail al-Qaisy. Dikenal dengan Abu Becer. Menggeluti ilmu kedokteran, astronomi, filsafat, dan sya’ir. Masterpiecenya berjudul Hay bin Yaqzhan.
c)      Ibnu Rusyd (1126-1198 M)
Bagian akhir abad ke-12 M menjadi saksi munculnya seorang pengikut Aristoteles yang terbesar di gelanggang filsafat dalam Islam, yaitu Ibnu Rusyd dari Qurthubah. Ciri khasnya adalah kecermatan dalam menafsirkan naskah-naskah Aristoteles dan kehati-hatian dalam menggeluti masalah-masalah menahun tentang keserasian filsafat dan agama. Dia juga ahli fiqh dengan karyanya Bidayatul Mujtahid.[14]
5)      Fikih, Tafsir, Hadiṡ  dan Taṣawuf
Pada masa keemasan Islam di Andalusia, ilmu keislaman mendapat perhatian serius. Sehingga memunculkan para pakar dalam bidang fiqh, tafsir, hadiṡ dan taṣawuf.
a)      Ahli fikih pada masa keemasan Islam di Andalusia, seperti Ibnu al-Quthiyah (w, 977M), Ibnu Hazm (994 - 1064 M) , Munzir bin Sa’id al-Baluthi (w.355 M), Ibnu Rusyd (1126-1198 M).
b)      Dalam bidang tafsir, masa keemasan Andalusia melahir nama-nama seperti Ibnu Athiyyah, al-Qurthubi.
c)      Dalam bidang ilmu hadiṡ melahirkan cendekiawan  seperti Ibnu Waddah bin Abdul Barr, al-Qadhi bin Yahya al-Laisi, Abdul Walid al-Baji, Abdul walid bin Rusyd dan Abu ‘Asim.
d)     Dalam bidang taṣawuf melahirkan ulama-ulama diantaranya Ibnu Arabi (1165 – 1240 M) .Sebagai seorang sufi yang terkenal dia digelar Syaikh al-Akbar, karyanya dijadikan referensi hingga saat ini. Diantara pemikirannya dalam bidang tasawuf yang terkenal adalah faham wihdah al-wujud dan teori emanasi. Karyanya yang terkenal al-Futuhat al-Makiyyah dan Fuṣuṣ al-Hikam.
e)      Kedokteran
Az-Zahrawi[15] seorang yang telah merubah persepsi orang tentang operasi dari sekedar profesi yang dilakukan oleh seorang tukang bekam atau tukang cukur menjadi sebuah ilmu yang berkaitan erat dengan kedokteran dan bedah. Dia menemukan berbagai obat-obatan untuk bedah dan peralatannya. Bukunya yang berjudul At-Taṣrif  dilengkapi dengan gambar-gambar yang menjelaskan tentang alat bedah. Dia berhasil memotong tumor daging yang tumbuh dihidung, memotong amandel. Dia melakukan trendeelenburg position (bedah dengan cara posisi terbalik), operasi mengeluarkan janin, mengobati tempurung kepala yang pecah, operasi pada tulang punggung yang patah,  pertama kali membuat lubang “jendeladalam mengikat gipsum pada luka terbuka, dan lain-lain.[16]
Kepiawaian Az-Zahrawi diakui oleh Jack Risler dalam bukunya al-Hadharah al-Gharbiyah – sebagaimana dikutip oleh Muhammad Gharib Gaudah – sebagai  ilmuwan yang berhasil mengembangkan ilmu kedokteran melampaui batas  negerinya, Spanyol Islam. Demikian juga pengakuan Emil Frong, seorang ahli bedah Perancis. Dia mengatakan, “Dia memiliki keistimewaan dalam mengatasi semua permasalahan bedah pada masanya, dan bukunya “at-Taṣrif  liman Ajiza ‘An al-ta’lif yang diterbitkan sebanyak 200 eksemplar merupakan buku pertama yang ditulis dalam ilmu bedah”.[17]
Ibnu Khatima dan Ibnu al-Khatib (1313-1374 M), merupakan  dokter ternama di Granada, menulis  buku tentang penyakit epidemik.[18]
