|
JAPAR, S.Ag
Ka. MAS Alwashliyah Pakam |
PENDAHULUAN
Alquran adalah kalamullah
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, dengan bahasa Arab, yang sampai
kepada kita secara mutawatir, yang ditulis didalam mushaf, dimulai dari surah
al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Nas, membacanya berfungsi sebagai
ibadah, sebagai mukjizat Nabi Muhammad saw dan sebagai hidayah atau petunjuk
bagi umat manusia.
Dari defenisi ini disepakati oleh para
ulama bahwa Alquran sebagai sumber hidayah. Setiap rangkaian ayat dan surat
yang terdapat didalamnya menjadi sumber pelajaran bagi setiap manusia.
Muhammad
Abduh dalam Tafsir al-Manar
mengatakan bahwa Alquran mengandung unsur-unsur berikut:
a. Ketauhidan
(at-Tauhid).
b. Janji
(al-Wa’d) terhadap mereka yang taat
dan peringatan (al-Wa’id) bagi yang membangkan.
c. Hal-ihwal
ibadah (al-Ibadah)
d. Penjelasan
tentang jalan menuju kepada kebahagiaan baik dunia maupun akhirat (sabilus –sa’adah)
e. Kisah
(al-Qashash) tentang nasib
orang-orang yang baik dan jahat.
Dalam rangka menggali hidayah dan petunjuk, para
ulama melakukan penyelidikan yang mendalam terhadap isi kandungan Alquran.
Sehingga muncul dan berkembang cabang-cabang
ilmu yang mengkaji isi dan kandungan
Alquran, yang disebut ‘Ulum Alquran
(Ilmu-Ilmu Alquran). Dikatakan kepada Musa ‘alaihissalam: “Wahai Musa!
Sesungguhnya perumpamaan kitab yang diturunkan kepada Ahmad yang dijelaskan di
dalam kitab-kitab itu seperti wadah yang didalamnya ada susunya. Setiap kali
kamu menyerapnya, maka kamu dapat mengeluarkan sarinya”.
Dari
sekian cabang Ulum Alquran, ada cabang tersendiri yang khusus membahas tentang
kisah-kisah dalam Alquran yang di sebut Qaṣaṣ Alquran. Bagi
yang membaca , ‘mendalami’ dan menghayati kisah Qaṣaṣ Alquran tentunya akan menemukan
didalamnya informasi-nformasi penting,
tentang masa lalu , dan berita masa datang , sekaligus menjadi ketetapan
hukum.
PEMBAHASAN
A. Defenisi Qaṣaṣ
Alquran
Qaṣaṣ Alquran terdiri dari dua kata, Qaṣaṣ
dan Alquran. Menurut bahasa (etimologi) kata Qashash adalah bentuk jama’ dari kata al-qiṣṣah. Kata itu
berasal dari kata qaṣṣa – yaquṣṣu. Kata
qashash,dan kata lain yang seakar dengannya, didalam Alquran tersebut 30 kali.
Dalam pengertian bahasa, qishshah berarti ‘mengikuti
jejak’, dan qaṣaṣ bentuk jamak dari qiṣṣah, berarti ‘ jejak’
Menurut
Zahran di dalam Qaṣaṣ Alquran, qiṣṣah berarti menguraikan
kejadian-kejadian dan menyampaikannya tahap demi tahap.
Qaṣaṣ Alquran adalah pemberitaan Alquran
tentang hal ihwal umat yang telah lalu, nubuwat
(kenabian) yang terdahulu dan peristiwa yang telah terjadi.
B.
Kualitas
Kisah di Dalam Alquran.
Kisah
para nabi dalam Alquran disajikan secara utuh dan padu. Pesan utamanya adalah
bahwa Tuhan selalu mengutus para nabi atau orang saleh, baik laki-laki maupun
perempuan, untuk mengajak manusia menyembah hanya kepada Allah dan berbuat
kebaikan. Namun, dari persfektif Kristen
dan Yahudi, kisah-kisah itu melewatkan banyak informasi yang disebutkan didalam
Injil.
Kisah yang terdapat dalam Alquran
merupakan bagian dari I’jaz Alquran itu sendiri. Karena didalam Alquran
diceritakan berita ghaib tentang bangsa-bangsa dan umat-umat purbakala yang
tidak pernah terungkap sebelumnya secara mendetail. Bahkan Nabi Muhammad saw
pun tidak pernah mengetahuinya. Alquran juga mengisahkan tentang peristiwa yang
belum terjadi yang kemudia terjadi persisi sesuai dengan pemberitaan Alquran.
