This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

MENGENAL SYEIKH MUHAMMAD ZEIN BATU BARA (BAG. 2)

Japar, S.Ag

B. Karya Syaikh Muhammad Zein
Syeikh Muhamad Zein dapat dikatakan sebagai ulama yang produktif dalam melahirkan karya tulis. Paling tidak ada 8 (delapan ) judul kitab yang dapat ditemukan sebagai karya beliau. Lima buah karya tulisan beliau yang sudah dicetak dan tiga dalam bentuk mansukrip.
Karya beliau yaitu : (1) Qathar al-Laban fi ‘Aqaid al-Iman, (2) Fawaid az-Zain “ilm al-‘Aqaid al-Iman (3) Miftah as-Shibyan fi ‘Aqaid al-Iman  (4) Majmu’ Musytamil ‘ala Jumlah Tsalatsah Rasail, (5) Sanad Qiraat ‘Asyarah wa Sab’ah, (6) Sanad Fikih Syafii, (7) Fatwa Kepiting Batu, (8) Risalah Tentang Tingkatan Ulama Muhjathid.
Qathar al-Laban merupakan kitab yang membahas masalah akidah ahlu sunnah wal jamaah berdasarkan pemahaman Abu Hasan al-‘Asyari. Kitab ini merupakan kitab yang ringkas. Menurut penulis kitab ini diperuntukkan untuk para pemula yang ingin mempelajarai akidah ahlu sunnah wal jamaah. Penulisan kitab ini dilatar belakangi keinginan beliau untuk mempermudah mengajari isterinya tentang akidah. Sehingga beliau memberikan judul kitab ini dengan “Qathar al-Laban fi ‘Aqaid al-Iman”   yang berarti  “setitik air susu dalam akidah keimanan”
Dalam kitab Qathar al-Laban dibahas tentang hukum akal, sifat dua puluh, sifat Nabi. Semuanya disimpulkan dengan istilah” ‘aqaid yang lima puluh” yang mesti diketahui oleh setiap muslim. Dipenghujung kitab ini menjelaskan etika  para ulama dan murid, beberapa bacaan zikir dan wirid.
Penulisan kitab yang berukuran 14,5 x 21 cm ini tidak mencantumkan daftar isi dan sumber bacaan. Ditulis dalam aksara arab Melayu dengan bahasa Melayu. Hal semacam ini dapat dimaklumi, karena tujuannya hanya untuk konsumsi masyarakat awam.
Kitab Qathar al-Laban ditulis dalam waktu  sebulan sembilan hari, yaitu mulai pada 24 Ramadhann1338 H.  Dan selesai pada tanggal 3 Zulkaidah 1338. Kitab ini dicetak  oleh Percetakan Imablo  Medan yang beralamat di Jalan Bali No. 17 C tahun 1339. Syeikh Muhammad Zein memberikan izin  cetak kepada Haji Muhammad Syahiri, salah seorang muridnya yang berdomisili di Desa Lalang Kecamatan  Medang Deras Kabupaten Batu Bara. Insya Allah bersambung....

MENGENAL SYEIKH MUHAMMAD ZEIN BAG. 1

MENGENAL SYEIKH MUHAMMAD ZEIN BATU BARA


A. Sejarah Singkat Syeikh Muhammad Zein


Mungkin baru kali ini seorang tokoh ulama yang berasal (baca : kelahiran Batu Bara) ditulis sejarahnya. Walaupun pada hakikatnya banyak yang mengenal namanya, namun sejarahnya di masyarakat sangat minim dimiliki oleh masyarakat.

Pada kesempatan ini saya ingin mengungkapkan kembali sejarah hidup Syeikh tersebut, walaupun sumber data untuk membuat tulisan ini sangat minim.Karena belum ada penelitian yang dilakukan sebelumnya.Inilah yang pertama kali yang membuat penulis menjadi ragu untuk menulisnya. Namun berkat kesungguhan, penulis dapat memberikan sedikit pencerahan kepada masyarakat tentang sejarah beliau.

Nama asli Muhammad Zein adalah Muhammad Nurdin. Kata "Zein" beliau tambahkan pada saat melakukan ibadah haji ke baitullah. sehingga beliau selalu menyebutnya dalam karya tulisannya adalah Muhammad Zein Nuruddin al-Alim as-Syaikh Abbas Al-Imam al-Khalidi bin Haji Muhammad Lashub bin Haji Abdul Karim Tuan Fakih Negeri Batu Bara, Pesisir. Namun beliau lebih akrab dikenal dengan nama Syeikh Muhammad Zein.