Marwan bin az-Zuhri menulis buku ‘le Liver de la diete’ karena didorong oleh ajaran Islam yang menitik beratkan kepada preventif . Tradisi mengambil wudhu’, menjaga kebersihan jasmani, menjauhkan diri dari alkohol menjadikan dia terdorong menulis buku tersebut, dengan membicarakan peraturan makanan.[19]
Ahli bedah dari Andalusia, Abu al-Qasim (w.1013 M) menyelidiki TBC tulang punggung tujuh setengah abad sebelum Percival Pott (1713-1788 M) dan mempraktekkan penyambungan pembuluh darah pada waktu amputasi enam ratus tahun sebelum Ambroise Pare (1517-1590 M). Dia juga menciptakan alat-alat operasi yang baru bagi dokter-dokter mata, dokter gigi dan ahli-ahli bedah.[20]
f)       Bahasa dan Sastra
g)      Sejarah dan Sosiologi
Seorang sejarawan dan sosiolog fenomenal lahir di masa keemasan Islam di Andalusia, yaitu Abu Zaid Abdurrahman Muhammad bin Khaldun al-Hamdhrami, yang dikenal dengan Ibnu Khaldun (1332 – 1406 M). Karya monumentalnya yaitu Muqaddimah menjadi rujukan  penting bagi ilmu sejarah, sosiologi dan antroplogi. Kemahiran Ibnu Khaldun dalam bidang keilmuannya melebihi kemahiran Machiavelli yang memiliki karya tulis berjudul ‘Prince’ dan kemahiran Montesquieu (1689-1755 M) yang memiliki karya tulis ‘Esprit de Lois’.[21]
Diantara tokoh berpengaruh lainnya adalah Zubair, yang berasal dari Valencia. Ibnu al-Khatib, Ibnu Qutyah, Ibnu Hayyan, Abu Walid bin Abdullah al-Faradhi.[22]
h)      Musik dan Kesenian
Indikasi kemajuan dalam bidang seni ditandai dengan  didirinya sekolah musik di Cordova oleh Zaryab.[23] Sekolah ini menjadi model bagi sekolah musik lainnya yang bermunculan di Seville, Toledo, Valencia dan Granada. Sekolah-sekolah  inilah yang mempengaruhi corak seni musik Eropa di kemudian hari.
Abu al-Qasim ‘Abbas ibnu Firnās (w.888) telah memperkenalkan musik Timur ke Spanyol dan mempopulerkannya.[24]
Koleksi Puisi yang berjudul Cantigas de Santa Maria – merupakan karya musik yang berasal dari Muslim Andalusia.[25]
Instrumen musik lute dan  rebab, instrumen favorit Chaucer, merupakan cikal bakal dari instrumen musik biola, juga diperkenalkan oleh bangsa Arab ke Eropa.[26]

           FAKTOR KEHANCURAN

Sebagai sebuah dinasti yang cukup lama berkuasa, daulah Bani Ummayyah di Andalusia ini tentu sangat banyak  meraih kemajuan, sehingga menjadi catatan besar bahwa dinasti ini menyumbangkan begitu besar bagi peradaban dunia. Namun sebagai mana sejarah-sejarah dinasti dan bangsa-bangsa lain, yang mengalami pasang surut, maka demikian pula Daulah Bani Ummayyah di Andalusia. Yang awalnya meraih kejayaan sehingga akhirnya juga mengalami keruntuhan dan kehancuran. Hal ini sejalan dengan teori siklus peradaban yang dikemukakan oleh Ibnu Khaldun, yang mengatakan bahwa setiap peradaban manusia akan melewatin empat tahap siklus, yaitu kelahiran, perkembangan, kemajuan, dan keruntuhan.[27]
a.         Faktor Penyebab Kemunduran Daulah Bani Umayyah di Andalusia
Menurut  Rizem Aizid[28]   penyebab     kemunduran       Daulah Bani Umayyah di Andalusia, yaitu :
1)   Faktor Internal
a)      Sistem Pengangkatan Khalifah Kurang Jelas.