Berbeda halnya dengan ramalan manusia yang tidak dapat dipastikan dan tidak
pula semuanya tepat
Sebagai wahyu dari Allah swt, kisah-kisah didalam Alquran merupakan
kisah yang tidak diragukan kebenarannya. Hingga saat ini sudah banyak
diungkapkan bukti-bukti kebenaran kisah didalam Alquran, dengan bukti ilmiyah,
sains, teknologi, arkeologi bahkan sampai dengan bukti yang menggunakan teori
hermeneutika. Bagi orang yang beriman ketika berhadapan dengan Alquran secara
umum dan kisah yang terdapat didalam Alquran diterima secara imani, meskipun demikian bukti-bukti
historis memberikan sumbangsih yang sangat besar bagi keteguhan iman dan
kebenaran Alquran.
C.
Macam-macam Kisah dalam Alquran
1.
Kisah para nabi.
2.
Kisah yang berhubungan dengan peristiwa yang terjadi
pada masa lalu dan orang yang tidak dipastikan kenabiannya. Misalnya kisah
orang yang keluar dari kamung halaman, yang beribu-ribu jumlahnya karena takut
mati, kisah Thalut dan Jalut, dua orang putra Adam, penghuni gua, Zulkarnain,
dan orang-orang yang menangkap ikan pada hari sabtu, Maryam, aṣabul ukhdud, aṣabul fil, dan lain-lain.
3.
Kisah-kisah yang berhubungan dengan
peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa Rasulullah, seperti perang Badar dan
perang Uhud dalam surah Ali Imran, perang Hunain dan Tabuk dalam surat
at-Taubah, perang al-Ahzab dalam surah al-Ahzab, hijrah, Isra’ Mi’raj, dan
lain-lain.
D.
Kedudukan
Kisah dalam Alquran
Bagaimana
pentingnya kisah dalam Alquran dapat dilihat dari segi kuantitas ayat-ayat
kisah didalamnya. Tidak sedikit dari
ayat-ayat Alquran yang memuat tentang kisah-kisah. Bahkan ada surat-surat yang
khusus untuk mengungkapkan kisah, seperti Surat Yusuf, Nuh, al-Anbiya’
dan al-Qaṣṣaṣ. Menurut A.
Hanafi, ada lebih kurang 1.600 ayat yang
dipakai untuk mengungkapkan kisah-kisah. Dengan demikian lebih dari seperempat
ayat Alquran menuturkan tentang kisah/sejarah.
E.
Gaya Penyampaian Kisah Alquran
Dalam
menuturkan kisah, Alquran mempunyai gaya tersendiri dan berbeda dari lainnya.
Kisah tersebut ada yang disampaikan secara tuntas di satu tempat dalam satu
surah Alquran. Disisi lain sebagian besar kisah Alquran tidak disampaikan
sekaligus secara utuh di satu tempat, tetapi hanya bagian tertentu saja sesuai
dengan pesan yang ingin disampaikan. Sebagian kisah itu ada yang diulang-ulang
dengan memusatkan [ada satu dimensi kisah. Pengulangan itu biasanya dengan
menggunakan gaya bahasa yang berbeda. Kisah Alquran disampaikan secara singkat,
bahkan tidak jarang sangat singkat.
Perpaduan
antara gaya bahasa yang singkat dan padat dengan pesan mulia yang dikandungnya
menjadikan kisah Alquran itu semakin memikat. Berbeda dengan Taurat yang memberikan keterangan panjang lebar
tentang, mislanya, ukuran besar kapal Nabi Nuh.
Dikarenakan Alquran
bukan kitab sejarah, tidak juga rincian peristiwa diketengahkannya. Rincian
peristiwa yang antara lain dapat ditemukan didalam kitab-kitab tafsir Alquran dan hadits-hadits
Rasulullah. Hari ini Alquran bagi sejarawan dan ilmuwan adalah data otentik
yang tidak dapat diremehkan informasinya, bahkan dapat dipertanggungjawabkan.
F.
Kisah Alquran
Sebagai Fakta Sejarah,
Bukan Fiksi atau Hayalan.
Kisah
dalam-Alquran merupakan cara yang dipakai Alquran untuk mewujudkan
tujuan-tujuan. Oleh sebab itu, kisah Alquran tunduk kepada ketentuanNya.
Alquran dalam mengungkapkan
kisah-kisah itu tidak kronologis, namun tematis. Karena Alquran bukanlah buku
sejarah, melainkan risalah keagamaan. Walau merupakan kisah, tetapi maksudnya
agar menjadi pelajaran dan peringatan bagi manusia.