Beliau dilahirkan ibunya - Hajjah Shofiah - di Desa Dahari Selebar, yang sekarang di wilayah Kecamatan Talawi Kabupaten Batu Bara, pada tahun 1881 atau sekitar 1301 Hijrah. Hingga saat ini belum diketahui tanggal dan bulan yang pasti tetang kelahiran beliau. Beliau dibesarkan didaerah kelahirannya dibawah pengawasan dan didikan ayahnya, al-Alim Syeikh Abbas al-Khalidy, yaitu seorang penganut Tarikat Naqsabandy al-Khalidiy yang kuat. Pertama sekali Syeikh Muhammad Zein mempelajari ilmu agama - seperti baca al-quran, tata bahasa arab dan ilmu agama Islam lainnya - melalui ayahnya. Perhatian khusus dan kecemerlangan otaknya, maka beliau dapat menguasai buku-buku karangan al-Asy'ari dan al-Ghazali. Madzhab Syafii adalah merupakan madzhab anutannya dalam bidang fikih. Inilah yang menyebabkan sehingga karangan dan pemahaman beliau boleh dikatakan terikat dengan madzhab al-asyáry dalam bidang teologi dan madzhab Syafii dalam bidang fikih.

Pada tahun 1901 M beliau berangkat menuntut ilmu ditanah Malaya (Malaysia), dan bermukim disana selama dua tahun. Kenudian kembali ke Sumatera. setahun lamanya di Sumatera beliau berangkat menunaikan ibadah haji. Namun setelah pelaksanaan haji ini, beliau tidak langsung pulang ke tanah air. beliau bermukim di Mekah selama 8 (delapan) tahun. Beliau belajar di Mekah dengan para ulama ulama disekitar Masjidil Haram.

Setelah itu beliau kembali ketanah air dan dijodohkan dengan seorang puteri Pesisir, yang bernama Kemala Intan. Setelah meaksanakan rukun Islam yang ke lima, Kumala Intan, ditambah namanya menjadi Kumala Intan hajjah fatimah binti Haji Muhammad Tayyib Idris.

Setelah setahun di kampung halamannya, beliau kembali ke Mekkah. Kemudian kembali lagi ketanah air. Kali ini beliau berhasrat untuk memboyong isterinya ke Mekkah. Namun karena tidak disetujui orangtua dan mertuanya, beliau mengurungkan niatnya. Beliau kembali ke Mekkah, selama setahun beliau kembali lagi dengan membawa kitab-kitab yang beliau baca dan pelajarinya di Mekkah.

Beberapa tahun menetap di Pesisir Dahari Selebar (sekarang : Kecamatan Talawi), beliau diangkat menjadi qadhi agama Islam oleh pemerintahan setempat, yang pada masa itu dikepalai oleh Datu Pesisir, Batu Bara. Kepada Syeikh Muhammad Zein inilah orang pada saat itu belajar agama dan meminta fatwa tentang hukum Islam. Beliau sempat mengambil sumpah pengukuhan jabatan Datuk Abdul Jalil sebagai Datuk menggantikan Datuk Peisir yang telah habis masa jabatannya (pensiun).

Beberapa lama kemudian, terjadi kesalahpahaman antara beliau dengan datuk Abdul Jalil dalam suatu permasalahan, maka Syeikh Muhammad Zein mengundurkan diri dari jabatan qadhi. Dan karena tidak puas dengan pemerintahan seteempat maka beliau meninggalkan daerah kelahirannya ini menuju ke Kerajaan Indrapura, tepatnya di kampung Mualim sebagai tempat bermukimnya (sekarang adalah wilayah Desa Lalang Kecamatan Medang Deras. Pada saat itu kerajaan Sipare Indrapura diperintah oleh seorang raja yang bergelar Tengku Bungsu. Beliau Menetap disini sampai akhir hayatnya dengan mengadakan kegiatan dakwah. Atas prakarsa beliau bersama dengan masyarakat mendirikan masjid Mualim yang sekarang berada di Desa Lalang. Disinilah beliau memusatkan kegiatan dakwahnya dalam menyampaikan ajaran Islam. Insya Allah BERSAMBUNG
Penulis : Japar, S.Ag 
Tulisan ini pernah dipublikasikan di https://panjisyahadah.blogspot.com/2009/11/syeikh-muhammad-zein.html.