Awal kehancuran dinasti Bani Umayyah ketika Hisyam naik tahta dalam usia 11 tahun. Oleh karena itu kekuasaan aktual berada ditangan para pejabat. Pada tahun 981 M, Khalifah menunjuk Bin Abi Amir sebagai pemegang kekuasaan secara mutlak. Daia seorang yang sangat ambisius yang berhasil menancapkan kekusaannya den melebarkan kekuasaan  dengan menyingkirkan rekan dan saingannya. Atas keberhasilannya ia mendapat gelar al-Manshur Billah (w.1002 M). Kemudian digantiakan oleh anaknya al-Muzaffar yang masih dapat mempertahankan keunggulan kerajaan, sampai ia wafat tahun 1008 M. Dia digantikan oleh adiknya yang tidak memiliki kualitas bagi jabatan itu. Sehingga dalam beberapa tahun terjadi kekacauan dan akhirnya kehancuran total, yaitu ditandai dengan pengunduran dirinya pada tahun 1009. Dan para penggantinya mencoba untuk memperbaiki keadaan, tapi tidak berhasil. Dan pada tahun 1013 M, Dewan Menteri  yang memerintah Cordova menghapuskan jabatan khalifah. Ketika itu Spanyol sudah terpecah menjadi negara-negera kecil.
b)      Munculnya Kerajaan-kerajaan Kecil, seperti Muluk al-Thawaif, Dinasti Murabbitun dibawah kekuasaan bangsa Moor, yang membentang dari Maroko, Sahara Barat, Gibraltar, Al-Jazair, Senegal, Mali, dan Andalusia di, Dinasti Muwahhidun di Afrika Utara (1121 M – 1269 M), Dinasti Amhar di Granada (1232 M – 1492 M),
c)      Fanatisme Kesukuan.
Fenomena ini muncul setelah masa Abdurrahman III, yang dipicu oleh ketidakpuasan penduduk asli Andalusia terhadap sistem aristokrasi kearaban. Sehingga muncullah dua kekuatan besar di Andalusia, yaitu bangsa Barbar dan Slavia yang berupaya mendirikan dinasti sendiri yang merdeka dari Dinasti Umayah di Andalusia.
d)     Kesulitan Ekonomi.
Pembangunan kota dan pengembangan ilmu pengetahuan yang melampaui batas, sehingga menghabiskan dana yang tidak sedikit, sehingga krisis ekonomi melanda Andalusia yang mempengaruhi sendi-sendi kehidupan seperti politik, militer, sosial dan lain-lain
2)   Faktor Eksternal
a)      Konflik Dengan Kristen
Ketika Muwahhidun mengalami kemuduran, pada tahun 1212 M, tentara Kristen menguasa Las Navas de Tolesa. Pengauasa-penguasa kecil tidak dapat  mempertahankan keadaan dari serangan Kristen. Tahun 1238 M Cordova jatuh ketangan Kristen dan Seville jatuh tahun 1248  M.
b)      Tidak Memiliki Ideologi Pemersatu
Ideologi merupakan hal yang sangat penting dalam merekatkan persatuan dan kesatuan. Namun itu pula yang terjadi pada Pemerintahan Bani Umayyah di Andalusia.