Beberapa sarjana muslim ada yang
meragukan apakah kisah itu benar-benar terjadi. Thaha Husein, sastrawan Mesir
dalam bukunya Fi asy-Syi’r al-Jahili berpendapat bisa saja kitab Taurat dan Alquran
berkisah tentang Ibrahim dan Ismail, tetapi adanya dua nama itu didalam Taurat
maupun Alquran tidak cukup kuat untuk menyatakan kedua orang itu benar-benar
ada dalam sejarah.
Muhammad Khalafallah dalam
bukunya al-Fann al-Qaṣaṣi fi al-Qur’an,
mengatakan kisah merupakan seni bercerita yang lebih menitik beratkan keindahan
gaya, keterpautan ide dengan tujuan cerita. Ini berlaku pada kisah nyata maupun
fiksi. Kisah-kisah dalam al-Qura’an tidak mesti kisah nyata. Menurutnya, tidak
mengapa kalau kita mengatakan bahwa kisah-kisah Alquran merupakan
dongeng-dongeng belaka.
Pandangan itu tidak tepat, sebab Alquran
sudah menepis dengan menyatakan :
“Sungguh pada
kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang yang mempunyai akal. (Alquran)
itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang
sebelumnya, menjelaskan segala sesuatu, dan (sebagai) petunjuk dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman”
Pada ayat yang lain Allah menjelaskan :
“Sungguh, ini
adalah kisah yang benar. Tidak ada tuhan selain Allah, dan sungguh Allah
Mahaperkasa, Mahabijaksana”
Saat ini, banyak uraian-uraian kisah dalam Alquran
yang dulunya tidak jelas, tetapi melalui aneka penelitian arkeologi, studi
kebahasaan (filologi), atau antropologi, ternyata uraian-uraian tersebut
terbukti kebenarannya dengan sangat jelas.
G. Bukti
Arkeologi tentang Kebenaran Kisah dalam Alquran
Arkeologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari
kebudayaan masyarakat masa lalu melalui peninggalannya. Masa lalu sangat
panjang, sehingga dibuatlah periodisasi. Misalnya, (1) Periode Prasejarah
ketika manusia belum mengenal aksara atau huruf dan (2) Periode Sejarah ketika
manusia telah menghasilkan bukti tertulis.
Arkeologi berkembang di berbagai negara dan cukup banyak
pula arkeolog profesional yang meneliti secara lintas batas negara. Entitas
negara diciptakan belum lama ketimbang kurun waktu hidup manusia di dunia.
Selain itu mobilitas manusia yang sejak dulu sudah cukup tinggi membuat
persebaran peninggalannya dijumpai di berbagai belahan dunia.
Peninggalan atau objek yang menjadi data arkeologi
mencakup benda yang dapat dipindahkan (artifact), bangunan yang
melekat di tanah (feature), faktor lingkungan alam yang melingkupi
kehidupan manusia (ecofact), lokasi bermukim (site), kawasan atau
antar-situs yang dijelajahi manusia (region).
Arkeolog juga meneliti sumber
tertulis seperti prasasti, naskah, manuskrip. Di beberapa negara, arkeolog
meneliti kitab suci, sehingga lahirlah kajian Biblical Archaeology. Kitab suci
yang banyak dikaji umumnya Perjanjian Baru dan Perjanjian Lama. Asosiasi
peneliti Biblical Archaeology di Eropa terbentuk sejak 1850.
Alquran belum banyak dikaji para arkeolog ketimbang
Bibel. Padahal, Alquran banyak memuat berbagai aspek arkeologi misalnya yang
saat ini oleh ilmuwan disebut metodologi. Alquran sebagai petunjuk hidup dan
matinya manusia juga menyebut beberapa ayat yang saat ini oleh ilmuwan disebut
sebagai teori, metode, dan objek atau data.
Contoh dalam Surah Al-Hadid
(57):4 Allah SWT menciptakan langit dan bumi dalam enam masa. Pembentukan alam
semesta melalui proses bertahap, evolutif, atau tidak langsung sekali jadi. Tim
Tafsir Ilmi Kementerian Agama bekerja sama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia dalam buku "Penciptaan Jagat Raya: dalam Perspektif Alquran dan
Sains" tahun 2010 telah menafsirkan Surah An Naziat (79): 27-33. Proses
secara bertahap dimulai dengan penciptaan alam semesta, pengembangan alam
semesta, penciptaan matahari, penciptaan bumi, awal kehidupan di bumi yaitu air
dan tumbuhan, dan diciptakannya hewan dan manusia.
Metode seperti survei atau
observasi juga banyak disebut, misalnya manusia diminta untuk mengamati dan
melihat langsung dengan cara berjalan di muka bumi untuk memperhatikan
kesudahan orang-orang terdahulu, misalnya dalam Surah Ali Imran (3):137,
Al-An'am (6):11, An-Nahl (16):36, An-Naml (27):69, Al-Ankabut (29):20. Allah
SWT juga meminta manusia memperhatikan bekas-bekas peninggalan orang terdahulu
misalnya dalam Surat Ghafir (40):21 dan 82.