INDEPENDENSI DAN PEMISAHAN TAFSIR ALQURAN DARI KITAB-KITAB HADITS




BAB I: PENDAHULUAN
Alquran merupakan kitab suci yang berfungsi sebagai petunjuk (hudan) bagi umat manusia. Sebagai kalamullah yang diturunkan dalam bahasa Arab, Alquran diungkapkan dengan gaya bahasa dan kosa kata yang kaya makna dan sangat indah. Ibnu Abbas (w.67 H), salah seorang sahabat dan kemenakan rasul yang cerdas dalam memahami Alquran, membagi ungkapan dan bahasa Alquran kedalam empat kategori. Pertama ada yang dipahami semua kalangan, tanpa harus berfikir secara mendalam; kedua, ada yang difahami oleh masyarakat Arab melalui bahasa yang mereka gunakan; ketiga, ada yang hanya dapat dimengerti oleh kalangan ulama dan cendikiawan; dan keempat, ada yang hanya diketahui oleh Allah swt.[1]
Kategori ini menunjukkan  bahwa dalam memahami Alquran bukanlah merupakan pekerjaan yang mudah. Sebab jangankan selain Arab, orang Arab yang sezaman dengan Nabi Muhammad Saw sekalipun ada yang tidak memahami kandungan Alquran. Dari sini banyak generasi awal Islam  yang sangat berhati-hati dalam menafsirkan Alquran, bahkan ada yang tidak berani memasuki wilayah ini.
Diperlukan berbagai macam ilmu untuk dapat memahami Alquran dengan baik dan benar. Imam as-Suyuthi dalam kitabnya al-Itqan fi ‘Ulum Alquran, mendaftar sebanyak 80 ilmu  yang berkaitan dengan pembahasan ilmu-ilmu Alquran. Bahkan menurut beliau jika lebih diperinci lagi akan mencapai 300 bagian, dan setiap bagiannya menjadi sebuah karya yang tersendiri.[2]
Pada masa Rasulullah, untuk memahami Alquran para sahabat cukup menanyakan kepada Rasulullah.[3] Beliaulah sebagai mubayyin berdasarkan petunjuk dari Allah swt. Penjelasan kitab suci ini bukanlah hasil fikiran Rasulullah sendiri, melainkan wahyu dari Allah swt. Setelah beliau wafat, ulama sahabat tampil untuk menggantikan fungsi Rasulullah sebagai penafsir Alquran.
Berbeda dengan Rasulullah para sahabat hanya memahami Alquran secara garis besar. Mereka harus meneliti dan merujuk kepada Nabi saw. Beberapa sahabat yang banyak memberikan penafsiran Alquran , diantaranya, Abu Bakar Shiddiq, Umar ibn Khattab, Utsman ibn Affan, Ali ibn Abi Thalib, Abdullah Ibnu Mas’ud, Abdullah Ibnu Abbas, Ubay ibn Ka’ab, Zaid ibn Tsabit, Abu Musa Al-Asy’ari, Abdullah bin Zubair.[4]
Berakhirnya periode sahabat, dimulailah periode berikutnya, tafsir para tabiin yang belajar langsung kepada sahabat. Sumber-sumber tafsir pada periode ini terdiri dari Alquran, Hadis, pendapat sahabat, informasi ahli kitab, ijtihad tabiin.
Perkembangan tafsir selanjutnya ditandai dengan pengkodifikasian tafsir, yaitu pada akhir masa pemerintahan bani Umayyah dan awal masa bani Abbasiyah.[5]  Makalah ini mencoba untuk melihat sejauhmana perkembangan pengkodifikasian  tafsir dan hubungannya dengan hadits Rasulullah.