Sebagai bukti, bahwa munculnya julukan-julukan bagi para muallaf. Orang-orang Arab tidak pernah menerima para muallaf pribumi sebagai bagian dari keluarga Islam
c)      Keterasingan
Kekuatan Dinasti Bani Umayyah di Andalusia hidup tanpa dukungan dari kekuatan besar lainnya, seperti Dinasti Abbasiyyah di Baghdad atau Dinasti Fatimiyyah di Mesir. Dinasti Umayyah di Andalusia hanya membangun hubungan dengan dinasti-dinasti kecil di Afrika Utara. Sebaliknya umat Kristen memghimpun kekuaan dari hampir seluruh kerajaan Kristen di Eropa.[29]
b.         Berakhirnya Kejayaan Dinasti Bani Umayyah di Andalusia
Dalam sebuah perjajnjian damai, Dinasti Ahmar di Granada, sebagai benteng terakhir Dinasti Bani Umayyah di Andalusia berhasil digulingkan. Hal itu terjadi pada tahun 1492 M.[30] Dengan demikian berakhirlah kejayaan itu. Yang tinggal hanyalah puing-puing peninggalan yang menjadi inspirasi bagi lahirnya Renaissance di Eropa.[31]
  Meskipun secara politik Islam telah musnah dari bumi Andalusia, tapi dari segi ilmu pengetahuan dan peradaban masih tetap berjaya. Buktinya banyak karya ilmuwan muslim di Andalusia dijadikan rujukan oleh para ilmuwan Barat. Maka tepat ungkapan Daniel Brifault dalam bukunya Making of Humanity, sebagaimana di kutip oleh Raghif as-Sirjani “....kaum muslimin Arab merupakan guru bangsa Eropa, karena kaum muslimin telah menyumbangkan saham besar demi mengantarkan kebangkitan ilmu-ilmu pengetahuan di Benua Eropa ini.[32]


KONTEKSTUALISASI KEJAYAAN ISLAM DI ANDALUSIA UNTUK MASA KINI

Bila diteliti secara cermat, peradaban Islam di Andalusia  setidaknya menyumbangkan dua jasa besar terhadap bangkitnya Renaissance Eropa pada abad ke 16 M. Pertama menyelamatkan warisan Yunani Kuno yang terancam musnah. Para ilmuwan muslim Andalusia mencari dan mengalihbahasakan karya-karya klasik Yunani kedalam bahasa Arab. Karya-karya Aristoteles, Galen, Ptolemy dan lainnya sampai ke tangan bangsa Eropa.
Kedua mengembangkan kebudayaan dan ilmu pengetahuan Yunani. Tidak hanya melakukan pengalihbahasaan karya klasik Yunani,  tapi juga memberikan penjelasan kritikan terhadapnya. Dan lebih jauh, cendikiawan muslim Andalusia telah sampai kepada sebuah prestasi yang gemilang, dengan menciptakan ilmu, teknologi, sains dan tradisi intelektual yang progres.
Sebagian praduga orang-orang Barat bahwa kaum muslimin hanya sekedar memindahkan peradaban dari orang-orang dahulu. Mereka mengecilkan eksistensi peran peradaban Islam dalam memberikan kontribusi terhadap perkembangan peradaban dan kemajuan manusia. Sikap seperti itu adalah merupakan bentuk kedengkian dan iri mereka terhadap Islam. Jika mereka mau jujur, kekayaan peradaban islam terlalu agung untuk dihitung dan terlalu banyak untuk di jumlah.
Beruntunglah kita bahwa hari ini dari kalangan Barat masih ada yang obyektif dalam menilai semuanya. Raghib as-Sirjani telah mengutip pernyataan mereka yang obyektif dan jujur, diantaranya :
Brifault, seorang sejarawan berkebangsaan Amerika, mengatakan, “Tidak satupun kemajuan peradaban Eropa kecuali secara meyakinkan dan pasti telah mengambil dari kemajuan peradaban Islam.[33]
Max fantigo mengatakan, “Setiap apa yang terlihat di Barat mengukuhkan bahwa Barat telah berhutang kepada peradaban Arab Islam”.[34]
Masih banyak para ilmuwan yang jujur dari bangsa Barat yang memberikan pernyataan bahwa Islam memberikan sumbangan terbesar dan sekaligu menjadi jembatan emas bagi kemajuan peradaban Barat hari ini.
Peradaban Islam di Andalusia juga mengajarkan kepada kita,  bahwa kepedulian rakyat dan penguasa terhadap agama dan ilmu pengetahuan  sangat dibutuhkan untuk mewujudkan sebuah peradaban yang beradab. Ini sejalan dengan apa yang diungkapkan Sedillot bahwa kaum muslimin belum pernah menyaksikan apa-apa yang disaksikan pada masyarakat Eropa, mulai berkepala batu, berpikiran kacau dan berperangai buruk sampai memusuhi ilmu dan memerangi ilmuwan”[35]
Dengan demikian, barangkali sudah tiba waktunya bagi kita untuk meninjau kembali hakikat-hakikat dan belajar kembali dengan masa kegemilangan Islam masa lalu, dengan harapan kita – kaum muslimin – dapat bangkit kembali.