Bukti arkeologis saat ini telah
membuktikan kebenaran kisah-kisah yang terdapat didalam Alquran. Diantaranya
adalah:
1. Kisah
Al Qur'an tentang Haman: seorang pelaku yang namanya disebut di dalam Al Qur'an
bersama dengan Fir'aun. Ia disebut di enam tempat (ayat) berbeda dalam Al Qur'an, di mana Al Qur'an memberitahu kita
bahwa ia adalah salah satu dari sekutu terdekat Fir'aun.
Naskah Hiroglif
dipecahkan sekitar 200 tahun silam, dan nama “Haman” ditemukan di naskah-naskah
kuno itu. Hingga abad ke-18, tulisan dan prasasti Mesir kuno tidak dapat
dipahami. Bahasa Mesir kuno tersusun atas lambang-lambang dan bukan kata-kata,
yakni berupa Hiroglifik. Gambar-gambar atau lambang-lambang Hiroglifik ini,
yang memaparkan kisah dan membukukan catatan peristiwa-peristiwa penting
sebagaimana kegunaan kata di zaman modern, biasanya diukir pada batu dan banyak
contoh masih terawetkan berabad-abad. Dengan tersebarnya agama Nasrani dan
pengaruh budaya lainnya di abad ke-2 dan ke-3, Mesir meninggalkan kepercayaan
kunonya beserta tulisan hiroglif yang berkaitan erat dengan tatanan kepercayaan
yang kini telah mati itu. Contoh terakhir penggunaan tulisan hiroglif yang
diketahui adalah sebuah prasasti dari tahun 394. Bahasa gambar dan lambang
telah terlupakan, menyisakan tak seorang pun yang dapat membaca dan
memahaminya. Sudah tentu hal ini menjadikan pengkajian sejarah dan
kepurbakalaan nyaris mustahil. Keadaan ini tidak berubah hingga sekitar 2 abad
silam.
Melalui
penerjemahan hiroglif, sebuah pengetahuan penting tersingkap: nama “Haman”
benar-benar disebut dalam prasasti-prasasti Mesir. Nama ini terukir pada sebuah
tugu di Museum Hof di Wina, Austria. (saat ini bernama Museum
Kunsthistorisches). Tulisan yang sama ini (Haman) juga tercantum dalam tulisan
egyptologist ternama bernama Walter Wreszinski (Walter Wreszinski, Aegyptische
Inschriften aus dem K.K. Hof Museum in Wien, 1906, J. C. Hinrichs' sche Buchhandlung),
serta dalam kamus tentang 'Kerajaan Baru' yang disusun oleh Herman Ranke (Hermann Ranke, Die
Ägyptischen Personennamen, Verzeichnis der Namen, Verlag Von J. J. Augustin in
Glückstadt, Band I, 1935, Band II, 1952). Khusus dalam tulisan Wreszinski
disitu tertulis jelas profesi Haman sebagai 'kepala pekerja tambang batu'.
Prasasti atau
tugu yang menunjukkan nama Haman yang tersimpan di Museum Hof di Wina yang
sekarang bernama Museum Kunsthistorisches. Tugu tersebut juga menyebutkan
profesi Haman sebagai kepala pekerja tambang batu.
Temuan ini mengungkap kebenaran
sangat penting!, Haman adalah seseorang yang hidup di Mesir pada zaman Nabi
Musa AS. Ia dekat dengan Fir'aun dan terlibat dalam pekerjaan membuat bangunan,
persis sebagaimana dipaparkan dalam Al Qur'an.
Berkata
Fir'aun: "Hai pembesar-pembesar, aku tiada tahu, bahwa bagimu ada pula Tuhan, selain daripadaku.
Sebab itu buatlah batu tembok, hai Haman, lalu bangunkanlah istana yang tinggi,
mudah-mudahan ku tengok Tuhan Musa. Sesungguhnya kusangka Musa itu orang
dusta."
Berkata
Firaun : Hai Haman, bangunlah sebuah gedung yang tinggi, mudah-mudahan aku
sampai kepada sebab-sebab (jalan-jalan), Yaitu jalan-jalan (yang menyampaikan)
kelangit, lalu ku lihat Tuhan Musa, sungguh aku menyangka dia seorang yang
dusta. Demikianlah dihiaskan kepada Firaun kejahatan perbuatannya dan dihalangi
dari jalan (yang lurus). Tipu daya Firaun, tidak lain, hanya dalam kerugian
(sia-sia).