INDEPENDENSI TAFSIR DARI HADIS
Periode pemisahan  tafsir dari kitab-kitab hadis diawali dengan   beberapa  tahapan sebelumnya. Tahapan itu adalah, Pertama, tafsir ditransfer melalui periwayatan sahabat; sahabat meriwayatkan dari Rasulullah, sebagaimana sebagian sahabat meriwayatkan dari sebahagian yang lain; lalu tabiin meriwayatkan dari sahabat, seperti halnya dari tabiin meriwayatkan dari sebagian yang lain. Tafsir pada masa ini tersebar secara lisan.
Kedua, setelah masa sahabat dan tabi’in, tafsir memasuki tahap kedua, yaitu ketika hadis Rasulullah dibukukan. Ini bermula  dengan kodifikasi hadis secara resmi pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz (99-101 H), yaitu khalifah  kedelapan Bani Umayyah, melalui instruksinya  kepada Abu Bakar bin Muhammad bin Amr bin Hazm (gubernur Madinah) (wafat 117H).[6] Melalui pekerjaan yang dilakukan Ibn Hazm ini terkumpullah beberapa hadis, dan kemudian usaha penyempurnaannya dilakukan oleh Ibn Syihab al-Zuhri.[7] Buku-buku hadis memuat banyak bab, dan tafsir merupakan salah satu bab yang termuat dalam buku-buku hadis. Pada waktu itu, belum ada karangan khusus tentang  tafsir, ayat demi ayat, dari awal hingga akhir. Tafsir ketika itu ditulis  bergabung dengan penulisan hadis. Tafsir yang disusun tentunya  penafsiran bi al-Ma’tsur.[8]  Para penulis tafsir pada tahap ini diantaranya: Yazid bin Harun as-Sulami, Syu’bah bin Hajjaj, Waki’ bin Jarrah, dan lain-lain.[9]
Ketiga, dimulai penyusunan  kitab-kitab tafsir yang secara khusus berdiri sendiri, yang oleh sementara ahli diduga dimulai oleh Abu Zakaria Yahya Ibn Ziyad Ibn Abdullah Ibn Manzur ad-Dailami al-Farra’ (144 H-207 H) dengan kitabnya Ma’anil Qur’an.[10]
Menurut Abu Abbas as-S\\\a’labi, kitab ini pada dasarnya merupakan dari seorang muridnya yang bernama Umar Ibn Bukair yang tidak mampu menjawab pertanyaan gubernur  al-Hasan Ibn Sahl menyangkut persoalan  Alquran. Berangkat dari hal itu al-Farra’ mengumpulkan murid-muridnya pada hari tertentu hanya untuk mendiktekan kitab  Ma’anil Quran.[11]  Al-Farra’ merupakan ahli linguistik, sehingga penafsiran beliau lebih memfokuskan untuk mengupas aspek gramatikal  yang mempengaruhi pemaknaan Alquran. Abu al-Abbas berpendapat bahwa  belum pernah  ahli tafsir melakukan  cara seperti yang dilakukan al-Farra’. [12]
Setiap ayat diberikan penafsiran, dan disusun sesuai susunan mushaf. Pekerjaan ini dilakukan oleh para ulama tafsir. Periode ini para penafsir masih berpegang  pada metode tafsir bi al-ma’s}ur, artinya penafsiran yang mengandalkan periwayatan, terkadang disertai pentarjihan (memilih dalil  yang lebih kuat  diantara yang telah ada) terhadap pendapat-pendapat yang diriwayatkan dan melakukan istinbat} sejumlah hukum serta penjelasan kedudukan i’rabnya jika diperlukan. [13]
Kelompok ulama yang melakukan penafsiran pada periode ketiga ini, diantaranya :
1.      Ibnu Majah
Nama aslinya Muhammad bin Yazid ar-Rib’i al-Qazwini. Nama panggilannya Abu Abdullah  yang terkenal dengan Ibnu Majah. Sebutan Ibnu Majah sebenarnya adalah gelar bapaknya. Dilahirkan di Quzwaini pada tahun 209 H. Mulai mencari ilmu ketika usianya 20 tahun ke kota Naisabur, Khurasan, Irak, Hijaz, Syam dan Mesir.
Guru-guru beliau diantaranya Ali bin Muhammad ath-Thanafusi, Jabbarah bin al-Mughallas, Mush’ab  bin Abdullah bin Zubair, Suwaid bin Sa’id, Abdullah bin Muawiyahnal-Jumahi, Muhammad bin ramh, Ibrahim bin Munzir al-Hizami, Hisyam bin Ammar, Abu Sa’id al-Asyaj, dan lain-lain. Murid-murid beliau diantaranya Muhammad bin Isa al-Abhari, Abu Thayyib Ahmad al-Baghdadi, Sulaiman bin Yazid al-Fami, Ali bin Ibrahim al-Qaththan, Ishaq bin Muhammad, dan lain-lain.
Adapun hasil karya beliau yaitu, Kitab Sunan, Tafsir Alquran al-Karim,  Kitab Tarikh yang berisi sejarah mulai dari as-Shahabah sampai masa beliau. Imam adz-Dzahabi mengatakan dalam kitabnya Tadzkirah al-Huffaz, bahwa Ibnu Majah adalah seorang ahli hadis yang besar sekaligus ahli tafsir kenamaan dimasanya. Sayangnya kitab tafsir beliau sudah tidak dapat kita jumpai pada saat sekarang ini. Beliau wafat tahun 273 H.[14]
2.      Ibnu Jarir at-Thabari
Nama lengkapnya, Abu Ja’far Muhammad ibn Jarir at-Thabary. Dilahirkan di Tabrastan pada tahun 224 H / 839 M. Wafat di Baghdad tahun 310 H/932 M. Beliau seorang ahli sejarah terkemuka, ahli tafsir, dan memiliki mazhab sendiri. Kitab tafsir yang ditulisnya yaitu Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Quran yang sangat terkenal. Kitab tafsir ini menjadi rujukan para ulama tafsir belakangan.[15]
Imam adz-Dzahabi berkata : “Dia orang yang tsiqah, hafiz, jujur, imamnya para ahli tafsir, fuqaha, baik ketika mufakat maupun ikhtilaf, pakar sejarah dan antropologi, mengetahui qiraat dan linguistik”.[16]
Menurut Subhi Shalih, kitab tafsir ath-Thabari merupakan tafsir bi al-ma’tsur yang  terbaik. Kitab tafsir ini mengetangahkan penafsiran para sahabat Nabi dan tabiin selalu disertai dengan sumber-sumber riwayatnya dan diperbandingkan untuk memperoleh penafsiran yang paling kuat. Selain itu dikemukakan pula kesimpulan-kesimpulan hukum, dan kedudukan kata dalam kalimat (i’rab). [17] Kitab tafsir Jami’ al-Bayan merupakan tafsir satu-satunya karya periode ini yang dapat kita baca hingga saat ini.
Kelengkapan yang dimiliki inilah yang menjadi ciri utama tafsir Al-Thabari. Adapun corak penafsiran yang merupakan ciri khusus tafsir Al-Thabari ini yang mungkin berbeda dengan tafsir lainnya adalah memadukan dua sisi yaitu bi al- ma’tsur dan bi al- ra’yi.
Contoh Penafsiran dalam kitab at-Thabari
وَلَا تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ حَتَّىٰ يَبْلُغَ أَشُدَّهُ  (الانعم: اية 152)
‘’Dan janganlah Kamu sekalian mendekati harta anak  Yatim kecuali dengan perbuatan yang baik sehinga sampai dia dewasa’’