PENUTUP
Setelah melakukan perjalanan singkat menelusiri relung-relung sejarah Bani Umayah di Andalusia dan sejarah-sejarah kegemilangan Islam di wilayah lainnya dan menjelaskan gerbang peradaban kita yang indah, maka kita harus mengambil sikap dan bertanya, “Apa harapan yang dapat kita perbuat setelah mengetahui semua ini?” “Apa peran kita sebagai muslim yang ingin meraih kembali peradaban dan masa depan yang gemilang?”
Sebagai langkah awal, kita harus memahami dalam wujud perbuatan nya bahwa kebahagiaan dan keberhasilan umat Islam ini adalah dengan kembali  mengikuti al-Quran dan Sunnah.
Dan kita berdoa semoga Allah swt memberikan kemuliaan kepada Islam dan umat Islam.

DAFTAR BACAAN
    Al-‘Isy, Yusuf, Dinasti Umawiyah,terj. Iman Nurhidayat, Lc, Jakarta, Pustaka al-Kautsar,2012
 Watt, W. Montgomery, Politik Islam Dalam Lintasan Sejarah, terj. Helmy Ali dan Muntaha Azhari, Jakarta, P3M, 1988.
Watt, W. Montgomery, Pemikiran Teologi dan Filsafat Islam, terj. Umar Basalim, Jakarta, P3M, 1987.
Ali, Syed Ameer, Api Islam, terj. H.B. Jassin, Jakarata Bulan Bintang, tt.
Ansary, Tamim, Dari Puncak Bagdad : Sejarah Dunia Versi Islam, terj. Yuliani Liputo, Jakarta, Zaman, 2012.
As-Suyuthi, Imam, Tarikh Khulafa’. Terj. Tarikh Khulafa’: Sejarah Para Penguasa Islam, pent. Samson Rahman, Jakarta, Pustaka al-Kauṡar, 2012.
As-Sirjani,Raghib, Sumbangan Peradaban Islam Pada Dunia, Jakarta, Pustaka al-Kautsar, 2009.
Hitti. Pillip K, History Of The Arabs, terj. R. Cecep Lukman, Jakarta, Serambi, 2017.
Mursi, Syaikh Muhammad Sa’id, Abra Arba’ati Asyra Qaruna Min al-Zaman, terj. Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, Khoerul Amru Harahap, Jakarta, Pustaka al-Kauṡar, 2005.
Nasr,Seyyed Hossein, A Young Muslim’s Guide to the Modern World, terj. Menjelajah Dunia Modern : Bimbingan Untuk Kaum Muda Muslim, pent. Hasti Tarekat, Bandung, Mizan, 1993.
Poeradisastra,S.I, Sumbangan Islam Kepada Ilmu dan Peradaban Modern, Jakarta, P3M, 1986.
Garaudy, Roger, Promesses De I’Islam, terj. Janji-Janji Islam, HM. Rasyidi,(Jakarta, Bulan Bintang, 1982)


[1] https://id.mwikipedia.org/wiki/Al-Andalus. diakses tanggal 29 September 2018 jam 22.12.
[2] Aizid, Rizem,Pesona Baghdad dan Andalusia: Meneropong Masa Kejayaan Islam di Baghdad dan Andalusia. Yogyakarta, Diva Press, 2017, hal. 224.
[3]  Hitti, Pillip K, History Of The Arabs, terj. R. Cecep Lukman, Jakarta, Serambi, 2017, hal. 634.
[4] Aizid, Rizem,Pesona Baghdad dan Andalusia: Meneropong Masa Kejayaan Islam di Baghdad dan Andalusia. Yogyakarta, Diva Press, 2017, hal. 229.
[5] Hitti, Pillip K, History Of The Arabs, terj. R. Cecep Lukman, Jakarta, Serambi, 2017, hal. 627.
[6] Aizid, Rizem,Pesona Baghdad dan Andalusia: Meneropong Masa Kejayaan Islam di Baghdad dan Andalusia. Yogyakarta, Diva Press, 2017, hal. 230. Berbeda dengan yang dituduhkan oleh Philip K. Hiti, dalam bukunya The History of Arab,  bahwa yang melatar belakangi ekspansi umat Islam ke Spanyol karena didorong oleh hasrat untuk memperoleh barang rampasan.  Lihat : Hitti, Pillip K, History Of The Arabs, terj. R. Cecep Lukman, Jakarta, Serambi, 2017, hal. 628.