2. Kisah
Fir’aun Mengejar Nabi Musa
Suatu peristiwa yang paling menarik
adalah mengenai eksodus secara besar-besaran:
“Dan
kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Fir’aun
dan bala tentaranya, karena hendak menganiaya dan menindas (mereka); hingga
bila Fir’aun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia: “Saya percaya bahwa
tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya
termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)
Apakah sekarang
(kamu baru percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan
kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.
Maka
pada hari itu kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi
orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia
lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami”.
Pada ayat diatas
terdapat rujukan yang menakjubkan mengenai diselamatkannya tubuh Firaun agar
menjadi ”tanda” atau bukti bagi orang-orang dikemudian hari. Identitas Fir’aun
didalam kisah pengungsian besar-besaran itu menjadi bahan spekulasi yang cukup
lama. Bucaille, setelah mengadakan studi yang mendalam, dengan meyakinkan
memberi penjelasan yang mendukung pandangan yang dipegang cukup lama bahwa
Merneptah, penerus Ramses II, adalah Fir’aun yang berkuasa di masa eksodus itu.
Jasadnya dimummikan, yang diteliti secara medis oleh Bucaille di tahun 1975, ditemukan
pada tahun 1898 di Lembah Raja-Raja di Thebes. Bucaille berspekulasi bahwa QS
10 : 92 merupakan kiasan dari penemuan ini, yang terjadi hampir tiga belas abad
setelah diturunkannya ayat tersebut. Karena identitas sebenarnya dari Fir’aun tidak pernah disebutkan didalam Alquran, sebutan “Fir’aun” mungkin sebuah julukan yang umum, dimana QS
10: 92 merujuk terhadap praktik mengebumikan jenazah yang
biasa dilakukan oleh orang-orang Mesir terhadap raja-raja mereka yang sudah
mati.
Alquran
menyebutkan bahwa mayat Fir’aun (Merneptah) yang terkutuk akan diselamatkan
dari air, seperti yang dijelaskan ayat diatas. Diagnosis pada mummi Meneptah
menunjukan bahwa mayatnya tidak berada didalam air dalam waktu yang lama, karena
tidak adanya tanda kerusakan yang parah akibat tenggelam dalam air.
Maurice Bucaille bercerita kepada
Syeikh Abdul Majid al-Jindani dalam sebuah pertemuan bahwa ia adalah salah satu
dokter yang meneliti mayat Fir’aun. Penelitian itu menemukan fakta sebagai
berikut :
a. Pengaruh kematian karena tenggelam.
b. Pengaruh asinnya air laut
c. Sinar X menampakkan adanya kerusakan tulang
tanpa terkoyaknya kulit dan daging, yang menunjukkan bahwa kerusakan tulang itu
disebabkan tekanan air.
Apapun kejadian yang sesungguhnya, bagi
mereka yang meyakini Alquran, penemuan jenazah-jenazah para fir’aun yang
diawetkan itu dipandang sebagai sebuah kemungkinan konfirmasi atau
“tanda-tanda” kebenaran pernyataan-pernyataan Alquran.
3. Masih
banyak peninggalan-peninggalan yang sudah diketahui dan kisahnya sejalan dengan
Alquran, dan yang lainnya menunggu untuk ditemukan para arkeolog. Contohnya
makam Ibrahim disebut didalam surat Ali Imran (3) : 97. Ka’bah disebut dalam
surat al-Maidah (5) : 97. Kota kaum Nabi Luth dalam surah al-Hijr (15) : 76
disebutkan terletak di jalan yang tetap dilalui manusia. Bahtera Nabi Nuh dalam
surah Hud (15) : 44 dinyatakan berlabuh di bukit Judi.
4.
Salah
satu bentuk periodisasi dalam Alquran adalah: (1) pembentukan alam semesta
termasuk bumi, (2) saat manusia dihadirkan di bumi sampai masa kini (3) kiamat
dunia dan alam semesta hancur lebur serta kehidupan kekal di akhirat.
Periode (1) dapat diteliti, meskipun pada saat
pembentukan bumi, manusia belum tercipta. Arkeolog dapat menemukan bukti
peninggalan manusia yang terkubur di dalam tanah. Namun, ekskavasi semakin
dalam dapat dipastikan tidak menemukan lagi peninggalan manusia (virgin soil).
Fakta ini menunjukkan bahwa usia bumi lebih tua ketimbang usia peradaban
manusia. Ternyata periode (1) dan (2) dapat diterima akal dan terdapat
fakta-fakta ilmiah yang dapat ditangkap pancaindera.