القول في تأويل قوله : { ولا تقربوا مال اليتيم إلا بالتي هي أحسن حتى يبلغ أشده }
’Beliau berkata di dalam Tafsirnya (Ath-Thabari), tentang firman Allah yang berbunyi :  Dan janganlah Kamu sekalian mendekati harta anak  Yatim kecuali dengan perbuatan yang baik’
قال أبو جعفر: يعني جل ثناؤه بقوله:(ولا تقربوا مال اليتيم إلا بالتي هي أحسن)، ولا تقربوا ماله إلا بما فيه صلاحه وتثميره

’Abu Ja’far berkata : Abu Ja’far mengharapkan dari firman Allah : Dan janganlah Kamu sekalian mendekati harta anak  Yatim kecuali dengan perbuatan yang baik, dan janganlah kamu sekalian mendekati karta tersebut kecuali ada kemanfaatan dan kemaslahatan’
- حدثني المثنى قال، حدثنا الحماني قال، حدثنا شريك، عن ليث، عن مجاهد:(ولا تقربوا مال اليتيم إلا بالتي هي أحسن)، قال: التجارة فيه.

Telah menceritakan kepada al-Musanna, dia berkata, al-Hamani bercerita kepada kami, dia berkata, Syarik bercerita kepada kami, dari Lais, dari Mujahid, ( dan janganlah kamu sekalian mendekati harta anak yatim kecuali dengan perbuatan yang baik), at-Thabary  berkata : berdagang dengan harta tersebut.

- حدثني محمد بن الحسين قال، حدثنا أحمد بن المفضل قال، حدثنا أسباط، عن السدي:(ولا تقربوا مال اليتيم إلا بالتي هي أحسن)، فليثمر ماله .

‘’Telah bercerita kepadaku Muhammad Bin Hassan, dia berkata, menceritakan Ahmmad Bin Mufdol, ia berkata, berkata Asbad, dari Sudda, (Dan janganlah kamu sekalian mendekati harta anak  yatim kecuali dengan perbuatan yang baik),mengembangkan harta tersebut’’

- حدثني الحارث قال، حدثنا عبد العزيز قال، حدثنا فضيل بن مرزوق العنزي، عن سليط بن بلال، عن الضحاك بن مزاحم في قوله:(ولا تقربوا مال اليتيم إلا بالتي هي أحسن)، قال: يبتغي له فيه، ولا يأخذ من ربحه شيئا .

Telah berkata kepadaku Haris, dia berkata, menceritakan Abdul Aziz, dia Berkata, Fudail Bin Marzuq Al-anazi  dari Sulid Bin Bilal, dari D}ohak Bin Mazahim, didalam firman  Allah ; ( Dan janganlah Kamu sekalian mendekati harta anak  Yatim kecuali dengan perbuatan yang baik). Ath-Thabari menafsirkan didalam kitabnya boleh saja Mengunakan harta tersebut, Dan tidak mengambil keuntungan sepeserpun.

Keempat, tahap perkembangan kodifikasi tafsir pada masa ini, penulisan tafsir masih mengambil corak bi al-ma’tsur meskipun sudah mulai ada perubahan pola dalam pengambilan sanad. Perubahan yang terjadi dalam tafsir diantaranya sanad-sanadnya mulai diringkas, banyak penafsir yang menukil perkataan atau pendapat dari para penafsir pendahulu mereka tanpa mencatat asal mula dan pemilik pendapat tersebut secara detail. Oleh karena itu muncullah beberapa permasalahan dalam tafsir ditahap ini, yaitu bercampurnya antara riwayat pendapat yang sahih dan yang tidak sahih.

PENUTUP
Kesimpulan
1.      Untuk  memahami Alquran secara baik dan benar diperlukan ilmu yang cukup, sehingga menghasilkan penafsiran yang utuh.
2.      Bentuk penafsiran Alquran mengalami perkembangan dan perubahan sejak masa Nabi Muhammad saw sampai saat sekarang.
3.      Independensi tafsir dari kitab-kitab hadis dimulai pada abad kedua hijrah, yang dilakukan oleh al-Farra’ dengan kitabnya Ma’anil Quran dan kemudian dilanjutkan oleh ulama-ulama berikutnya seperti at-Thabari dan lain-lain.