[7] Ibid, hal. 231.
[8] Diberi gelar ad-Dakhil (Yang masuk ke Spanyol). Dia merupakan keturunan Bani Umayyah yang berhasil lolos dari kejaran Bani Abbas ketika yang terakhir ini berhasil menaklukkan Bani Umayyah di Damaskus. Selanjutnya ia berhasil mendirikan dinasti Bani Umayyah di Spanyol. Lihat :
[9] Ibid, hal. 290.
[10] Ibid, hal. 293
[11] Ibid, 295.
[12] Ibid, hal.300.
[13] Gaudah, Muhammad Gharib, 147 Ilmuwan Terkemuka dalam Sejarah Islam, terj. H. Muhyidin Mas Rida, (Jakarta, Pustaka al-Kautsar, 2012) hal. 476.
[15] Nama lengkapnya Abu al-Qasim Az-Zahrawi dilahirkan pada tahun 325 H (937 M). Lihat : Gaudah, Muhammad Gharib, 147 Ilmuwan Terkemuka dalam Sejarah Islam, terj. H. Muhyidin Mas Rida, (Jakarta, Pustaka al-Kautsar, 2012) hal. 170.
[16] Gaudah, Muhammad Gharib, 147 Ilmuwan Terkemuka dalam Sejarah Islam, terj. H. Muhyidin Mas Rida, (Jakarta, Pustaka al-Kautsar, 2012), hal. 309.
[17] Ibid, hal.185-186.
[18] Aizid, Rizem,Pesona Baghdad dan Andalusia: Meneropong Masa Kejayaan Islam di Baghdad dan Andalusia. (Yogyakarta, Diva Press, 2017), hal. 333
[19] Garaudy, Roger, Promesses De I’Islam, terj. Janji-Janji Islam, HM. Rasyidi,(Jakarta, Bulan Bintang, 1982), hal. 100.
[20] Ibid, hal. 102.
[21]  Garaudy, Roger, Promesses De I’Islam, terj. Janji-Janji Islam, HM. Rasyidi,(Jakarta, Bulan Bintang, 1982), hal. 98.
[22] Ibid, hal. 312
[23] Zaryab adalah murid sekolah musik Ishak al-Mausuli di Baghdad yang kemudian menjadi seorang artis besar ada zaman itu. Lihat : Aizid, Rizem,Pesona Baghdad dan Andalusia: Meneropong Masa Kejayaan Islam di Baghdad dan Andalusia. (Yogyakarta, Diva Press, 2017), hal. 230
[24]  Hitti. Pillip K, History Of The Arabs, terj. R. Cecep Lukman,( Jakarta, Serambi, 2017), hal. 763.
[25] Ibid, hal. 766.
[26] Ibid, hal. 767.
[27] Ibnu Khaldun, Mukaddimah
[28] Aizid, Rizem,Pesona Baghdad dan Andalusia: Meneropong Masa Kejayaan Islam di Baghdad dan Andalusia. (Yogyakarta, Diva Press, 2017), hal. 316-331.
[29] Aizid, Rizem,Pesona Baghdad dan Andalusia: Meneropong Masa Kejayaan Islam di Baghdad dan Andalusia. (Yogyakarta, Diva Press, 2017), hal. 333
[30] Ibid, hal. 333
[31] Renaissance berasal dari kata Re (kembali) dan Naitre (lahir) dalam bahasa Perancis berarti lahir kembali. Maka defenisi Renaissance adalah lahirnya kembali ilmu pengetahuan Yunani dan Romawi kuno di Eropa.
[32] As-Sirjani,Raghib, Sumbangan Peradaban Islam Pada Dunia, (Jakarta, Pustaka al-Kautsar, 2009), hal. 803.

[33] As-Sirjani,Raghib, Sumbangan Peradaban Islam Pada Dunia, (Jakarta, Pustaka al-Kautsar, 2009), hal. 801.
[34] Ibid, hal. 803
[35] Ibid, hal. 813

0 comments:

Posting Komentar