Alquran terdiri atas ayat-ayat yang saling berkaitan dan
merupakan satu kesatuan. Dengan demikian, Periode (3) cepat atau lambat akan
terjadi. Pada saat itulah, giliran umat manusia yang diteliti kiprahnya selama
berada di dunia.
H. Israiliyyat
di dalam Alquran
Dari segi bahasa “Israiliyyat”
adalah bentuk jamak dari “Israiliyyah”. Kata ini merujuk kepada Israil. Dalam
bahasa Ibrani, “israil” berarti “hamba Tuhan”.
Dari segi istilah Israiliyat adalah
kisah atau riwayat yang diambil daripada Bani Israil yaitu golongan Yahudi dan
Nasrani. Sebagian ulama mengatakan semua unsur asing yang menyerap kedalam
tamadun Islam termasuk kisah-kisah dongeng yang dinukilkan dari Majusi juga
termasuk Israiliyyat.
Didalam Alquran tidak terdapat
Israiliyyat, karena Alquran murni wahyu yang difirmankan oleh Allah swt. Namun didalam tafsir yang beredar dikalangan
umat Islam, banyak bertebaran kisah-kisah Israiliyyat ini. Diantara faktor yang menyebabkan kisah atau
riwayat Israiliyyat ini masuk kedalam
tafsir Alquran adalah :
a.
Ahli-ahli kitab
yang sebagian besarnya dari orang Yahudi, sejak dulu berpindah ke Semenanjung
Arab dan mereka bercampur dengan bangsa Arab,
b.
Orang-orang pra
Islam selalu berdagang ke luar Arab seperti Yaman pada musim dingin dan negero
Syam pada musim panas. Banyak ahli kitab dari kalangan Yahudi terlibat dalam
transaksi perdagangan yang memungkinkan masuknya pengetahuan Yahudi ditengah-tengah
masyarakat Arab,
c.
Banyak kelompok
Yahudi seperti Bani Qainuqa’, Bani Quraizhah dan Bani Nadir di Madinah yang
bersama masyarakat Islam disana,
d.
Beberapa tokoh
Yahudi masuk Islam seperti Abdullah bin Salam, Wahab ibn Munabbih, Ka’bul
Akhbar dan lain-lain,
e.
Terjemahan kitab
Taurat dari bahasa Ibrani kedalam bahasa Arab.
Menurut
adz-Dzahabi, jika Israiliyyat masuk kedalam khazanah tafsir Alquran, dapat
menimbulkan kesan negatif, diantaranya:
a.
Merusak akidah
Islam, contohnya kisah Nabi Daud dengan istri panglima perang (Uria) dan kisah
Nabi Muhammad saw dengan Zainab binti Jahsy yang kedua-duanya merendahkan
kedudukan para Nabi yang tidak pernah melakukan dosa serta menggambarkan Nabi
sebagai yang kuat nafsu syahwatnya.
b.
Memberikan
gambaran bahwa agama Islam menjadi agama khurafat dan tahyul yang menyesatkan.
c.
Bisa
menghilangkan rasa kepercayaan kepada para ulama salaf baik dari kalangan
sahabat maupun tabi’in.
d.
Bisa mengalihkan
pandangan umat Islam dari mengkaji keilmuan ketika umat Islam sibuk dengan
ksah-kisah Israiliyyat.
Sebahagian
ulama membagi Israiliyyat kepada tiga macam, yaitu :
a.
Diketahui
kesahihannya. Jika benar (sahih), tidak bertentangan dengan Alquran maupun
Hadis, maka ia termasuk dalam kategori yang boleh diriwayatkan dan dijadikan
hujjah ,
b.
Diketahui
dustanya. Jika secara jelas menyalahi Alquran dan Hadis, maka termasuk bagian
yang dilarang meriwayatkanya, dan dilarang bertanya atau mendapatkan informasi kepada
Yahudi atau Nasrani tentangnya.
c.
Tidak diketahui
kesahihannya dan kedustaannya. Dalam hal ini kita hendaklah tawaquf, yaitu
tidak boleh didustakan , karena mungkin ia benar dan pada waktu bersamaan, ia
tidak boleh dibenarkan karena mungkin ia bohong. Dengan demikian, boleh
meriwayatkan berita Bani Israil, bukan dengan tujuan untuk diimani dan
dibenarkan atau didustakan. Inilah yang disabdakan Nabi Muhammad saw:
“Janganlah kamu
membenarkan ahli kitab dan jangan pula mendustakannya, tetapi katakanlah : kami
beriman dengan kitab yang diturunkan kepada kami (Alquran) dan kitab yang
diturunkan kepada kamu”. (HR . Bukhari).