DAFTAR PUSTAKA

Al-Farra’, Abu Zakaria Yahya Ibn Ziyad, Ma’anil Quran, Jilid 1, Beirut, ‘Alimul Kutub, 1983,
al-Dzahabi Muhammad Husein, Tafsir Al-Quran Sebuah Pengantar, terjemahan M. Nur Prabowo, Jogjakarta, Baitul Hikmah Press, 2016.
Syaikh Muhammad Sa’id Mursi, Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, Jakarta, Pustaka al-Kautsar, 2012
Subhi as-Shalih, Membahas Ilmu-Ilmu Al-Quran,Jakarta, Pustaka Firdaus, 2012
Syaikh Manna al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, Jakarta, al-Kautsar, 2006
M. Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ulum al-Quran/Tafsir, Jakarta Bulan Bintang


[1] Kementerian Agama RI, Mukaddimah Alquran dan Tafsirnya, Jakarta, Widya Cahaya, 2011, hlm. 35.
[2] As-Suyuthi, Imam Jalaluddin, al-Itqan fi Ulumil Quran, terjemahan Jilid I, Surabaya, Bina Ilmu, tanpa tahun, hlm. xx.
[3] Muhammad Quraish Shihab, membumikan Alquran, Bandung, Mizan, hlm. 71
[4] Ibid, hlm. 45.
[5] Ibid, hlm, 50.
[6] Idri, Hadits dan Orientalis : Persfektif  Ulama Hadis dan Para Orientalis  tentang Hadis Nabi,Jakarta, Kencana, 2017,  hlm.46.
[7] Ibid, hlm.46.
[8] Muhammad Quraish Shihab, Membumikan Alquran, Bandung, Mizan, hlm. 73.
[9] Kementerian Agama RI, Mukaddimah Alquran dan Tafsirnya, Jakarta, Widya Cahaya, 2011, hlm. 51.
[10] Muhammad Quraish Shihab, Membumikan Alquran, Bandung, Mizan, hlm. 73
[11]  Al-Farra’, Abu Zakaria Yahya Ibn Ziyad, Ma’anil Quran, Jilid 1, Beirut, ‘Alimul Kutub, 1983,  hlm. 12
[12] Ibid, hlm. 13
[13] Syaikh Manna al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, Jakarta, al-Kautsar, 2006, hlm. 426
[14]  Muhammad Husein adz-Dzahabi, Tafsir Alquran : Sebuah Pengantar, terj. M.Nur Prabowo. S. Yogyakarta, Baitul Hikmah Press, 2016, hlm. 43
[15] M. Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ulum al-Quran/Tafsir, Jakarta Bulan Bintang, Hlm. 275-276
[16]  Syaikh Muhammad Sa’id Mursi, Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, Jakarta, Pustaka al-Kautsar, 2012, hlm. 347
[17] Subhi as-Shalih, Membahas Ilmu-Ilmu Al-Quran,Jakarta, Pustaka Firdaus, 2012,  hlm. 413-414

MODUL PENYUSUNAN SOAL HOTS





Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ( Mendikbud), Muhadjir Effendy mengimbau guru terus mengembangkan pembelajaran di sekolah dengan model cara berpikir tinggi atau higher order thinking skills ( HOTS). Dengan pengembangan model tersebut dapat menghasilkan anak-anak berkemampuan berpikir kritis, keterampilan berkomunikasi baik, berkolaborasi, berpikir kreatif, dan percaya diri dalam mempersiapkan era milenium.  Hal tersebut disampaikan Mendikbud saat membuka Pembekalan Guru Inti Program Peningkatan Kompetensi Pembelajaran Berorientasi HOTS, di Yogyakarta, Jumat (09/11/2018).
 “Dalam menyiapkan peserta didik yang siap bersaing menghadapi era milenium dan revolusi industri 4.0, guru harus mampu mengarahkan peserta didik untuk mampu berpikir kritis, analistis, dan mampu memberikan kesimpulan atau penyelesaian masalah,“ jelas Mendikbud seperti dikutip dari laman resmi Kemendikbud. Baca juga: Aturan Baru, SBMPTN 2019 Akan Gunakan Soal HOTS Mendikbud mengatakan, belajar hakekatnya perubahan tingkah laku. Perubahan tersebut mencakup cara berpikir, bersikap, dan bertindak. “Dalam berbuat sesuatu, pertama yang dilakukan adalah berpikir dahulu. Bersikap dipengaruhi cara berpikir. perilaku atau tindakan, suatu langkah konkrit berdasarkan sikap. Itulah belajar,” terang Mendikbud. 