Diantara contoh riwayat
didalam kitab Tafsir:
a. Didalam
tafsir at-Thabari disebutkan bahwa Wahab ibn Munabbih yang berkata, “Allah
telah menjadikan tempat tinggal di surga untuk Adam dan Hawa. Dia melarang
mereka berdua memakan buah yang pohonnya terdapat didalam surga. Dikatakan para
malaikat makan buah tersebut supaya
kekal dan abadi. Oleh karena kedengkian Iblis yang akan mengeluarkan Adam dan
Hawa dari surga. Iblis masuk kedalam perut seekor binatang yaitu ular (ketika
itu ular mempunyai empat kaki seperti kaki unta Khurasan). Ketika sampai di
surga, Iblis keluar dari mulut ular dan mengambil buah yang dilarang tersebut.
Iblis kemudan memperdaya dan membujuk Adam dan Hawa supaya memakannya. Iblis
berkata, “Lihatlah buah ini, baunya harum, rasanya sedap, warnanya menarik.
Akhirnya Hawa termakan bujuk rayu
Iblis dan memakannya. Hawa kemudian mendatangi Adam. Dia berkata kepada Adam
seperti yang dikatakan Iblis kepadanya. Akhirnya Adam juga memakan buah
tersebut, aurat mereka terbuka. Adam berlindung
dibelakang sebuah pohon. Kemudian Allah berseru, “Wahai Adam, dimanakah
kamu?” Adam menjawab, “Aku disini, wahai Tuhan”. Allah bertanya,”Mengapa kamu
tidak keluar menampakkan dirimu?” Adam menjawab, “Aku malu kepada-Mu wahai
Tuhan”
Kemudian Allah memerintahkan mereka
berdua turun dari surga ke bumi.
b. Contoh-contoh
Israiliyyat yang lain yang bertebaran didalam kitab tafsir yaitu : Kisah Harut
dan Marut, didalam tafsir Dur al-Mansur karya Imam Suyuthi. Kisah Tabut (peti
hikmah Bani Israil yang dapat menjadikan
seseorang menjadi raja bagi Bani Israil), didalam tafsir at-Thabari, Tafsir
al-Baghawi. Kisah Nabi Daud membunuh Jalut dalam kitab tafsir Khazin, dan
tafsir al-Baghawi. Kisah papan tulisan
Taurat, terdapat dalam tafsir al-Qurthubi, tafsir al-Alusi, tafsir
al-Baghawi. Kisah kapal Nabi Nuh,dalam tafsir al-Thabari, Dur al-Mansur.
Pada
zaman modern ini Israiliyyat makin bertambah ilmiah. Kajiannya dilengkapi
dengan scientific research yang berbentuk orientalisme dan Syi’aisme ekstrem.
Kajian mereka difokuskan pada pencemaran nama baik sahabat dan keluarga
Rasulullah saw, seperti Abu Bakar, Umar ibn Khatab, Usman ibn Affan dan Aisyah.
Padahal kalau kita membaca hadis yang diriwaatkan oleh Tirmizi dan hadis-hadis lain, hadis-hadis itu
menyuruh untuk mencintai Rasulullah, keluarga dan sahabatnya dan melarang
mencemarkan nama baik Nabi, keluarga dan sahabatnya.
I. Hikmah
Qaṣaṣ
Alquran
Kisah yang terdapat didalam Alquran
merupakan ibrah bagi manusia. Ketika
Allah menceritakan tentang suatu kaum yang dihancurkan, sangatlah penting untuk
menjadi pelajaran, agar tidak mengulangi kembali tindakan-tindakan umat
terdahulu yang dapat merusak dan menghancurkan peradaban.
Sebagai contoh, kaum ‘Ad di hancurkan oleh
Allah swt karena berlaku takabbur dan merasa paling berkuasa dan kuat. Mereka
merasa siapapun tidak ada yang dapat mengalahkannya, sehingga mereka berkata, “Siapa yang lebih hebat kekuatannya dari
kami?”
Begitu juga kehancuran yang menimpa Fir’aun, Namrud dan sebagainya. Dimasa
Rasulullah saw, kaum muslimin yang jumlahnya sangat besar dan berlipat-lipat
dari kaum kuffar nyaris dikalahkan
dalam perang Hunain.
Kisah kehancuran dan kejatuhan berbagai kaum,
negeri, bangsa dan peradaban sepatutnya menjadi renungan yang mendalam dan
sungguh-sungguh bagi kaum muslimin.
Disamping itu Syeikh Manna al-Qaththan
menjelaskan hikmah-hikmah kisah yang terdapat didalam Alquran, yaitu :
a.
Menjelaskan
azas-azas dakwah menuju Allah dan menjelaskan pokok-pokok syariat yang dibawa
oleh para nabi.
b.