Mendikbud mengajak guru memperkuat perilaku siswa dengan komponen berpikir, bersikap, dan bertindak. “Ajak siswa kita untuk berpikir kreatif dan kritis, membangun kerja sama atau berkolaborasi. Mohon guru inti jangan berikan pendidikan yang tidak kreatif. Kita harus memberikan yang terbaik untuk anak-anak kita,“ pesan Mendikbud. Mendikbud juga berharap guru inti dapat menularkan ilmu selama kegiatan pembekalan kepada guru lain. Tugas guru inti tidak boleh pilih kasih dalam memberikan pencerahan kepada sesama guru.  Kegiatan Pembekalan Guru Inti Nasional Program Peningkatan Kompetensi Pembelajaran (PKP) berorientasi pada Keterampilan Berpikir Tinggi diselenggarakan 8-13 November 2018, diikuti 240 peserta dari Provinsi Aceh, Bengkulu, Lampung, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Kalimantan Utara, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Papua Barat. Tujuan diselenggarakannya adalah untuk menyiapkan guru inti dalam zonasi Program Peningkatan Kompetensi Pembelajaran berorientasi pada Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi sesuai dengan mata pelajaran yang diampu guru. Selain itu, untuk meningkatkan pemahaman dan kompetensi guru inti dalam program peningkatan kompetensi, meliputi konsep, strategi penggunaan perangkat, dan strategi pelaksanaan PKP dalam pembelajaran yang berorientasi pada keterampilan berpikir tinggi. “Sehingga dapat meningkatkan kualitas peserta didik yang pintar dan sukses,” pungkas Mendikbud. (SUMBER : https://edukasi.kompas.com/read/2018/11/12/21323171/mendikbud-imbau-guru-kembangkan-pembelajaran-hots)




SILAHKAN UNDUH PENYUSUNAN SOAL HOST PADA LINKS DIBAWAH INI
PANDUAN PEMBUATAN SOAL HOT FILETYPE PPT
SOAL HOTS PPKN
SOAL HOST INDONESIA
SOAL HOST SEJARAH NASIONAL INDONESIA
SOAL HOST INGGRIS
PANDUAN SOAL HOSTSENI
PANDUAN SOAL HOST PJOK
PANDUAN SOAL HOST MATEMATIKA
PANDUAN SOAL HOST FISIKA
PANDUAN SOAL HOST BIOLOGI
PANDUAN SOAL HOST KIMIA
PANDUAN SOAL HOST GEOGRAFI
PANDUAN SOAL HOST EKONOMI
PANDUAN SOAL HOST SEJARAH
PANDUAN SOAL HOTS SOSIOLOGI
PANDUAN SOAL HOST SASTRA ING

KHADIM UMMAH : MAKHLUK LANGKA ABAD INI

Pada suatu hari Rasulullah mengadakan perjalanan bersama dua orang sahabat. Ditengah perjalanan yang begitu jauh dan panas, mereka merasa kehausan. Sehingga mereka berjumpa dengan seorang wanita yang menggembala kambing. Pada kesempatan itu Rasulullah dan sahabatnya mencoba meminta susu kepada wanita tua tersebut untuk megobati rasa dahaga yang mereka rasakan. Wanita tua itu mengatakan, "Susu apa yang bisa saya berikan kepada tuan-tuan pada saat ini. Lihatlah, bagaimana kondisi kambing yang saya gembala ini, semuanya kurus-kurus, sehingga kalau pun diperas susunya tidak akan keluar".Rasulullah berkata : "Perkenankanlah kami untuk memerah susu kambing tersebut." Wanita itu pun memperkenankannya.


Rasulullah pun memerah susu kambing, berkat mukjizat Rasulullah, keluarlah susu dari kambing-kambing yang kurus yang selama ini tidakm bisa menghasilkan susu. Kemudian Rasulullah menyuguhkan susu tersebut kepada wanita tua pemilik kambing, kemudian beliau suguhkan pula kepada dua sahabatnya. Setelah itu, barulah Baginda Rasulullah saw meminum susu tersebut. Kedua sahabat Rasulullah heran, kenapa Rasulullah tidak meminum susu untuk dirinya terlebih dahulu. Karena penasaran sahabat bertanya, Ya rasulullah, kenapa anda tidak minum susu itu lebih dahulu, anda lebih mengutamakan kami bertiga?. Padahal anda adalah orang mulia. Rasulullah pun bersabda, "Sayyidul qoum khodimuhum" (Pemimpin suatu kaum / bangsa adalah pelayan bagi kaum / bangsa itu).