Meneguhkan hati
Rasulullah dan hati umat Muhammad atas agama Allah, memperkuat kepercayaan
orang mukmin tentang menangnya kebenaran dan para pendudkungnya serta
menghancurkan kebatilan dan para pembelanya.
c.
Membenarkan para
nabi terdahulu, menghidupkan kenangan terhadap mereka serta mengabadikan jejak
dan peninggalannya.
d.
Menampilkan
kebenaran Muhammad dalam dakwahnya dengan apa yang diberitakannya tentang hal
ihwal orang-orang terdahulu disepanjang kurun dan generasi.
e.
Menyingkap
kebohongan ahli kitab dengan cara membeberkan keterangan yang semula mereka
sembunyikan, kemudian menantang mereka
dengan menggunakan ajaran kitab mereka sendiri yang asli, yaitu sebelum
kitab itu diubah dan di yang ganti.
f.
Kisah termasuk
salah satu bentuk sastra yang dapat menarik perhatian para pendengar
mempengaruhi jiwa.
BAB III
KESIMPULAN
Kesimpulan
1.
Penuturan kisah-kisah yang terdapat didalam
al-Qur’an merupakan salah satu metode yang digunakan Allah dalam menyampaikan
pesan-pesannNya kepada manusia.
2.
Allah menuturkan kisah-kisah dalam kitab suciNya
sarat dengan pelajaran dan peringatan agar dijadikan sarana meningkatkan
kualitas hidup. Kalau tidak maka hanya seperti compact disc yang merekam dan memp[ertontonkan peristiwa.
3.
Kebenaran kisah yang tercantum didalam Alquran
merupakan hal yang tak terbantahkan. Karena telah banyak bukti yang telah
ditemukan. Meski beberapa kisah belum dapat dibuktikan keilmiahannya, tidaklah
menjadi alasan bahwa yang dikisahkan Alquran sesuatu yang tidak benar. Itu
semuanya karena keterbatasan ilmu
manusia untuk menelitinya.
4.
Arkeologi sebagai cabang ilmu memberikan sumbangan
yang sangat besar bagi manusia dalam memberikan informasi dan menjelaskan
kebenaran Alquran.
5.
Kita berharap pada masa akan datang akan banyak lagi
penemuan-penemuan ilmiah yang menjadi bukti kebenaran kisah- kisah yang
terdapat dalam Alquran.
DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Agama RI, Alquran dan Tafsirnya, Jakarta, Widya
Cahaya, 2015.
Wahid, Abdurrahman, dkk,
Kontroversi Pemikiran Islam di Indonesia, Bandung, Rosda Karya, 1991.
Ash-Shiddieqy, M. Hasbi, Ilmu-Ilmu Alquran: Media Pokok dalam
Penafsiran Alquran, Bulan Bintang, Jakarta, 1972.
Ash-Shiddieqy, M. Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Alquran/Tafsir,Jakarta,
Bulan Bintang, 1989
As-Suyuthi, Imam Jalaluddin, Samudera Ulumul Quran (al-Itqan fi ‘Ulumil Quran), terj.Farikh
Marzuqi Ammar Lc, MA. Surabaya,Bina Ilmu, tt.
al-Qaththan, Syaikh Manna’, Mabahiṡ fi ‘Ulum Alquran, Ter```1j. Pengantar Studi Ilmu Alquran, Aunur
Rafiq el-Mazni, Jakarta, Pustaka al-Kauṡar, 2016.
Katsir, Imam Ibnu, Kisah Para Nabi, terj. H. Dudi Rosyadi,
Pustaka al-Kautsar, Jakarta,2012
Munawwir, Ahmad Warson, al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia,Surabaya,
Pustaka Progressif, 1997.
Shihab, M. Quraish, 2012, Membaca Sirah Nabi Muhammad Saw : Dalam
Sorotan Alquran dan Hadiṡ Ṣahih, Jakarta, Lentera Hati, 2012.
As-Suyuthi,
Imam Jalauddin, Samudera Ulumul Quran
Terjemah al-Itqan fi ‘Ulumil Quran Jilid
4, Farikh Marzuqi Ammar Lc, MA. (Surabaya,Bina Ilmu, Surabaya, tt), hal. 43
Buku ini
merupakan disertasi beliau (Dr. Muhammad Khalafullah), yang menimbulkan
perdebatan tahun 1367 H. Lihat : al-Qaththan, Syaikh Manna’, Mabahiṡ fi ‘Ulum Alquran, Terj.
Pengantar Studi Ilmu Alquran, Aunur Rafiq el-Mazni, Jakarta, Pustaka al-Kauṡar,
2016, hal. 390.