Dari sepotong sabda Rasulullah saw tersebut dapat kita fahami bagaimana type kepemimpinan yang ideal yang diajarkan oleh Rasulullah melalui teladan yang beliau contohkan. Dan sekaligus kita fahami, apa yang diucapkan oleh Rasulullah itu, sangat berbanding terbalik dengan kondisi para kebanyakan pemimpin pada saat sekarang. Para pemimpin saat ini betul betul sudah menjadi "raja". Bukan melayani rakyat malah minta dilayani rakyat. Minta difasilitasi oleh rakyat. Tak peduli apakah rakyat dalam himpitan kesulitan atau tidak. Mereka (para pemimpin) beranggapan bahwa kekuasaan merupakan fasilitas, bukan tanggung jawab. Dan ini bukanlah isapan jempol belaka. Kita dapat melihat sendiri bagaimana sikap para pemimpin ketika memperoleh jabatan itu mereka langsung melakukan sujud syukur. Seolah -olah jabatan adalah karunia yang sangat patut untuk disyukuri, karena jabatan akan bisa merubah kondisi hidup (ekonomi, status sosial, prestise) menjadi lebih baik dari sebelumnya. Tidak terpikir didalam benak dan hati mereka, bahwa selama kepemimpinan mereka kedepan begitu banyak tanggung jawab yang harus dipikul, tugas yang diemban dan berbagai macam problema masyarakat yang harus diselesaikan.


Note : Tulisan ini sudah pernah dipublikasikan di FB https://www.facebook.com/japarag.atan

PESAN ARSYAD THALIB LUBIS


Aku mengharapkan agar cita-citaku itu dapat diteruskan oleh anak-anak ku.

Disamping Masjidil haram Makatul Musyarrafah 8 Zulhijjah 1391 H/25 JANUARI 1972.

Bismillahirrahmanirrahim
Pada saat ini, aku sedang berada di Tanah Suci Makkah al Mukarramah di samping Masjidil Haram yang aku cintai dengan sepenuh hati.
Insya Allah sore ini tanggal 8 Zulhijjah 1391, aku akan berangkat ke Arafah melakukan wukuf untuk haji-ku
Aku bersyukur kepada Allah Swt, yang mengaruniakan bagi hamba-hamba Nya yang dhaif ini pada saat usia senja telah lanjut, masih dapat lagi brziarah ke rumah Nya yang mulia ini dan ke maqam Rasulullah yang ku cintai dengan segenap jiwaku.
Pada saat aku membulatkan segenap jiwaku, mengharapkan maghfirah dan rahmat Tuhan, disaat usiaku telah lanjut ini datanglah dua orang anakku, Ridwan Lubis yang belajar di Bahgdad dan Abdul Rahman Abdul Hamid yang belajar di Madinatul Munawwarah, membisikkan kepada ku, meminta kata petunjuk, nasehat daripada orangtuanya, supaya dapat dipergunakan menjadi pegangan hidup dan pedoman hidup.

Aku mengingatkan, bahwa aku seorang yang beriman dan bercita-cita agar ajaran Tuhan menjadi pedoman hidup yang diamalkan manusia didunia ini, maka hidupku ku gunakan untuk kepentingan cita-citaku itu.

Aku mengajar, aku berdakwah, aku mengarang dan aku membangun Al-jamiyatul washliyah, agar untuk terlaksananya cita-citaku itu.

Kini usiaku telah lanjut, hatiku tertunggu-tunggu datangnya panggilan Tuhan, maka disamping berbagai persoalan, aku mengharapkan agar cita-citaku dapat terlaksana, sekali lagi, aku mengharapakan agar cita-citaku dapat diteruskan oleh anak-anakku.

Maka antara lain, pengharpanku itu kutimpakan kepada anak-anakku keduanya, teruskanlah perjuangan kita itu, teruskan kepada akhir hayatmu, jangan mundur, jangan berhenti ditengah jalan, tetapi berjalan terus.

sekarang saat kamu sedang belajar, belajarlah dengan rajin dan tekun untuk bekal perjuangan dihari nanti.

Jadilah kamu alim yang amil, mujahid yang tak kenal lelah, dan pejuang yang mukhlis

Aku meninggalkan kepadamu organisasi al-washliyah, cintailah perkumpulan itu, perkuatlah organisasinya, dan bersihkanlah dia dari pemimpin yang tidak bertakwa.

Kamu berdua adalah anak-anakku yang kucintai, aku mendoakan kamu di Tanah Suci ini, dibulan yang suci ini dan disampin rumah Allah yang suci ini, agar kamu menjadi alim yang mujahid dan mukhlis.

Aku mendoakan agar alwashliyah tetap menjadi perhimpunan yang melaksanakan ajaran Islam dan dipimpin oleh orang yang jujur,..................................Amin.

sekian lah petunjuk dan nasehatku yang akhlas kepada kamu, semoga dapat difahamkan dan diamalkan.

(Disalin kembali oleh : Japar S.Ag untuk para pejuang dan pencinta alwashliyah dari sumber yang tak terlacak)